webnovel

AGARTHA : Dua Cinta dan Putri Mahkota dari Barat

Rayana Victhoria Agartha dan Jonathan Andrean Aghanta adalah sepasang kekasih yang bekerja sebagai PCA (Police Case of Agent). Suatu hari, terdapat kasus pembunuhan berantai yang menyebabkan kegencaran di tengah perkotaan. Rayana dan Jonathan pun turun tangan untuk mencari pelaku menuju pinggiran kota di suatu daerah pedalaman yang tak terbaca oleh Maps. Hingga dimana mereka membuat suatu kesalahan yang membuat Rayana tersesat seorang diri di alam bak negeri dongeng. Ia berusaha keras mencari jalan keluar dan satu-satunya cara untuk mengetahuinya yaitu dengan membaca buku pedoman dunia dua jalur yang berada di dalam istana. Banyaknya tragedy yang menunda Rayana untuk bisa kembali hingga beberapa kali hampir kehilangan nyawanya. Namun, kenyataan terkait hidupnya lah yang ternyata selama ini menyebabkan kekacauan antar dua lapisan bumi yang membuatnya sangat tertekan dan tak dapat kembali.

Hilya_lia · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
8 Chs

BASE CAMP

Jam istirahat sudah habis, waktunya kembali ke kantor melanjutkan tugas. Mereka pun berjalan santai sembari tertawa bersama mengingat wajah Lee Bom yang masih kesal. Terlipat kacau seacak lipatan pada deretan perangkas biliknya.

"Seharusnya yang marah disini itu kami, kenapa jadi kamu?" ucap Jonathan menatap wajah cemberut Lee Bom. Menggeleng heran pada tingkah kekanakan sang mitra.

"Hm itu benar. Kau membuat kami membayar makanan mu. Ditambah lagi kau sangat rakus" bela Rayana. Bukan niat hati hendak protes dan tidak merelakan lembaran bernilai kekasihnya menghilang begitu saja, namun jika harga yang telah dibayar belum menjadi penyembuh, lalu untuk apa dilakukan?

"Ahhhh… jadi maksudmu… aku harus berterimakasih?" pikir Lee Boom yang masih tidak mengerti akan situasi. Diri sudah merasa paling tersiksa diantara mereka, namun ternyata masih mengharapkan kata maaf hanya karena sebuah tagihan makanan yang tidak seberapa.

"Tentu saja" ucap Rayana sembari meraih gagang pintu kantor. Masih melepas titik fokus pada wajah Lee Bom yang menurutnya begitu lucu. Tertawa kecil karena benar-benar tak tertahankan. Namun suasana seketika berubah, sejak wajah Lee Bom yang sedari awal ia perhatikan berubah ekspresi. Pun ketika menatap wajah kekasihnya, ia merasakan suasana yang tak dapat diartikan.

Kaki mereka sepenuhnya berada di dalam gedung, dengan pintu yang sudah tertutup rapat menenggelamkan tubuh pada hawa dingin yang menyeruak tiba-tiba. Perlahan menoleh ke arah belakang yang terdapat beberapa meja kerja pihak kepolisian. Semua orang tampak sangat sibuk dan khawatir. Dengan bingung yang masih membludak, mereka tetap menumpukan kaki perlahan untuk lebih mendekat pada team. Terdiam mengamati keadaan dan menanti adanya pemberitahuan dari anggota sekitar agar bisa mengerti situasinya.

"Apa anda benar-benar melihatnya?" ucap seorang petugas yang tampak sedang menerima laporan melalui jejaring telepon dari warga sekitar.

"..."

"Untuk berjaga-jaga, sementara anda harus tetap berada di dalam rumah. Kami akan menindak lanjuti masalah ini. Jadi jangan khawatir. Tolong kirimkan kami alamat rumah anda, agar kami meletakkan beberapa petugas untuk berjaga dikawasan tersebut" petugas itu pun mematikan telepon dan segera menghadap Jonathan.

"Inspektur. Kami mendapat laporan, bahwasannya gadis dikawasan Yangnimdong dibawa secara paksa dengan ciri-ciri pelaku sama persis dengan yang diberitakan"

Alih-alih menimpali laporan sang anggota penerima informasi, ia malah dalam sekejap menoleh ke arah sang wakil. Menatap penuh arti, seakan-akan mengatakan prediksi yang mereka lontarkan beberapa saat lalu benar-benar terjadi.

"Mereka bergerak lebih cepat dari yang kita kira" ucap Jonathan sebelum berlenggak menuju ruang pribadinya. Mengambil langkah gesit menempati kursi putar nyaman yang tersedia, dikuti oleh petugas laporan yang berdiri di hadapan meja kerja, siap untuk diberi tugas lanjutan. Jonathan pun tampak sibuk membuka lembaran-lembaran pelaporan kasus guna memikirkan langkah selanjutnya.

"Letakkan 5 petugas kepolisian untuk patroli di Distrik Yangnimdong malam ini dan…" perintah Jonathan yang masih sibuk menumpukan konsentrasi pada setiap lembar laporan. Memutar otak guna menemukan cara terbaik untuk sementara waktu. Namun, belum usai pemikiran itu tersalurkan lebih lanjut, petugas lain datang membawa laporan terbaru yang mampu membuat tuju pandang Jonathan berpindah arah padanya.

"Inspektur. Kami menerima laporan tentang lokasi terkini pelaku" lapornya dengan nafas yang masih belum berpacu dengan baik.

"Kirimkan alamatnya" dengan cepat Jonathan bangkit dari duduk. Menarik jaket kulit hitam yang sebelumnya ia letakkan pada sanggahan kursi. Lalu melangkah cepat menuju luar ruangan guna melakukan pencarian terhadap pelaku.

"Ikut dengan ku" lanjut Jonathan yang melewati meja Rayana seperti kilat. Pun sang wakil segera bangkit setelah mendapat perintah dari atasan.

"Aku ikut" Lee Bom menahan tangan Rayana yang hendak pergi.

"Tetap disini" Rayana tentu saja tidak ingin membawa makhluk aneh itu untuk ikut dengannya. Sangat merepotkan.

"Kau yakin?" entah mengapa pertanyaan itu berhasil membuat Rayana ingin melayangkan telapak tangan pada wajah sok polos itu. Namun, karena ia harus segera pergi, maka gadis cantik dengan body semampai itu mencoba bersabar menghadapi pria seperti Lee Bom.

"Kau pikir, mengapa aku bisa menjadi wakil inspektur?" sudut bibir Rayana tertarik paksa. Seakan panah akan menyerang jika tidak melakukannya.

"Karena kau adalah kekasihnya?" tebak Lee Bom yang berhasil membuat senyum paksa itu mengulum kembali dengan datarnya. Ya Tuhan…cobaan apa lagi ini? Pria yang berusia 27 tahun di depanya kini benar-benar membuat darah Rayana mendidih sampai di ujung kepala.

"Aishhh…." desah Rayana kasar, sudah tidak bisa ditahan lagi, dengan cepat tangan Rayana mengayunkan sebuah kepalan di depan bola mata yang spontan membulat. Lalu sebelum bisa dirasakan, Lee Bom lebih cepat memasang tangkisan menahan pukulan maut dengan kedua lengan gelembirnya.

"Oke oke. Aku akan tetap disini" dengan tangan yang masih wanti-wanti, nyali pria itu menciut dalam beberapa detik, membuat Rayana menggelengkan kepala tak habis pikir. Seharusnya dia menjaga mulutnya jika tidak ingin mendapat pukulan dari orang lain. Namun, biasa menciptakan gurauan pada lingkaran emosional. Hanya membuang waktu jika terus menanggapi, segera berlenggak hirau akan ekstensi yang masih getir di tempat.

Lee Bom memang sedikit aneh, tapi dia tidak terlalu buruk untuk dijadikan rekan kerjasama pemecah kasus, dia benar-benar bisa diandalkan. Lalu Rayana dengan terburu-buru melangkah pergi menyusul Jonathan yang sudah menunggu di dalam mobil depan gedung kantor.

Jonathan terus menginjak pedal gas dengan cepat. Tak ingin tertinggal jejak yang selama ini ia tunggu-tunggu. Tidak ada pembicaraan atau sekedar basa-basi seperti yang sering mereka lakukan selama perjalanan. Kerjasama keduanya memang patut diacungi jempol. Tidak ada kata pasangan ketika sedang bertugas. Semuanya berjalan secara individual, namun tetap dalam pengawasan satu sama lain. Khawatir seorang kekasih tidak bisa dibantah bukan? Apalagi pekerjaan mereka yang selalu memangku hal berbau kejahatan. Kekasih mana yang akan baik-baik saja jika orang tercintanya tersakiti. Ditambah Rayana memiliki visual yang memikat. Mungkin jika Jonathan tidak cepat menarik gadis itu ke dalam pelukannya, sangat bisa dipastikan ia masih menjadi incaran seantero dinas. Bukan hanya Rayana, itu juga berlaku pada Jonathan.

Untuk sampai di tujuan, mereka membutuhkan waktu 5 jam. Karena keberangkatan dimulai pukul 14.10, maka mereka berdua akan sampai pada tujuan ketika sang penguasa siang kembali ke peraduan. Dan mereka sama sekali tak membawa persiapan seperti senter atau peralatan bermalam lainnya. Tidak sempat memikirkan hal-hal seperti itu.

Kini mereka keluar jalur dari yang sudah di informasikan, bukan suatu ketidaksengajaan, karena memang berniat menyisir seluruh sudut daerah tanpa tertinggal sedikit pun. Sedangkan lokasi awal, Jonathan beri tugas untuk diambil alih oleh team lainnya. Lokasi tersebut begitu sepi bak tak berpenghuni, tidak terdapat balai-balai desa atau tanda-tanda warga yang tinggal disekitarnya.

Hamparan rerumputan hijau masih membentang luas sejauh mata memandang. Jalannya pun masih berlumpur, namun jika memandang ke arah lain, terdapat jalan setapak yang masih bisa dilewati untuk melakukan penelusuran. Lebih seperti pinggiran pegunungan yang kadang disinggahi pemburu hewan liar.

"Jika kau tidak ingin masuk, tak apa. Kau bisa diam di dalam" Jontahan memberikan isyarat kepada Rayana untuk bisa tetap di dalam mobil, berlagak seolah-olah gadisnya lah yang tampak enggan melacak lokasi. Sejujurnya, lelaki berbadan kekar itu hanya merasa khawatir pada kekasihnya. Hari sudah malam, ia cemas jika saja tidak bisa mengawasi ketika keadaan di luar dugaan.

Namun berbeda dengan gadis yang dihadapannya kini, ia tersenyum kecut merasa kemampuannya sedang diremehkan oleh kekasihnya sendiri. Baru kali ini ia melihat Jonathan melakukan hal yang membuatnya merasa tidak nyaman.

"Apa setelah pacaran kau jadi meremehkan ku?" tanya Rayana dengan intonasi kelewat tenang. Kepala ia tundukan untuk menyembunyikan raut kecewa yang sedang terpancar pada wajah cantiknya.

"Kau tau bukan itu maksud ku" khawatirnya kini menjadi kesalahpahaman. Tentu saja Jonathan merasa bersalah karena membuat kekasihnya seketika terlihat murung.

"Hm, aku tahu. Tapi tetap saja itu melukai harga diriku" timpal Rayana yang masih sibuk memandangi tanah berlumpur yang ada di bawah tapakannya.

"Aku hanya mengkhawatirkan mu" intonasi Jonathan semakin merendah. Menyadari suasana menjadi canggung, Rayana mengangkat tunduknya, menarik nafas sebelum menoleh ke arah sang kekasih. Entah bagaimana pria tampan nan datar itu terlihat begitu menggemaskan di matanya.

"Aku bilang.. aku sudah tahu. Mengapa eskpresimu seperti itu? Bukankah kita harus memburu pelaku bersama malam ini?" Rayana tak dapat menahan senyum gemas ketika iris coklatnya menangkap wajah lemas milik Jonathan.

"Baiklah. Mari kita pergi, Tapi jangan jauh-jauh dariku. Mengerti?" Jonathan pun menyingkat jarak antara mereka - memberi peringatan.

"Laksanakan Inspektur" semangat Rayana dengan mengangkat telapak tangan yang ditempel pada sisi kepala memberi hormat.

Kemudian Jonathan memberikan sebuah pistol kepada Rayana dan mengambil senter yang tak sengaja terbawa di dalam mobil. Setelah merasa siap, perlahan mereka pun masuk kedalam kawasan dengan diterangi secercah cahaya senter yang digenggamannya. Langit sudah sepenuhnya gelap, ditambah lagi cahaya bulan tertutup oleh awan hitam di atas sana. Jadi, mereka menyisir kawasan hanya mengikuti insting. Tempat tersebut sangat luas, bahkan setelah memeriksa ponsel, tempat yang mereka masuki kini tak bisa diakses oleh maps.

"Ini aneh" ucap Jonathan sembari menghentikan langkah. Mengangkat layar persegi setinggi wajah, berharap tetiba beberapa sinyal menghampiri untuk bekerjasama.

"Apa maksud mu?" tanya Rayana bingung. Menoleh penuh tanda tanya akan pribadi berkerut dahi di sampingnya.

"Aku baru menemukan tempat yang tidak terbaca oleh maps di Negara ini" ternyata signalnya tak sejahat itu untuk membiarkan Jonathan linglung akan web yang tidak bisa terbuka.

"Benarkah? Apa karena daerah pedalaman, jadi tidak ada yang mendaftar?" tebak Rayana setelah pantauan kecilnya disekitar penjuru. Sedikit mendekat menjangkau pandang pada layar genggaman Jonathan.

"Mungkin saja" angguknya setuju sebelum melanjutkan sebuah lontaran. "Jadi kita harus memberi tanda agar bisa kembali"

"Hm"

Lalu Jonathan merogoh sebuah tali kuning disaku celananya dan membuat simpul pada dahan-dahan rerumputan panjang di sisi jalan setapak. Hingga dalam beberapa menit kemudian, mereka melihat sebuah cahaya dari ujung jalan. Mereka berpikir bahwa sebenarnya memang ada seseorang yang tinggal ditempat ini. Namun, tidak setelah melihat keadaan sekitar. Sepi dan tidak adanya tanda-tanda kehidupan.

Mereka pun segera berlarian kecil untuk sampai lebih cepat. Terlihat dengan jarak yang lebih dekat, seperti gudang yang dasarnya dari kayu dan diatapi jerami. Tatap keduanya bertemu, lalu Jonathan memberi kode untuk berjalan perlahan sembari mendekati gudang tersebut. Awalnya terdengar begitu sunyi, hingga mereka berspekulasi bahwa mungkin tidak ada seorang pun di dalamnya. Namun, seperkian detik tiba-tiba rungu menangkap teriakan keras dari arah dalam. Mendengar akan hal itu, Rayana tak bisa menahan diri untuk segera masuk ke dalam gudang, karena tahu apa yang ingin dilakukan Rayana, Jonathan spontan menahannya dengan merentangkan satu tangan. Menyuruhnya untuk tetap bersabar, hingga dapat memastikan keadaan.

Tak bisa membantah pada atasan, Rayana hanya manggut walaupun sebenarnya ia sangat ingin untuk segera menyerbu ke dalam. Dengan penuh wanti-wanti, Jonathan mencoba mengarahkan sudut matanya memastikan dari celah-celah dinding kayu. Tak terlihat satu orang pun, hingga tiba dimana segerombolan pria berbadan kekar keluar dari sebuah ruangan dibarengi suara teriakan yang tiba-tiba lenyap.

"Kurasa bukan dia. Besok kita akan pergi mencarinya lagi" ucap salah satu pria bertubuh kekar, terlihat seperti atasan dari para pelaku. Jonathan sedikit tersontak, karena ternyata pelakunya bukan hanya satu, melainkan 8 orang. Ia benar-benar harus memikirkan cara aman dan tepat disituasi seperti ini.

Rayana yang melihat tingkah aneh Jonathan pun ikut mengintip dibalik celah-celah. Dan betapa terkejutnya saat kedua iris itu menangkap tepat pada sasaran yang berjumlah di luar dugaan. Tampak seperti perkumpulan yang tidak bisa ditembus oleh mereka berdua. Ia menarik tubuhnya dan beralih pandang pada Jonathan. Memberi isyarat tanya akan langkah seperti apa yang harus mereka tempuh. Jonathan menggelengkan kepala, bukan karena menyerah, mereka harus menghubungi anggota yang lain untuk mengatasi ini bersama. Jika berbicara jujur, mereka berdua saja tak akan cukup untuk mengatasinya karena menurut jumlah sudah tak seimbang. Mereka pun tak bisa sembarang melepas peluru, semua perlu diusut tuntas. Jadi mereka harus membawa pelaku hidup-hidup untuk diinterogasi di kantor.

Perlahan Jonathan mengeluarkan handy talky dari saku jaketnya. Mencoba menyalakan untuk menghubungi anggota PCA. Namun, mereka lupa bahwa ketika diaktifkan, maka benda itu akan menimbulkan suara yang lumayan besar ketika suasana sunyi seperti saat ini. Dan benar saja, belum sempat melahirkan sebuah kata, suara dari handy talky terlebih dahulu menyadarkan pelaku bahwa mereka sedang berada disekitar gudang.

Dalam hitungan detik, penjahat tersebut berhamburan keluar dengan langkah yang begitu besar. Rayana dan Jonathan tentu saja tidak bisa berdiam diri ditempat. Sebagai seorang inspektur, Jonathan dengan segera memberi instruksi untuk cepat menjauh dari lokasi. Para pelaku yang begitu marah, terus mengejar mereka dengan menggenggam masing-masing senjata tajam ditangannya. Jonathan dibuat kalang kabut, ia bingung harus melakukan apa saat ini. Jika menyalakan handy talky saja menarik perhatian pelaku, maka ia tak bisa mengharapkan bala bantuan akan segera datang membantu mereka. Ditambah lagi, lokasi mereka saat ini tak terlacak oleh maps. Pun telepon genggam sudah tidak berguna, sinyal untuk terhubung bagai berkhianat, menghilang entah kemana. Tapi bagaimana pun, Jonathan harus membuat keputusan terbaik untuk menghindari bahaya ini dari kekasihnya.

"Pergilah dari sini. Aku akan memancing mereka untuk mengikuti ku" ucap Jonathan sembari terus berlari.

"Apa maksudmu? Tidak. Kita harus terus bersama. Ini terlalu berbahaya" Rayana menolak karena tidak ingin meninggalkan Jonathan mengurusnya sendiri. Ini merupakan tugas berdua, sangat egois jika salah satunya menghindar dari bahaya. Setidaknya pemikiran seperti itu selalu ia tanamkan ketika memutuskan untuk berprofesi sebagai seorang detektif kepolisian.

"Akan lebih berbahaya bagi kita jika tidak berpencar" Jonathan pun menarik tangan Rayana untuk bersembunyi dibalik semak-semak. Mencoba membujuk Rayana untuk mengikuti instruksinya.

"Bawa ini bersama mu" lanjut Jonathan lalu menyodorkan handy talky kepada Rayana.

"Bagaimana bisa aku meninggalkan mu dengan para penjahat itu? Kau tahu sendiri, jumlah mereka tidak sedikit" Rayana bersikeras menolak untuk berpencar. Ia benar-benar keberatan jika harus meninggalkan kekasihnya sendirian menghadapi bahaya seperti ini.

"Hey dengar" Jonathan pun merangkup wajah Rayana lembut dengan kedua tangan. Melempar tatapan tegas tepat pada iris mata coklat kekasihnya.

"Salah satu dari kita harus menghubungi anggota lain untuk membantu. Jadi jika kita terus bersama seperti ini, semuanya akan tambah rumit" lanjutnya dengan mengangguk pelan berharap Rayana akan mengerti maksudnya.

"Tapi.." belum sempat memberi kalimat tolakan, Jonathan lebih dulu menyela. Merangkup wajah gadis itu lebih erat dan mendekat.

"Kau percaya padaku bukan?"

"Hm tentu saja. Tapi apa kau akan baik-baik saja?" tak bisa disembunyikan lagi, raut wajah Rayana kini terlampau begitu khawatir akan pribadi dihadapannya. Sungguh bukan keinginannya jika harus meninggalkan orang terkasihnya sendiri menghadapi marabahaya.

"Hey. Apa kau lupa? Aku inspektur mu. Jangan coba-coba meremehkan ku" sudut bibirnya terangkat manis. Begitu teduh hingga membuat Rayana tak mampu menahan senyum malu.

"Kau ini…"

"Sebagai gantinya, aku akan memberimu hadiah"

"Hadiah? Apa itu?" tanya Rayana polos. Jonathan pun menarik tangkup wajah Rayana pelan. Mengecup pada permukaan benda lembab merah muda gadisnya penuh kasih. Bermain seakan-akan benda itu adalah slame lembut yang membuatnya candu. Menyalurkan keberanian kepada kekasihnya untuk mengikuti instruksi. Setelah merasa Rayana teralihkan, maka perlahan ia menghentikan permainan. Lalu menatap iris coklat itu penuh yakin.

"Aku akan memberimu hadiah yang lain setelah kau berhasil menjalankan misi dariku. Sekarang pergilah" perintah Jonathan sembari memberikan handy talky. Kemudian dengan cepat, ia bangkit dan berlari memancing para pelaku kearah yang lebih jauh.

"Aku akan mendapatkan hadiah itu darimu" gumam Rayana dengan mengeratkan handy-talky pada jemari lentiknya.

***