webnovel

AGARTHA : Dua Cinta dan Putri Mahkota dari Barat

Rayana Victhoria Agartha dan Jonathan Andrean Aghanta adalah sepasang kekasih yang bekerja sebagai PCA (Police Case of Agent). Suatu hari, terdapat kasus pembunuhan berantai yang menyebabkan kegencaran di tengah perkotaan. Rayana dan Jonathan pun turun tangan untuk mencari pelaku menuju pinggiran kota di suatu daerah pedalaman yang tak terbaca oleh Maps. Hingga dimana mereka membuat suatu kesalahan yang membuat Rayana tersesat seorang diri di alam bak negeri dongeng. Ia berusaha keras mencari jalan keluar dan satu-satunya cara untuk mengetahuinya yaitu dengan membaca buku pedoman dunia dua jalur yang berada di dalam istana. Banyaknya tragedy yang menunda Rayana untuk bisa kembali hingga beberapa kali hampir kehilangan nyawanya. Namun, kenyataan terkait hidupnya lah yang ternyata selama ini menyebabkan kekacauan antar dua lapisan bumi yang membuatnya sangat tertekan dan tak dapat kembali.

Hilya_lia · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
8 Chs

 DAUN PHEORCENIX

"Cepat" ucap sosok itu sekali lagi. Memberikan isyarat agar Rayana bergerak lebih gesit. Setelah masuk dan memastikan segerombolan masih jauh, sosok itu segera menutup pintu keras.

"Mereka siapa? Apa mereka rentenir? Mengapa kau harus berlari? Buka pintunya. Aku akan menghadapi mereka jika kau terlalu takut" gadis dengan jiwa pemberani itu pun mengambil ancang-ancang untuk keluar pintu dan menghadapi para gerombolan lelaki yang mengejar di luar sana sendiri. Namun, baru saja tangannya menggenggam gagang pintu berbahan dasar kayu itu, sosok mungil lebih dulu meregangkan kedua tangan pendeknya menghalangi pintu. Mendongak memperhatikan tubuh jenjang yang samasekali tidak mengerti akan situasi, berasumsi sendiri tanpa ingin mengerti mengapa ia melakukan itu semua.

"Lepaskan pakaian itu sekarang" perintah sosok hijau gusar. Penuh wanti-wanti jika saja para gerombolan itu datang dan mendobrak pintu.

Berbeda dengan Rayana, rupanya ia sudah salah tanggap pada ucapan yang baru saja di dengar. Spontan kedua matanya membulat tak percaya. "A a pa maksudmu?" gelagapnya sebelum meninggikan suara tak terima. "YAKK TERNYATA KAU SI PENDEK MESUM" lalu menyilangkan kedua tangan di tubuh bagian depannya. Tatapan yang ia berikan seolah-olah hendak menerkam si hijau dan mengolahnya menjadi adonan pandan saja. Benar-benar tidak habis pikir.

"Dasar wanita gila. Kecilkan suaramu. Lagipula apa yang kau pikirkan? Lihat disana" kemudian ia menggiring pandangan menuju sebuah ruangan yang tertutup rapat dengan pintu cantik dari kayu berkarakter dengan detail motif bunga Lotus yang indah "Di dalam lemari ada pakaian yang umum digunakan para gadis ditempat ini. Gantilah sebelum mereka datang" jelasnya dengan cepat.

"Tapi kenapa? Memangnya ada apa dengan pakaianku?" tentu saja dengan tiba-tiba mendapatkan perintah berganti pakaian membuatnya bingung. Pun dia merasa tidak ada yang salah dengan pakaian yang dikenakan, walaupun memang sedikit kotor karena sudah tergesek tanah semalam, ditambah rumput lembab yang ia tiduri membuatnya sedikit tampak seperti gelandangan sekarang.

"Kurangi daftar pertanyaanmu dan cepat berganti" sosok tersebut tampak kesal dengan Rayana yang selalu menanyakan semua hal yang ia katakan. Padahal sedari awal ia sudah mengatakan bahwa akan menjelaskannya nanti, namun mengapa wanita itu begitu bebal. Niat hati ingin mengusirnya, kini ia malah membawanya ke rumah. Hah sial.

Melihat si mungil sudah memasang ekspresi tak wajar, Rayana tak banyak mengulur waktu lagi. Menjajakan kedua kakinya ke dalam ruangan yang ditunjukkan. Menutup pintu perlahan sebelum menelusuri setiap sudut ruangan.

"Kamar yang begitu unik" gumamnya. Ruangan yang begitu memanjakan mata, dengan desain kuno sederhana, tetapi juga memiliki sentuhan klasik. Semua yang di dalamnya masih berbahan dasar kayu kokoh berwarna cokelat muda, mulai dari spring bed, kursi, hingga beberapa perabotan lainnya. Semua tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, entahlah, ia tidak dapat menjejerkan kata-kata untuk menggambarkan betapa kagum dirinya pada tempat ini, intinya rumah yang ia pijaki kini membawa suasana menenangkan, bahkan ia hampir lupa akan alasan dirinya mengikuti si mungil itu sampai ke tempat ini.

Ketika menyibukkan diri di dalam ruangan, keadaan di luar mulai gaduh. Tiba-tiba pintu masuk di buka paksa oleh gerombolan yang mengejar beberapa saat lalu. Mereka sudah sampai. Membuat sosok tersebut begitu terkejut hingga hanya dapat berdiri kaku di tempat melihat beberapa pria dengan perawakan besar sudah berada di dalam rumah. Sudah ia duga bahwa mereka menaruh curiga karena sudah kabur begitu saja. Apalagi membawa gadis yang bukan berasal dari dunianya. Itu jelas terlihat dari penampilan hingga gerak-gerik Rayana.

"A a ada apa dengan kalian? Apa tata krama kalian sudah hilang setelah berpaling pada Veronica?"

"Tata krama tidak akan membuatmu menjadi penyelamat dunia" timpal salah satu dari gerombolan. Menyebar pandang menuju segala penjuru sebelum mulai pembongkaran secara paksa. Sangat jelas tujuan mereka mengejar, padahal tahu kedudukan sosok itu bukanlah penduduk biasa yang bisa diganggu ketenangannya.

"Setidaknya dunia akan terselamatkan dengan adanya tata krama" ucapnya tak mau kalah.

"Simpan tata krama mu itu. Berikan dia kepada kami sekarang"

"Berikan? Berikan apa?"

"Kau menyembunyikan seseorang bukan?"

"Aku tidak pernah menyembunyikan apapun"

"Kau ingin menyerahkannya dengan sendiri atau kami bawa secara paksa?"

"Tapi aku benar-benar…" belum usai sosok itu melanjutkan perdebatan, pintu di sudut ruangan terbuka secara perlahan. Memunculkan Rayana dari balik pintu dengan kostum barunya. Melangkah dengan santai mendekati keributan. Kemudian merapikan pakaian yang menurutnya perlu dirapikan kembali. Seakan-akan aktris utama dalam sebuah movie yang sedang ditunggu-tunggu kehadirannya telah muncul melalui sorot lampu gantung.

Kini semua tuju pandang menuju ke arahnya. Menatap bingung pada perlakuan gadis cantik yang baru saja keluar dari ruangan tersebut. Pun sosok itu juga merasa bingung, karena awalnya Rayana berada di dalam ruangan yang berbeda, namun tetiba ia keluar dari ruangan yang berbeda pula.

"Bawa dia" perintah salah satu dari barisan terdepan gerombolan, terlihat seperti ketua dari para pemberontak. Tanpa banyak pertanyaan, para anggotanya segera mengambil langkah mendekati Rayana yang masih memasang wajah bingung. Namun sebelum itu, Rayana begitu sigap menghentikan dengan memasang gesture stop di depan tubuhnya.

"Sebentar" ucapnya dengan berani. Membuat semua langkah terhenti seketika. "Membawaku? Kemana?"

"Tidak ada pertanyaan. Cepat seret dia" tegas ketua memberikan isyarat agar anggota bergerak lebih cepat.

"Tu tunggu sebentar" hentinya sekali lagi. Memandang gusar bergantian pada kumpulan yang tampak tak sabaran di hadapannya."Ekhm. Setidaknya kau harus memberitahu ku akan dibawa kemana" tanya gadis itu kembali. Tentu saja tidak ingin ikut begitu saja bersama orang asing, terlebih lagi bentukan mereka sangat aneh, berbeda dengan penduduk lainnya yang terlihat begitu anggun dan damai. Mungkin jika diibaratkan, seperti hitam dan putih(?). Sangat bertolak belakang.

Tapi, jika mereka bisa membantunya untuk keluar dari tempat ini, dengan cepat ia akan melangkah tanpa harus banyak bertanya. Dan sebelum itu, ia harus benar-benar memastikan semuanya, karena keraguannya kini muncul setelah melihat isyarat sosok itu yang menggelengkan kepala. Seakan-akan memberikan bujukan untuk tidak turut dengan mereka.

"Kau akan dibawa ke tempat dimana kau akan merasa beban yang kau pikul akan hilang selamanya dan tidak ada kesempatan kedua jika kau menolak" tawaran yang begitu menarik. Walau begitu, Rayana sudah terlalu banyak melewati hal seperti ini. Tentu saja makna dibalik itu tidak semanis yang terdengar.

"Baiklah. Aku akan ikut" ucap Rayana dengan terlihat percaya diri. Sedangkan sosok yang mendengar pernyataan itu terkejut bukan main. Memberikan isyarat kembali agar Rayana menolak. Walaupun sebenarnya sosok itu tahu, penolakan yang diberikan tidak akan bisa mengubah pemikiran gerombol pengikut Veronica. Namun, bukan Rayana namanya jika menurut begitu saja.

Ia tersenyum puas melihat reaksi sempurna dari sosok mungil itu. Melipat kedua tangan tepat pada abdomen. Menatap kedua kaki yang sudah terbalut selop cantik, entah ia dapatkan dari mana. Mencoba mengulur waktu untuk berpikir cara mengelabui jantan berotot berpenampilan aneh itu. Mengepakkan jari jemari pada permukaan lengan yang bersilang. Hingga beberapa detik kemudian, sudut bibirnya mulai tersingkap. Sepertinya telah mendapat ide cemerlang dari otak cerdasnya. Perlahan kepalanya pun terangkat. Memandang tepat pada iris mata mereka satu persatu. Menarik nafas dan menghembuskannya lembut sebelum melanjutkan pembicaraan.

"Tapi aku harus menyelesaikan pekerjaan rumah ku dulu" ujar Rayana setelah mengulur waktu beberapa detik. Tidak perduli dengan ekspresi terlanjur bingung dari para jejeran di depannya. Begitupula dengan si sosok mungil, terlihat begitu resah jika gadis berparas cantik itu akan berbuat macam-macam.

"Jika gadis gila itu berbicara omong kosong. Akan ku usir dia tanpa ampun" batin sosok itu sembari terus memantau.

"Pekerjaan rumah? Kau pikir kami peduli?" ketus sang ketua mulai kesal.

"Benar. Anggap saja kalian tidak peduli. Aku juga sebenarnya ingin seperti itu. Tapi apa boleh buat? Seisi ruangan diacak habis oleh beberapa tikus di dalam sana" tidak afdol jika mimik dan peraga tidak ikut serta dalam sandiwara. Raut wajahnya dibuat sefrustasi mungkin. Tangannya mulai bergerak memijit pelipis yang bahkan sama sekali tidak sakit. Sungguh gadis yang pandai mendramatisir keadaan.

"Be beberapa ti tikus?" gelagap salah satu pengikut. Melirik getir pada teman seperguruannya.

Permulaan yang bagus-pikir Rayana. Untung saja otaknya lancar untuk meraba keadaan hanya dengan melihat gambar di dalam ruangan.

"YAK YAK YAKK" teriak sang ketua yang mulai risih dengan bisikan-bisikan dari arah belakang. "Kalian takut hanya karena tikus? Lagipula bagaimana bisa kalian percaya dengan omong kosong wanita ini"

Brakk Brakk Brakk

Baru saja ia menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba suara keras menyita perhatian. Membungkam mulut, membiarkan suara itu memimpin di tengah keterkejutan.

"Kalian dengar sendiri bukan? Tikus-tikus itu menghancurkan seisi ruangan. Terlebih lagi tabib sudah terlalu lama memasak daun Pheorcenix untuk persediaan ramuan obat kerajaan. Maka dari itu kami berlari secepat mungkin menuju rumah, namun sesampainya disini kalian berkunjung, jadi tidak sempat mematikan apinya"

Sosok itu terkejut sekaligus bingung. Bagaimana bisa wanita yang baru saja dibawanya dapat mengetahui itu semua? Bukankah dia tidak tahu apa-apa tentang dunia ini? Bahkan ia tidak tahu dirinya sedang berada di dunia lain. Walau begitu, ia harus tetap bersikap normal di depan para pengikut Veronica ini. Ia tidak ingin menimbulkan kecurigaan dan membawa gadis itu pergi. Mungkin sebenarnya pun tak ingin membuatnya tinggal disini, namun setidaknya, gadis itu tidak dibawa pergi untuk menjadi korban kesekian.

"Daun Pheorcenix? Bagaimana ini mazius?"

"Mazius. Daun itu akan meledak dalam waktu dekat. A apa yang harus kita lakukan?"

"Benar mazius. Bukankah kita harus segera pergi? Benarkan?" ujarnya takut sembari menyenggol kawan yang berada tepat di sampingnya.

"Be benar. Jika tidak….ma maka ramuan itu akan meledak. Dan dan kitaa kita…"

Seluruh anak buah saling sahut menyahut bergidik takut akan pernyataan Rayana. Daun Pheorcenix memang dipercaya akan khasiatnya yang mampu menyembuhkan segala penyakit dan hanya dapat tumbuh di tempat ini. Namun, jika di konsumsi secara berlebihan, maka dapat merenggut nyawa sang pengonsumsi, dan jika di masak terlalu lama, maka daun tersebut akan meledak dalam skala besar. Setidaknya itulah yang ia baca dalam panduan buku resep di dalam ruangan.

Ketua yang disebut mazius itupun sudah tak tahu harus berbuat apa. Memutar bola mata, memaksa otak berpikir untuk dapat menyelamatkan diri tanpa harus melukai harga dirinya sedikitpun. Hingga ia sudah benar-benar tidak tahan karena bisikan-bisikan mengganggu dari para pengikut lainnya.

"DIAM" bentaknya untuk kesekian kali. Membuat semua bisikan itu hening seketika. Menegakkan tubuhnya dengan kedua tapakan kakinya yang terlihat mencoba tetap tenang. Meluruskan pandangan, lalu melakukan kontak mata dengan Rayana. Berusaha membuat surai wajah percaya diri dan tegar.

"Ekhm. Sepertinya kami ada panggilan dari Veronica, jadi…kami harus segera pergi. Tapi jangan harap kami melepaskanmu begitu saja. Ingat itu" ucapnya mengancam. Menajamkan tatapan agar Rayana mengingat peringatan darinya.

"Benarkah? Kalian tidak ingin membantuku menangkap tikusnya?" tanya Rayana. Entah polos atau berpura-pura bodoh.

"Tangkap saja sendiri. Rumahmu sudah seperti sarang Lupus. Ayo pergi" tangannya berayun di udara, mengajak para pengikut untuk pergi dari rumah membahayakan itu. Ketika para gerombol sudah benar-benar mengangkat kaki dari sekitaran mereka. Rayana masih berpikir keras pada kata Lupus. Sepertinya dia pernah mendengar kata itu. Menggerakkan setiap jari yang ia letakkan di bawah dagu tirusnya-bingung.

"Lupus? Sepertinya aku pernah mendengar kata-kata itu" kemudian ia beralih pada sosok yang mulai melangkah guna melihat seberapa hancur rumah cantiknya. Sebelum dapat mendekat, Rayana lebih dulu menghadang. Mengintil sosok itu untuk bisa ia ajak untuk berbincang.

"Hei. Tadi ku dengar mereka mengatakan sarang Lupus. Kau mendengarnya juga bukan?"

"Entahlah. Aku hanya ingin melihat bagaimana kau membuat rumahku seperti sarang Lupus" jawab sosok tanpa ingin menanggapi akan kata Lupus.

"Sebentar. Sepertinya aku sudah mengingatnya. Hmmm…ahhh benar. Lupus itu bahasa latin dari anjing. Benarkan? Jadi…maksud bedebah kasar itu rumahmu seperti kandang anjing? Haha hahaha" Rayana tertawa begitu puas.

"Entah dari mana lucunya" gumam sosok itu kesal. Hingga dimana kedua kakinya berhenti tepat setelah melihat keadaan ruangan. Wajahnya yang semula terlihat kesal, kini menjadi datar tak memiliki ekspresi. Beberapa perabotan pecah, seluruh jejeran barang yang awalnya berada di dalam lemari kini sudah tergeletak di lantai. Benar-benar seperti sarang Lupus.

"YAKKKKKK" teriak sosok itu hingga membuat burung yang bersantai dan berbagi kasih dengan pasangannya di atas reranting pohon tinggi sisi rumah mulai beterbangan jauh karena terkejut.

***