webnovel

Adiptara Family's

Dimulai sejak dua hari yang lalu tepatnya setelah ia pulang sekolah dan menemukan tiga orang berjas hitam menyerupai bodyguard dan satu orang berpakaian formal berwarna abu gelap diruang tamu Panti Asuhan tempat ia tinggal. Dan yang lebih mengejutkannya lagi__mereka datang dengan maksud melamarnya untuk tuan muda mereka__yang konon katanya telah memasuki usia menikah (menurut kalender perhitungan pernikahan keluarga Adiptara)__dengan siapapun itu dan dari kalangan manapun itu asalakan si gadis, wanita, atau janda sekalipun__baik sengaja maupun tidak sengaja menyentuh pertama kali sang tuan muda saat ia tepat berusia 25 tahun. Aneh bukan? Dan sialnya itu Anya. Lantas ada apa dengan usia 25 tahun di keluarga Adiptara? Ketahui rahasia-rahasia keluarga Adiptara melalui kisah ini!!

Orekyu · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
31 Chs

Chapter 4 Bukan siapa-siapa?

Anya sungguh terkejut mendapati Rayland yang kini telah berada tepat di hadapannya. Mengapa pria itu ada disini? Tidak biasanya ia pulang sangat cepat. Ataukah karena ia menyadari ponsel yang memang selama ini tidak pernah lepas dari tangannya__tiba-tiba tidak berada disekitarnya__dan menyadari bahwa ponselnya tertinggal dirumah, diruang kerjanya.

"Berikan ponselku, Anya!" Titah Rayland tertahan mencoba meredam emosinya yang membara.

Gadis itu bergeming.

Anya tidak tahu harus melakukan apa. Ia sungguh tidak ingin menyerahkan ponsel tersebut, ia perlu memastikan siapa wanita yang beberapa saat lalu menelfon suaminya. Oh!! Sekarang ia bahkan terdengar seperti seorang istri yang tengah memergoki suaminya selingkuh. Tetapi kenyataannya memang terdengar seperti itu__ditambah aura Rayland yang paling ia hindari sampai muncul hanya karena melihatnya berada diruang kerjanya, sembari memegang ponselnya.

Anya menatap Rayland tepat dimata.

Dia harus bertanya!

"Seseorang menelfon mu," Anya menatap Rayland serius namun begitu kentara bahwa ia mencoba menyembunyikan rasa takutnya__gadis itu mendongak kerena Rayland sangat tinggi.

"Dan itu seorang wanita. Rayland, siapa dia?"

Rayland terdiam. Sejujurnya pria itu tidak berfikir jika Anya akan menanyakan hal tidak penting seperti ini.

"Bukan siapa-siapa. Sekarang berikan ponselku!"

Anya tidak puas!

"Tidak mau. Rayland siapa wanita itu?!" Anya memasang tampang terluka__ia sedih Rayland tidak mengerti yang ia rasakan.

Gadis itu kecewa!

Rayland memandang Anya dengan tatapan datar andalannya lantas bersedekap di hadapan gadis itu. Kemudian tatapannya berubah meremehkan menatap Anya yang balik menatapnya dengan pandangan yang tidak ia mengerti.

"Kamu bukan siapa-siapa bagiku. Jadi__kamu tidak berhak."

Anya meringis merasakan ulu hatinya serasa diremukkan.

Dan itu sangat sakit

"Aku punya," Anya mencicit__matanya sudah hampir berkaca-kaca__tetapi ia bertahan untuk tidak menangis saat itu juga.

"Tidak!"

Pria itu meninggakan suaranya seakan menegaskan perkataannya tidak bisa dibantah.

Anya menundukkan pandangannya dan tanpa ia sadari sebulir air matanya menetes menuruni pipinya yang pucat. Dengan suara sedikit bergetar ia berkata, "tapi kita sudah menikah dan kalian yang datang mela__"

"Anya!" potong Rayland__tetapi Anya sama sekali tidak ingin mengangkat wajah dan menatapnya. Ia hanya kan berakhir menangis saat melihat bagaimana pria itu memandangnya seolah ia adalah sesuatu yang salah dan tidak pantas.

Kenapa Anya harus merasa seperti ini?

Apa karena ia menyukai pria itu?

Mungking saja.

"Kuberitahu padamu. Bahwa aku tidak pernah berniat menikahimu untuk dijadikan istri atau menjadikanmu ibu dari anak-anakku kelak, atau apapun yang berhubungan dengan pernikahan." Rayland menghela nafas, tetapi tatapannya yang dingin membuat ia tidak dapat ditebak, "aku menikahimu hanya untuk melaksanakan tradisi aneh keluarga ini dan aku tidak bisa menolak. Jadi kutekankan padamu untuk tidak mencampuri urusan pribadiku dan begitupun sebaliknya."

Anya terganggu dengan pernyataan Rayland.

"Tapi bagaimana jika aku menyukaimu."

Dan Raylan terdiam mendengar pengakuan Anya yang tiba-tiba. Tatapannya kian datar dan dingin, "aku tidak pernah memintamu menyukaiku." Katanya tanpa perasaan.

Anya merasa marah.

"Kenapa? Apa karena aku jelek? Bodoh? Atau kerena aku masih 17 tahun." Tatapan Anya menjadi semakin redup saat menyadari sesuatu, " Ah!! Apa karena wanita itu? Kamu berselingkuh, eh?" ucapnya sembari tersenyum miris.

Kenapa ia menjadi sangat halu__tetapi dia tidak peduli.

Pria itu tidak mengatakan apa-apa, tetapi Anya sangat yakin perkataannya sangat tepat. Tetapi kemudian ia sedikit was-was saat melihat Rayland menatapnya dengan tatapan yang masih saja dingin, mulai menggerakkan bibirnya untuk mengatakan sesuatu.

"Karena kamu sangat ingin tahu, maka aku akan mengatakannya." Rayland tidak melepaskan tatapannya yang dingin melebihi suhu di antartika pada gadis remaja di hadapannya. Ia justru menatap Anya dengan lekat.

"Seperti yang kamu bilang. Aku memiliki wanita dan dia adalah yang kamu lihat diponselku. Apa itu cukup?"

Anya tidak bisa berkata apa-apa lagi.

Dia harus bisa menerimanya.

Sampai pada Rayland meninggalkannya di dalam ruang kerja seorang diri__gadis itu masih merenungi perkataan Rayland. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah ini saat wanita itu datang dan menendangnya pergi. Dia sungguh tidak ingin kemana-mana. Ia ingin bersama Rayland dan memiliki pria itu seorang diri. Dia ingin egois untuk yang satu ini.

Gadis itu bertekad untuk memisahkan mereka.

Anya menyeringai!

Karena seujujurnya tidak ada yang menyangka,

.

.

.

Gadis seperti Anya adalah gadis penuh ambisi.

"Bisa tolong bantu aku?"

Pelayan yang sedang membersihkan halaman belakang mansion menoleh saat suara seseorang terdengar meminta bantuan padanya. Lantas ia membungkuk sedikit saat melihat menantu ketiga keluarga Adiptara berdiri di sana sambil tersenyum padanya.

Pelayan itu mendekat, "apa yang bisa saya bantu, nona?" Tanyanya sopan.

Anya menarik ujung baju pelayan itu dan menatap sekeliling taman belakang lantas segera menyeret pelayan yang usianya ia taksir berusia dua tahun lebih tua darinya, menuju ke arah rimbunan pepohonan tidak jauh dari sana. Setelah memastikan tidak ada seseorang yang melihat, Anya menatap pelayan itu yang tengah menampilkan raut sedikit takut.

Aura nya bahkan sampai terlihat oleh netra Anya.

Dan gadis itu lagi-lagi menyeringai.

"Maaf mengganggumu," Anya memulai, "tapi aku perlu bantuanmu untuk menjawab pertanyaan ku."

Pelayan itu seketika menelan ludah.

"Apa itu, nona?" Ia menjawab takut-takut. Pasalnya Anya terkenal karena tingkah rusuhnya.

"Sudah berapa lama kamu bekerja disini?"

Si pelayan tampak berpikir, "sejujurnya saya sudah tinggal disini sejak kecil karena keluarga kami sudah lama mengabdi pada keluarga Adiptara. Tetapi saya baru bisa bekerja sebagai pelayan 3 tahun yang lalu. Lagi pula semua pelayan yang bekerja disini tidak bisa lagi meninggalkan mansion, termasuk keluarga saya__ini dilakukan untuk menjaga kerahasian keluarga ini. Hmm__ada apa nona?" pelayan itu tampak ragu-ragu setelah menjelaskan aturan para pelayan di mansion Adiptara__dan ia terlihat heran saat Anya menanyakan hal seperti itu padanya.

Benar adanya__jika pelayan-pelayan itu adalah pelayan yang sudah bekerja di mansion Adiptara selama turun temurun. Mereka tidak akan bisa keluar dari mansion karena telah memegang rahasia besar keluarga Adiptara.

Dan nasib Anya tidak jauh berbeda dengan para pelayan itu. Dia tidak akan bisa keluar dari keluarga ini apapun alasannya__istilahnya, sekali masuk maka tidak ada jalan untuk kembali. Anya menghela nafas saat menyadari betapa buruk nasibnya sekarang. Bagaimana tidak__ia akan hidup bersama Rayland seumur hidupnya walaupun sejujurnya ia menyukai fakta itu. Tetapi jika harus berbagi dengan wanita lain maka ia sungguh tidak rela.

Huh!

Gadis itu bertekad tidak akan membiarkan wanita lain menempati posisi yang sama dengannya, sebagai istri dari Rayland.

Posisi itu mutlak hanya untuknya!

"Jadi sudah cukup lama yah." Anya berucap setelah cukup sadar.

Pelayan itu mengangguk.

"Jadi kamu juga tahu siapa wanita yang pernah Rayland bawa kerumah ini."

Kening pelayan itu semakin mengerut, mencoba mengingat siapa saja wanita yang pernah tuan muda ketiga bawah masuk ke mansion Adiptara. Tetapi setelah di ingat-ingat tuan mudanya itu tidak penah mengajak siapapun masuk ke mansion terlebih lagi seorang wanita, kecuali__

"Ah!!"

Anya berbinar melihat pelayan itu tampak mengingat sesuatu.

"Jadi ada?"

"Yah aku ingat. Beberapa hari sebelum anda menikah dengan tuan muda ketiga__beliau membawa seorang wanita yang sangat cantik untuk makan malam di mansion ini, tapi aku melupakan namanya__"

Pelayan itu mencoba berpikir kembali untuk mengingat siapa nama si wanita. Saat kedatangan wanita itu, semua pelayan membicarakan kecantikannya yang katanya secantik musim semi.

Musim semi?

"Ah!! Amora Sanh Spring. Yah, aku yakin itulah namanya," tetapi tatapan pelayan itu berubah ketakutan saat melanjutkan, "dan dia adalah tunangan tuan muda ketiga."

"Tunangan?"

Pelayan itu buru-buru menjelaskan, "nona maafkan saya, tetapi nona Amora memang tunangan tuan Rayland, bahkan kabarnya kedatangannya malam itu adalah untuk membicarakan pernikahan mereka__tetapi semua terkejut saat anda datang 3 hari kemudian__dan telah menjadi istri tuan muda."

Anya terdiam__ ia merasa syok.

Jadi sebenarnya wanita itu adalah tunangan Rayland.

Dan bukannya selingkuhannya?

Pantas saja dia mengatakan Anya bukan siapa-siapa.

Mungkin ini pula lah alasan mengapa pria itu enggan memberinya nama belakang Adiptara__karena sejujurnya nama belakang itu telah lebih dulu dimiliki seorang Amora Sanh Spring yang katanya secantik musim semi.

Seketika pikiran gadis itu kalut.

Anya tidak mengatakan apapun lagi dan segara berlari pergi dari sana. Ia bahkan mengiraukan pelayan yang kini menampakkan aura berwarna abu-abu suram pertanda sedang takut. Bukan hanya itu, gadis itu pun sama sekali tidak menghiraukan pelayan yang masih belum ia ketahui namanya__terus memanggilnya dan meminta maaf telah mengatakan sesuatu yang salah.

Pelayan itupun pasrah saat punggung Anya sudah menghilang dibalik dinding mansion.

Dan ia hanya bisa menghela nafas,

.

.

.

Untuk menghadapi masalah kedepannya.

Seminggu setelah kejadian itu Anya berubah menjadi lebih pendiam. Ia bahkan mengurung diri dikamar dan hanya akan keluar jika tiba waktu makan dan belajar dengan Miss Ani di perpustakaan. Beruntung sebab selama seminggu ini Rayland sedang dalam perjalanan bisnis dan membawa serta pengawalnya, Antonio. Jadi ia tidak harus berhadapan dengan pria itu untuk sementara waktu.

Sungguh ia tidak tau harus bersikap seperti apa nantinya.

Ia merasa bersalah!

Dia bahkan dengan lancang mengatai Rayland berselingkuh.

Huh!! Berselingkuh? Anya idiot!!

Ia mengutuk dirinya sendiri kerena dirinya lah yang menjadi penyebab dan penghalang Rayland menikah dengan seseorang yang pria itu cintai. Dan dengan bodohnya Anya telah berpikir untuk memisahkan mereka.

Gadis itu merasa malu sendiri.

Ia harus ingat bagaimana saat ayahnya sendiri meninggalkan ibunya untuk wanita lain__sampai harus menitipkannya dipanti asuhan saat berusia 5 tahun.

Anya benci penghianatan!

Oh dia sungguh ingin melupakan kejadian itu.

Anya mungkin gadis yang cukup berambisi, pemberontak, dan rusuh. Tetapi sesungguh ia adalah salah satu yang paling menentang siapapun itu yang berusaha merusak hubungan orang lain dan membuat orang-orang sekitar pun ikut terluka. Mungkin karena pengalaman pribadinya dengan keluarganya sendiri, lantas membuatnya sangat sensitif dengan hal seperti ini.

Bodohnya ia saat berpikir wanita itu mencoba merebut Rayland darinya__tetapi justru dia lah yang telah merebut Rayland dari Amora.

Oh!! Anya semakin merasa sangat buruk. Dia sama saja dengan wanita yang merebut ayahnya dulu.

Gadis itu frustasi!

Suara ketukan dibalik pintu kamar membuat Anya tersadar. Ia melihat pintu jati itu sejenak dan kemudian bangkit dari tempat tidurnya untuk membukakan pintu. Ketika pintu kamarnya terbuka wajah Ramlan terlihat dan menatap Anya dengan tatapan sulit diartikan.

"Ayah? Ada apa?" Anya bertanya saat Ramlan tidak kunjung mengatakan sesuatu dan hanya melihatnya.

Kemudian Ramlan menghela nafas, "sekarang waktunya makan malam. Para pelayan bahkan sudah menyerah mengetuk kamarmu."

Anya terhenyak, "benarkah? Tapi aku tidak mendengar suara apapun sebelumnya."

Ramlan kembali menarik nafas, "itu karena kamu pasti melamun lagi. Sudahlah, segeralah bergabung diruang makan, semua orang sudah menunggu."

Anya pun mengangguk dan kembali menutup pintunya untuk bersiap-siap lebih dulu.

Selesai makan Anya tidak langsung ke kamarnya. Entah setan apa yangg merasukinya__gadis itu dengan nekat menuju kamar Rendi__dan sekarang mulai mengetuk pintu besar di hadapannya dengan perlahan. Ketika pintu itu terbuka, hal pertama yang ia lihat adalah wajah garang adik iparnya tersebut.

"Mau apa kau, hah?"

Anya tidak mengatakan apa-apa tetapi ia mendorong pemuda itu untuk kembali kedalam kamar dan ikut masuk. Rendi sontak mengamuk namun Anya yang kuat mampu menghadapi Rendi bahkan menenangkannya. Setelah bertengkar beberapa menit nyang melelahkan Rendi akhirnya mau mengalah dan diam. Mereka berdua duduk sisi kasur yang berjauhan sembari saling membelakangi.

"Jadi ada apa?" Rendi bertanya dengan dingin, tetapi itu lebih baik dari pada mengamuk seperti beberapa saat sebelumnya.

"Apa kamu tahu tentang Amora Sanh Spring?" Anya memutar tubuhnya menghadap Rendi yang masih membelakanginya.

"Tentu. Kalau kamu tidak datang, mungkin sekarang Amora yang akan menjadi kakak iparku. Dan aku menyukainya sebab dia lebih cocok dengan kak Rayland," Rendi memutar tubuh dan tatapannya pun bertemu dengan Anya, "tidak sepertimu, huh!."

Anya menghela nafas.

Ia harus menahan diri untuk tidak mengirim Rendi kekandang buaya__dan membiarkan pemuda itu mati disana__ia harus tenang demi sebuah informasi penting.

"Rendi apakah Rayland mencintai Amora?"

Pemuda itu menatap Anya sakras, "apa yang kau harapkan, tentu saja kak Rayland sangat mencintai Amora. Pria dingin itu bahkan rela menjadi seorang bucin."

Jadi benar, mereka saling mencintai.

Keputasan Anya sudah bulat. Mungkin ia tidak akan bisa keluar dari rumah ini tetapi untuk menebus kesalahannya pada Amora­­__gadis itu bertekad menyatukan kembali Amora dan Rayland. Apapun caranya ia harus melakukannya. Sekalipun jika harus dimadu.

Jadi bagaimana dengan perasaannya nanti?

Anya tentu tidak akan berhenti menyukai pria itu__tetapi ia pun tidak bisa mengharapkan apa-apa dari Rayland kelak. Maka ia memutuskan untuk menjadi bayangan keduanya, itu terdengar lebih baik dari pada harus menanggung beban sebagai seseorang yang telah menghancurkan kebahagiaan orang lain.

Dia harus memikirkan perasaan Amora.

"Rendi bisakah kau membantuku?"

Rendi menatap Anya sinis. "tentu saja tidak."

"Tapi ini tentang Rayland. Bantu aku menyatukan mereka lagi."

"Hahahaha..."

Anya tertegun.

Apa Rendi baru saja menertawainya. Belum juga Anya membalas tawa Rendi namun pemuda itu telah mendahului, "tanpa kamu berusahan pun mereka berdua tetap akan menikah. Dengar Anya, kak Rayland tetap akan menikahi Amora bahkan tanpa bantuanmu. Kamu tidak berfikir kalau kakakku menikahimu lantas kamu akan menjadi wanita satu-satunya, kan? Tidak. Baginya kamu hanyalah kesialan, kakakku sama sekali tidak berharap disentuh olehmu. Mereka bahkan sudah merencanakan bagaimana Amora akan menyentuhnya tepat saat ia berumur 25 tahun. Tapi sial memang__Amora yang malang malah didahului. Mengapa harus kamu."

Anya merasa bodoh.

Mengapa? Mengapa ia memiliki takdir seperti ini.

Entah karena perkataan Rendi yang terlalu menyakitkan ataukah kerena ia tidak menyangkah bahwa ia sama sekali tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Amora dimata Rayland__Anya serasa ingin menangis lagi. Anya merasa dirinya terlalu lemah dan cengeng akhir-akhir ini. Ia pun menjadi lebih sering melamun dan menangis, untung saja ia menangis dikamar sehingga tidak ada yang bisa melihatnya.

Tetapi tidak dengan saat ini, sebab akhirnya Anya menangis di hadapan Rendi__musuh sekaligus adik iparnya. Pertahanannya runtuh hanya karena mendengar fakta bahwa Rayland sangat tidak mengharapkannya.

Ia bahkan tidak memperdulikan Rendi yang akan mengejeknya nanti, ia tidak peduli__yang ia fikirkan saat ini adalah menumpahkan semuanya sekarang. Oh!! Takdirnya tidak pernah baik. Ibu dan ayahnya meninggalkannya bahkan menitipkannya dipanti asuhan. Dan sekarang ia harus dinikahi oleh seseorang yang tidak akan pernah melihatnya.

Gadis itu merasa kosong.

Melihat Anya menangis di depannya__Rendi terdiam. Pemuda itu merasa aneh melihat Anya yang biasanya sangat jahil, ceria, rusuh, dan pemberontak tiba-tiba saja berubah lemah bahkan menangis di hadapannya. Karena tidak tahu harus melakukan apa__ia memilih keluar dari kamar dan menunggu di depan pintu yang telah ia tutup sebelumnya__menunggu sampai Anya puas menangis.

Rendi sendiri tidak mengerti dengan perasaannya.

Mungkinkah ia merasa bersalah karena menceritakan fakta itu pada Anya?

Ataukah ia hanya merasa kasihan saja?

Entahlah!

Karena walau bagaimana pun,

.

.

.

Anya pasti akan tahu tentang hal ini. Cepat atau lambat.

Antonio memasuki sebuah ruangan besar. Kemudian pria yang cukup tampan itu disuguhi ruangan mewah sekaligus berkelas dengan desain interior yang memukau. Ruangan itu terlihat sangat maskulin dan ketika ia masuk lebih jauh, pria itu telah mendapati sosok yang lebih mempesona dari apapun dan ia selalu mengaguminya.

Di hadapannya berdiri sosok Rayland yang tengah memandang lurus pada view luar bangunan yang dibatasi jendela kaca raksasa.

"Tuan," panggilnya pada sosok Rayland yang masih pada posisi yang sama. Namun ia tahu Rayland mendengarnya.

"Nona menangis lagi." Ucapnya.

Rayland masih bergeming. Tetapi Antonio tahu ia tetap harus melanjutkan.

"Dia menangis dikamar tuan muda Rendi."

Rayland berbalik dan menatap Antonio dengan datar.

"Hmm__akhir-akhir ini dia memang sering menangis. Tetap awasi."

Antonia mengangguk dan membungkuk hormat saat Rayland melewatinya dan pria itu tidak lagi terlihat saat memasuki sebuah ruangan lain didalam rungan itu. Lantas tangannya mengabil ponsel di saku celananya dan mulai menghubungi seseorang.

Ketika penggilan itu terhubung Antonio berucap pada seseorang dibalik telefon, "Terus awasi."

Kemudian setelah panggilan terputus,

.

.

.

Antonio menyadari sesuatu.

Anya was-was saat mendengar dari Ui jika Rayland akan pulang hari ini dan sebentar lagi akan sampai di mansion. Pria itu cukup lama tidak pulang__mungkin sekitar 3 minggu dan selama itu pula Anya tidak bisa mengatur perasaannya dengan benar. Ia masih terlalu sering melamun dan membuatnya dihadiahi pukulan rotan atau buku dari Miss Ani ketika ia kedapatan melamun lagi saat pelajaran homescholing nya tengah berlangsung. Namun kadar tangisnya cukup berkurang. Terhitung sejak ia menangis didalam kamar Rendi, dan tangisan itulah yang terakhir kalinya selama seminggu belakangan.

Ia sudah cukup stabil, menurutnya.

Pandangan gadis itu kemudian beralih pada Ui di hadapannya. Wanita keturunan Tionghoa itu sedang menggoreng sesuatu yang tidak Anya ketahui apa. Dan Anya yang dianggapnya tidak punya kegiatan lain__langsung saja diseretnya ikut kedapur. Padahal gadis itu sama sekali tidak bisa memasak.

Oh!! Dia benar-benar menyedihkan.

Ketika Ui pamit sebentar menuju kulkas__penggorengan diatas wajan di serahkan kepada Anya.

Namun gadis itu justru melamun.

"Anya jangan melamun, cepat tambahkan minyak nanti akan gosong."

Ui berteriak dari balik pintu kulkas. Wanita itu sedang mencari beberapa buah di dalam lemari pendingin untuk ikut dihidangkan nantinya.

Anya terkesiap lantas mengambil minyak yang tidak jauh di depannya kemudian menuangkan beberapa isinya diatas wajan. Karena dasarnya bodoh dan sedang panik melihat tanda-tanda masakan gosong__Anya tidak sengaja menyenggol wajan dengan sikunya__dan tebak wajan itu jatuh dan hampir saja mengenainya jika saja seseorang tidak menariknya lebih dulu dari sana.

Hampir saja.

"Dasar sinting. Kalau ingin mati jangan dirumahku," itu Rendi. Ia tampak emosi dan juga terlihat__khawatir.

Eh khawatir??

Yang benar saja!

Anya tersadar dan segera melepas lengannya yang masih dipegang kuat oleh pemuda itu__mungkin karena sama kagetnya sampai tidak sadar telah mencengkram lengan Anya dengan keras.

"Siapa juga yang mau mati, " Anya sedikit gugup kemudian ia berlalu dengan cepat menuju wajan yang tumpah barusan kemudian mulai membersihkannya.

"Wah, apa aku melewatkan sesuatu?"

Rendi yang masih berada ditempatnya menatap Ui dengan datar. Wanita itu pasti akan mengatakan sesuatu yang tidak wajar lagi.

"Kufikir Anya sudah gosong. Aku jadi penasaran bagaimana rupanya saat gosong. Hihihi__" Rendi menghela nafas saat dugaannya benar tetapi ia tidak mengatakan apa-apa, hanya saja matanya menatap jengkel kepergian Ui dari dapur menuju ruang makan sembari membawa buah-buahan.

Tepat setelah makan malam, akhirnya Rayland tiba di mansion bersama Antonio. Tetapi ia cukup heran saat keadaan rumah telihat sepi, hanya beberapa pelayan yang telihat berlalu-lalang mengerjakan sesuatu. Kemudian pria itu diberitahu bahwa keluarganya tengah menonton di bioskop yang khusus dirancang untuk mansion besar tersebut. Sejujurnya kegiatan menonton bersama seperti sekarang ini sudah lama tidak mereka lakukan.

Jadi Rayland sedikit kaget mendengarnya.

Mengabaikan rasa lelahnya pria itu melangkah menuju bioskop mansionnya. Tepat saat ia membuka pintu ruangan yang menghubungkannya dengan bioskop, semua pasang mata menatapnya. Kecuali satu orang yang tengah tertidur.

"Kamu sudah pulang?" Tania bertanya kemudian wanita itu tersenyum.

"Kemarilah bergabung." Ryan menambahkan sembari menepuk kursi di sampingnya, seolah-olah hanya tersisa kursi itu.

"Ray pasti lelah, biarkan dia istirahat." Rangga ikut menyahut lalu menatap Rayland dengan gestur seolah menyuruhnya untuk beristirahat dikamar.

Ramlan sendiri hanya terdiam, tetapi membenarkan perkataan Rangga bahwa Rayland butuh istirahat.

Namun nyatanya Rayland mengabaikan perkataan kakaknya. Fokusnya hanya tertuju pada sosok lain yang dengan entengnya tidur disamping adiknya__Rendi__bahkan sampai menyandarkan kepalanya dibahu pemuda itu.

"Hmm.. aku lelah. Aku ingin segera beristirahat," yang lain mengangguki perkataan Rayland dan menduga pria itu akan segera meninggalkan ruang bioskop. Tetapi siapa yang akan menduga jika ternyata ia justru berjalan dengan langkah mantap menuju tempat Rendi dan Anya yang sedang tertidur dibahunya.

Lantas mengangkat tubuh istrinya dalam sekali sentakan dan menggendongnya ala bridal, lalu tatapannya mengarah pada Rendi yang juga menatapnya.

"Aku ingin beristirahat bersama istriku." Katanya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Dan Rayland sama sekali,

.

.

.

Tidak menyadari perkataannya barusan.