webnovel

About Last Night

Impian dan harapan bagaikan hancur dalam sekejap hanya karena seorang yang bersamaku selama ini. Apakah aku akan menyerah karena ini atau aku harus berjuang menghancurkan persepsi buruk orang-orang di sekitarku? Apakah aku akan tetap menerimanya setelah mengambil seluruh asa yang kuinginkan? Aku mungkin bukan menjadi orang yang paling bahagia di dunia ini karena luka-luka yang belum kering, namun aku bisa menjadi orang pembawa rasa bahagia untuk orang lain ~ Christella

Isabelle1310 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
8 Chs

Bab 4

Kini aku duduk berhadapan dengan orang yang telah meninggalkanku di saat yang sulit. Aku menunduk dan memainkan kakiku. Rasanya canggung sekali. Aku hanya ingin pergi dari situasi ini.

"Hei, kamu siapa?" tanya Kak Aito.

"Lo nggak tau gue siapa?"

"Nggak tau. Kalo nggak berkepentingan, pergi aja sana"

"Jangan, Kak Aito! Di... Dia kakakku," ucapku takut.

"Tuh dengerin," ucap kakakku dengan nada tinggi.

"Kak Aito, jangan marah! Meskipun begitu, dia tetap kakak aku," pintaku dengan sangat.

"Kenalin nama gue Callel"

"Hm... Arti nama lo kan dingin. Pantes sih, kalo lo dibenci sama orang banyak," sarkas Kak Aito.

"Kak Aito, kita ke dapur aja ya. Kita kan mau bikin pancake," bujukku dengan senyum yang dipaksakan, namun Kak Aito tidak mendengarnya sehingga membuatku meraba-raba sekelilingku. Aku berusaha menahan keseimbanganku, namun karena ada botol plastik bekas Callel terbang, aku pun terjerembab membuat kakiku memar dan telapak tanganku sedikit tergores. Kak Aito pun langsung dengan sergap berlari menuju arahku dan mengendongku menuju dapur. Aku pun yang sudah menahan tangisan dari tadi langsung meluap membasahi baju Kak Aito.

"Maaf... Maafin kakak tadi nggak denger kamu," ucapnya dengan penuh rasa penyesalan. Ia pun langsung membawaku ke dapur. Aku yang sudah menahan tangisku langsung mengeluarkannya sehingga membuat baju Kak Aito basah.

Saat aku mulai tenang, Kak Aito mulai mengambil kotak P3K, ia mengobati dengan telaten.

"Kakak, aku masih nggak bisa percaya Kak Callel. A... Aku ta..." ucapku ketakutan. Kakak Aito memeluk dan mengelusku.

"Kakak yakin kamu bisa ngelewati apapun. Kamu tetep harus menghormati dia karena dia bagaimanapun adalah kakakmu," ucapnya sambil memegang erat tanganku dan mengelusnya.

"Ayo, kak, kita bikin pancake buat kakak," ucapku tersenyum dengan dipaksakan.

"Nggak, La. Kamu istirahat aja," bujuk Kak Aito.

"Janji itu utang, jadi harus ditepati kak. Lagipula, aku nggak mau kakak jajan sembarangan"

"Iya, udah deh. Kali ini, kakak nurut kamu. Jadi, bahannya apa aja?"

"Tepung terigu 150gr, susu bubuk 3 sendok, gula 1 sendok, air 150 mL, margarin 1 sendok, sama telur 1 butir. Ambilkan baskom sama whisker"

"OK, tunggu di sini ya!" ucap Kak Aito.

Aku pun mengetuk jari-jariku dan bersenandung menghibur diri. Hari ini merupakan hari terberat bagi hidupku.

"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Buat dengan senang hati biar lebih enak saat dimakan"

"Iya, kak. Mana serahkan baskom, whisker, tepung terigu, dan susu bubuk!" suruhku ke Kak Aito. Aku pun mulai meraba tepung terigu dan memasukkan ke dalam baskom, kemudian Kak Aito menuangkan susu bubuk. Aku mengambil whisker dan mulai mengaduknya.

"Pelan-pelan aja. Kasian bibi bersihinnya"

Aku mengangguk-anggukan kepala.

"Aku masukin gula sama airnya yaa... Kamu tetep ngaduk ya"

"Iya, aku nunggu perintah kakak"

Kami pun hening lagi. Kak Aito mulai memasukkan margarin dan telor.

"Sini, aku gantikan. Duduklah di meja makan"

"Aku tidak mau. Nanti saat ini digoreng baru kakak aja"

"Baiklah, aku nurut kamu"

Kak Aito mengelus kepalaku, namun Kak Callel membentak dari belakang.

"Tidak ada yang boleh mengelus adikku selain aku"

"Kak, cukup. Aku butuh cinta dari orang lain saat kakak nggak ada," bentakku. Aku memberikan adonan ke Kak Aito dan berjalan meraba meninggalkan ruang makan dan menuju kamar tidur.

~~~

Aku berdiam diri di kamarku. Aku sangat kesal sekali dengan kakak. Aku menghadap langit-langit kamar. Aku menghela napas.

"Tok tok tok"

"Sapa itu?"

"Kak Aito. Aku boleh masuk nggak?"

"Aku mau sendirian dulu, ya. Kalo kakak mau berangkat kerja, jangan lupa bawa bekal sama vitamin. Aku mau tidur dulu"

"Oke, La. Selamat tidur. Jangan sampe telat makan ya"

"Makasih, kak"

Aku diam dan meringkuk di dalam selimut membelakangi pintu. Angin tidur mulai menyambangiku sehingga mulai menyelami laut mimpi.

~~~

Aku mengatur napasku. Mimpi yang sama masih menghantui diriku. Aku bangun dan menggenggam tubuhku. Tiba-tiba, aku mendengar notif dari hpku. Aku menggeser layar hp ke atas dan ternyata Kak Aito menelponku.

"Halo, ini vidcall"

"Aku kangen kakak padahal baru sebentar"

"Sama. Jangan lupa makan, meskipun kamu lagi kesel sama kakakmu"

"Oke, kak. Ya udah, lanjut kerja sana"

"Iya. Bye"

"Bye"

Aku beranjak berdiri dan keluar dari kamar menuju toilet. Ketika masuk ke dalam toilet, kudengar suara derap kaki mendekatiku.

"Ini pasti, kak Callel," batinku.

Aku segera berjalan agak cepat untuk mencapai pintu toilet, kemudian masuk dan menutup pintu agak keras.

"Ella, maafin kakak," ucap Kak Callel dengan menggedor-gedor pintu.

Aku kebingungan karena Kak Callel tiba-tiba diam. Aku pun mendekat ke pintu kamar mandi.

"Kakak keluar dari rumah itu karena ada alasannya"

"Kakak...".

Kak Callel menghela napas. Aku pun yang semakin kesal sehingga aku mendobrak pintu.

"Ahh... Sakit"

Aku merasa sangat khawatir, namun aku masih merasa sakit hati sehingga kubiarkan. Aku yang awalnya ingin menuruti perintah Kak Aito menjadi tidak ingin sehingga aku kembali ke kamar. Dari belakang, kudengar Kak Callel meneriakkan namaku.

"Ella"

"Ella"

Kututup pintu kamarku dan mendekam diri dekat pintu. Aku melamun dan merasakan kesunyian. Aku yang hendak berdiri hampir terpeleset karena sebuah kertas yang diselipkan dari bawah pintu. Kuraba kertas itu dan merasa sangat kesal.

"Kak, aku buta. Aku nggak bisa lihat," bentakku dengan nada tinggi.

"Maafin kakak. Kakak lupa," teriak Kak Callel dari luar.

"Pergi, kak"

"Kakak nggak mau pergi sebelum kamu keluar makan"

"Iya, aku mau makan"

"Oke"

Aku membuka pintu kamarku dan turun perlahan-lahan. Aku sudah mulai terbiasa dengan denah di rumah ini.

"Pasti kamu mau turun karena kasian sama kakak, kan?"

"Siapa bilang? Aku nurut sama perintah Kak Aito"

"Kok kamu kayak gitu sih?"

"Siapa suruh ninggalin aku?"

Kak Callel diam bergeming, namun aku mempercepat langkahku.

~~~

Sesampainya di ruang makan, aku duduk di tempat paling ujung. Aku mulai makan pecel saus kacang yang disiapkan oleh bibi.

"Pelan-pelan, ya nak," ucap bibi sambil mengelus kepalaku.

"Selamat makan, bi"

Aku makan lahap membuat mulutku celemongan karena saus kacang. Aku tak peduli, namun ada Kak Callel yang tiba-tiba membersihkan mulutku.

"Makanlah pelan-pelan"

"Berikan tisunya biar aku yang bersihkan sendiri. Aku tak butuh perhatianmu"

"Kenapa kamu menjadi seperti ini? Kamu selalu bersikap lembut"

"Karena kakak sendiri yang mengubah itu semua," bentakku.

Aku pun beranjak dari kursi.

"Aku tidak ingin makan lagi," ucapku, kemudian aku berbalik arah dan meninggalkan meja makan sambil menangis. Dalam perjalanan, Kak Aito seolah-olah berbicara menyemangatiku.

"Aku tahu kamu pati sangat sakit. Tapi, aku yakin kamu bisa melewati ini semua"

Sesampainya di kamar, aku langsung mengunci pintu dan menutup jendela. Aku bersandar di pintu. Kudengar Kak Callel berbicara.

"Ella"

"Maafin kakak"

"Kakak nggak tau kalo kamu sampe tersakiti seperti itu"

"La, kakak mohon beri kakak satu bulan untuk bikin kamu nerima kakak kayak dulu lagi"

"Kalo kakak nggak bisa?"

"Kakak bakal pergi dari rumah ini selamanya"