Bersama-sama mereka mengendarai menuju negeri hujung timur. saling beriringan di sepanjang jalan tak pernah pula merasakan adanya keakraban dia dengan orang-orang yang bersamanya, di sepanjang jalan mereka saling tertawa dan bercerita di atas kuda seakan sudah saling mengenal lamanya.
Setiba di negeri hujung timur terlihat reruntuhan dan bau busuk yang masih menyengat dari sisa-sisa jasad para syuhada, melihat kondisi negeri yang sudah tak memiliki nyawa serta menjadi negeri belantara, lantas membuatnya bersyukur dia tak pernah merasakan kepahitan dan kepedihan dalam penjajahan seperti negeri yang dia lihat.
Dia mulai melangkah jauh dari perkumpulan mahmed, omar, dan syuaib. Di ambilnyalah buku dan pena dari jubahnya sebagai media ke penulisannya dalam setiap hal penting baginya untuk mengukir tulisan, di tulisnya perkalimat yang tertuliskan.
Maha besar Allah yang merencanakan dan mengakhirkan, tiada penyelamat dan penolong sebaiknya, jika ada yang terbunuh dalam perlawanan demi mempertahankan kebenaran semoga mereka termaksud orang-orang yang syahid, dan jika pula ada dari mereka yang selamat dan di selamatkan semoga mereka di tabahkan dan di berikan ampunan dengan peristiwa pedih yang mereka lalui.
Setelah selesai Abdul berpindah dari satu sisi ke sisi lainnya, melihat potongan sisa-sisa daging membuatnya merasa simpati, di tuliskannya lagi.
apabila aku berada di posisi mereka dalam keadaan penuh dosa apakah kau akan mau menyelamatkanku? Mungkin jika sebelum aku terbunuh aku akan mengatakan engkau tidaklah adil sementara aku tahu aku manusia penuh dengan dosa dan noda apakah pantas aku meminta keselamatan darimu, dan apakah pula engkau memantaskan aku mendapatkan keselamatan darimu.
Berdirilah dia untuk ketiga kalinya dan berpindah tempat lagi, dilihatnya sala satu bangunan seperti bekas campur baur antara kaum lelaki dan wanita. Di tuliskannya lagi sebuah tulisan.
Jika penindasan ini terjadi, jika pembunuhan ini terjadi, jika pembantaian ini terjadi, Karena kemungkaran manusia itu juga maka beruntunglah aku bukan termasuk golongan mereka yang berbuat perkara sedemikian rupa.
Ketika hendak kembali kepada syuaib dan yang lainnya tak sengaja pula dia melihat mayit bayi yang sudah membusuk, dielusnyalah dengan kedua tangannya tanpa merasa jijik ataupun takut. Kembali ia menuliskan di bukunya.
Kekejaman manusia apabila sudah di butakan nafsu ingin menguasai dan memiliki tak segan-segan membunuh apapun sebagai tanda kepuasan diri, bayi yang tak berdosa mungkin anak yang masih kecilpun menjadi pelampiasan rasa ingin merampas dan raja di raja.
Setelah selesai dia kembali melangkah, tetapi tiba-tiba dia terhenti lagi, bukanlah melihat apapun yang membuatnya berhenti melainkan terdengar kepadanya suara-suara jeritan bahkan tangis yang memilukan, "tiada daya dan upaya yang dapat di lakukan melainkan pertolongan darimu, senang dan pilu terdengar sebagai mana adanya tertawa dan tangisan ini." Ucapnya sambil terduduk.
Secara tiba-tiba safwan datang mengagetkannya, "abdul kamu kenapa?."
Abdul mengangkat kepala melihat ke arah Safwan, "Safwan, tidak aku hanya bermenung diri melihat sekeliling."
"kalau begitu mari kita kembali, mereka sudah menunggumu lama disana."
"baiklah."
Mereka berdua pergi menemui Ahmed, Omar, dan syuaib. Ketika mereka berlima hendak pergi dari negeri tersebut, secara tiba-tiba seorang lelaki menghadang kuda mereka meminta pertolongan, lelaki yang terlihat terkena penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya terkelupas hingga terlihat dagingnya serta mata kiri lelaki itu terlihat telah memutih karena buta. Tanya Omar,
"siyapa kamu, dari manakah kamu datang?." Si lelaki tidak mampu berbicara dengan suara, dia hanya mampu berkomunikasi dengan gerakan tubuhnya agar mereka dapat mengerti maksudnya. Si lelaki meminta mereka agar mengikutinya ke dalam bekas bangunan tersebut, namun Abdul meminta agar mereka berhenti tidak memasukinya.
"Mengapa kamu memberhentikan kita?."
Ungkap abdul mengenai perasaannya,
"perasaan saya mengenai orang itu tidak enak."
"mengapa?. Dia hanya meminta pertolongan kepada kita."
"Tetapi aku merasa ada niat lain darinya."
Omar berkata, "mungkin itu hanyalah perasaanmu saja."
Dari ucapan Abdul mengenai si lelaki menjadi nyata, dari dalam bangunan si lelaki bersama sekumpulan orang yang berlari membawa tombak dan pedang menuju ke arah mereka.
Berkata mahmed, "tiada pertolongan terbaik darinya."
Berkata pula abdul, "selagi kita masih bisa pergi ayo kita secepatnya pergi dari sini."
Lekas mereka pergi menjauh, namun karena Omar yang lamban bersama kuda miliknya dia terkena lemparan tombak yang mengenai bahunya hingga terjatuh dari kudanya. syuaib melihat Omar yang terjatuh, "omar..." Syuaib menggayuh kuda dengan cepat kepada Omar.
"omar cepat naiklah."
"Kalian tidak apa-apa?." Tanya Abdul.
Jawab syuaib "iya kami tidak apa-apa, ayo segera pergi."
Setibanya mereka di sirdiynan terlihat wajah Omar yang sudah memucat tiba-tiba terjatuh lemah.
Saat seorang ahli dalam pengobatan melihat racun yang mengenai omar, dia meminta agar sala satu dari mereka menemukan orang yang membuat tombak beracun itu agar dapat di berikan penawarnya. Namun diantara mereka berempat hanya mahmed dan safwan yang takut kembali ke sana, tak mau mengambil waktu lama Abdul menyarankan diri untuk pergi kesana, tidak ingin membiarkannya pergi sendirian lantas syuaib turut serta dalam kepergiannya mencari penawar racun bagi Omar.
Lekas rasa takut hilang dari perasaannya, mahmed pun ikut serta dalam pencarian, namun abdul melarang apabila ada rasa ragu di hatinya maka sebaiknya dia tidak memaksakan diri. Namun mahmed tetap ingin ikut bersama mereka maka tinggallah Safwan sendiri bersama Omar yang masih terbaring tidak sadarkan diri.
Suka ataupun tidak mereka bertiga harus kembali ke negeri hujung timur demi satu nyawa untuk di selamatkan. dengan cepat mereka melewati Padang pasir menyingkat waktu yang takut terbuang hingga matahari terbenam. Sesampainya di sana tentu perasaan takut menyelimuti hati mereka, "saat pertama kali datang suasana terlihat nyaman dan tak ada sama sekali gangguan, namun ketika berjumpa dengan orang-orang itu dan kembali lagi kemari suasana seakan menjadi kelam dan tegang." Perasaan takut yang di rasakan mahmed memberatkan langkahnya memasuki negeri yang tak berpenghuni, "sebaiknya aku menunggu di sini saja."
Tinggalnya mahmed sebagai pengingat kepada syuaib dan Abdul jika terjadinya sesuatu. Hanyalah keberanian sebagai senjata untuk menemukan sekelompok orang yang menggunakan tombak beracun. Melihat sekumpulan jejak kaki yang memasuki bekas runtuhan bangunan, lantas Abdul ingin mengikuti arah jejak kaki itu, "apa kamu yakin Abdul kita harus mengikuti jejak kaki ini, sementara di dalam sana gelap tidak satupun terlihat benda ataupun semacamnya." Syuaib yang merasa ragu untuk memasuki bangunan tersebut apabila terjadi yang tidak di inginkannya meminta agar Abdul membatalkan niatnya, tetapi apabila tidak menemukan keberadaan mereka maka nyawa Omar akan terancam.
Mahmed yang sedang berdiri melihat sekelilingnya tidak merasakan keberadaan orang-orang itu, "syukurlah masih aman dan terkendali, semoga mereka selamat dan cepat kembali." namun secara tiba-tiba tanpa di duga dari belakang dia terpukul hingga membuatnya tak sadarkan diri. Ketika terbangun dia sudah berada di tempat yang tidak dia ketahui, "Dimana aku, tempat apa ini?." tidak lama kemudian kemunculan sesosok bayangan berjalan mendekatinya, membuatnya merasa takut jika terjadi sesuatu kepadanya, "siyapakah itu disana? Mengapa tubuhku tidak bisa bergerak?."
"Gelap sekali di sini." Ucap syuaib. Obor yang berjejer di sepanjang bangunan tiba-tiba menyala, Abdul dan syuaib bertanya-tanya dari manakah seluruh obor itu dapat menyala tanpa sentuhan tangan, "apakah kamu yakin ingin meneruskan, tempat ini semakin aneh, lihat saja semua obor itu menyala dengan sendirinya." Meskipun rasa takut syuaib meminta Abdul menghentikan pencarian mereka, tetapi tidak memudarkan keberanian abdul, "kembalilah, aku akan tetap meneruskan pencarian, apabila penawar racun itu tidak di dapatkan maka Omar akan tiada."
"Tetapi apa kau yakin jika aku kembali keluar kau baik-baik saja."
"Tiada manusia manapun yang menebak kapan ajal akan datang, hanya dia yang tau."
"Tetapi aku tidak bisa meninggalkan mu sendiri."
"Jika ada keraguan di hatimu maka tunggulah di luar, jika aku tidak kembali maka sampaikanlah permohonan maafku membiarkan satu nyawa tiada."
Walau ragu meninggalkan Abdul sendirian tetapi syuaib tidak bisa terus maju sedangkan dirinya terus merasakan ketakutan, saat baru membalikkan badan sekelompok orang bersenjata membawa mahmed yang terikat ke hadapan mereka, "Abdul, abdul, lihatlah tuan mahmed." Ketika syuaib memintanya membalikkan badan, lantas dia melihat mahmed yang tak berdaya terikat dari tangan hingga kakinya, "lepaskan dia, apa yang kalian inginkan?."
Satu di antara mereka berbicara dengan bahasa yang belum pernah Abdul pelajari sebelumnya, tentunya dia kesulitan untuk mengetahui ke inginkan mereka, namun syuaib sangat mengerti dengan bahasa mereka.
"mereka mengatakan mereka akan membunuh kita karena sudah berani menginjakkan kaki di tanah mereka." ucap syuaib merasa takut. Abdul tidak ingin bersikap gelisah karena dia tahu itu akan menambah buruk suasana, "sampaikanlah kepada mereka bahwa kedatangan pertama kita kesini hanyalah ingin bersilaturahmi kepada negeri mereka dan kedatangan yang kedua ini hanya ingin mencari penawar racun bagi teman kita Omar yang terkena tombak mereka." Dicobalah oleh syuaib untuk menyampaikan maksud kedatangan mereka, tetapi penjelasan syuaib tidak mendapatkan respon yang baik dari mereka.
Ketika mereka hendak menangkap syuaib dan abdul, segera syuaib menyebutkan nama remaja yang dia temukan bertahun-tahun yang lalu dari negeri mereka, lantas kemarahan mereka meredah ketika mengetahui anak keturunan mereka selamat dari penindasan yang dahulu terjadi. Barulah syuaib dengan tenang menjelaskan bahwa dia membutuhkan pertolongan dari mereka untuk menyembuhkan racun yang terkena kepada temannya. Karna waktu yang tidak memungkinkan maka abdul menyarankan agar syuaib membawa satu dari mereka, tentu adanya keraguan dari orang-orang itu untuk ikut bersama syuaib ke negerinya, sebagai jaminan abdul bersedia menunggu hingga mereka kembali lagi.