Karena tidak ada yang perlu dilakukan lagi, aku dan Fisa memutuskan untuk kembali ke Pak Smith.
Melihat waktunya sekarang, mungkin pembelajaran olahraga masih berlangsung.
"Fisa, apa kau bisa berjalan seperti biasa?"
"Tidak juga, aku hanya bisa berjalan perlahan."
"Begitu ya? Kuharap kau bisa mengikuti ujian atletik nanti."
"Aku juga berharap begitu, tapi bagaimana jika aku tidak bisa?"
Dengan nada bicara yang agak sedih, Fisa berbicara seperti itu.
Aku yakin kalau dia memang merasa sedih.
Apakah aku harus menghiburnya?
Yah, sebenarnya itu tidak perlu ditanyakan lagi.
"Fisa, apa kau baik-baik saja?"
"A-aku tidak tahu."
"Jika tidak keberatan, bisa kau lihat wajahku?"
Kali ini, aku mencoba untuk tersenyum dan menghiburnya.
Lalu secara perlahan aku mengangkat kulit wajahku hingga batas tertentu.
"Pftt..."
Saat Fisa sedang melihatku yang mencoba untuk tersenyum, dia langsung menutup mulutnya sendiri dengan tangannya setelahnya.
"Hahaha! Apa-apaan wajahmu yang terlihat kaku itu? Sungguh, ada apa denganmu? Kau sangat lucu! Hahaha!"
Kemudian dia tertawa.
Yah, ini cukup bagus, pikirku.
Aku berhasil membuatnya tersenyum lagi, bahkan tertawa.
Sekarang, wajahnya penuh dengan senyuman karena tertawa.
Dan seperti biasa, aku kembali merasakan hal aneh saat melihatnya seperti ini.
Fisa memang terlihat sangat manis saat sedang tersenyum, itulah yang kupikirkan.
"Bagaimana menurutmu?"
"Hah... hah... wajahmu memang terlihat aneh, tapi itu juga lucu."
"Begitu ya?"
"Ya, kalau begitu, ayo kita kembali menemui Pak Smith!"
"Ya, aku mengerti."
Karena kami sudah cukup lama izin ke UKS, jadinya Fisa mengajakku untuk segera kembali ke Pak Smith.
Kami tidak membicarakan apapun lagi diperjalanan menuju lapangan olahraga.
Entah kenapa, situasinya menjadi canggung.
Ya, sudahlah.
Aku tidak boleh terlalu memikirkannya.
Saat kami sudah kembali, ternyata pembelajaran olahraga sudah berakhir.
Hanya tersisa beberapa orang saja di lapangan olahraga ini, bahkan Pak Smith sudah tidak terlihat disini.
"Fisa, bagaimana keadaanmu?!"
Lalu dengan penuh kekhawatiran, Cika datang menghampiri Fisa bersama dengan Lina.
"Aku baik-baik saja untuk sekarang, terima kasih karena sudah mengkhawatirkan ku!"
"Saat melihatmu terjatuh, aku sangat panik. Tapi untungnya Satomi yang bertindak seperti pangeran membuatku sedikit lega."
"Tenang saja, kaki ku hanya terkilir biasa."
"Syukurlah kalau begitu!"
Setelah berhasil ditenangkan oleh Fisa, kini Cika mulai menghadap ke arahku.
"Satomi, terima kasih karena sudah membawanya ke UKS! Dan juga, apa-apaan tindakanmu itu?! Kau sangat keren seperti pangeran!"
Kukira Cika sudah tenang, tapi ternyata dia masih terlihat bersemangat.
"Cika, tenanglah!"
Lina yang sedari tadi diam, kini ikut berbicara dan menenangkan Cika yang begitu bersemangat.
"Fisa ... lain kali, kau harus berhati-hati!"
Kemudian Lina juga memperingati Fisa agar dia lebih berhati-hati lain kali.
Sebagai teman, kurasa Lina memberikan kata-kata yang tepat pada Fisa.
Aku sedikit mengerti sekarang.
Jadi seperti inilah yang disebut berteman.
Mereka akan saling mengkhawatirkan satu sama lain, dan mungkin mereka juga akan berbagi kesulitan dan saling menasehati pada yang lainnya.
Aku agak ragu, apakah teman seperti itu benar-benar diperlukan dalam kehidupanku?
Jika iya, kenapa?
Jika tidak, kenapa?
Entahlah, aku tidak tahu jawabannya.
Hal itu semakin membuatku bingung.
Aku tidak pernah berteman sebelumnya.
Atau mungkin pernah?
Sayangnya aku tidak bisa mengingatnya.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pertanyaan yang bertambah.
Apa yang harus kulakukan sekarang?
Ah, benar juga.
Aku tidak perlu terburu-buru untuk mendapatkan jawabannya.
Untuk sekarang, kupikir aku hanya perlu fokus terhadap Fisa bersama dengan masalah yang sedang dia hadapi.
"UHH!!"
Tidak, kenapa harus sekarang?
Kepalaku sakit sekali.
"UGH!"
Sepertinya aku terlalu memikirkannya dan berakhir diserang oleh sakit kepala yang terasa sangat menyakitkan.
Astaga, ini terlalu sakit.
Walaupun aku memegangi bagian kepalaku dengan kedua tanganku, tetap saja rasa sakitnya tidak berkurang.
Perlahan aku tidak dapat lagi menopang tubuhku sendiri hingga akhirnya tersungkur ke tanah.
Kesadaran ku mulai memudar.
"Satomi, kau kenapa?!"
"Sa-satomi?!"
"Apa kau baik-baik saja?"
Samar-samar, aku dapat mendengar suara Fisa dan yang lainnya.
Aku tidak boleh membuat Fisa khawatir, jadi aku tidak akan pingsan hanya karena ini.
Lakukan secara perlahan, aku pasti bisa menghilangkan rasa sakitnya.
Aku hanya perlu berpikiran jernih, tanpa memikirkan apapun, dan yang terpenting tetap jaga pernafasan agar otak masih bisa menerima kadar oksigen tanpa hambatan.
Kosong, semuanya kosong.
Tidak perlu membayangkan apapun, tidak perlu memikirkan apapun.
Yah, ini bagus.
Secara perlahan sakitnya mulai mereda, dan kini aku mendapatkan kesadaran ku kembali.
"Satomi! Satomi! Kau kenapa?!"
Aku dapat mendengar suara Fisa yang sepertinya sedang merasa khawatir.
"Uhh..."
Dengan keadaan masih memegangi bagian kepalaku, perlahan aku mulai berdiri seperti biasa.
Untungnya aku bisa melakukannya tanpa rasa sakit apapun.
"Satomi! Apa kau baik-baik saja?!"
"Mau pergi ke UKS?"
"Kau kenapa?"
Kini aku dapat mendengar perkataan dari mereka bertiga, dan mungkin mereka semua merasa khawatir padaku.
Apa aku dianggap sebagai teman oleh mereka?
Tidak, jangan pikirkan hal itu.
"Maaf membuat kalian khawatir, kurasa aku hanya kurang tidur."
Aku tidak tahu harus berbicara seperti apa untuk menenangkan mereka, jadi aku hanya bisa mengatakan kalau aku kekurangan waktu tidur.
"Apa kau yakin?" (Lina)
"Yah."
"Tapi kau tidak terlihat baik, Satomi." (Fisa)
"Sebaiknya kau pergi ke UKS untuk diperiksa." (Cika)
Pergi?
Ah, aku tahu.
Saat Cika menyuruhku untuk pergi, kupikir itu kesempatan yang bagus untuk berbicara dengannya.
Aku ingin membicarakan sesuatu dengan Cika, tapi aku tidak ingin Lina dan Fisa mendengarnya.
"Cika, apa kau sedang luang?"
Aku hanya perlu mengabaikan Lina dan Fisa lalu berbicara pada Cika, hanya ini yang bisa kulakukan.
"Ya, aku memang luang, sih. Tapi kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Karena aku ingin membicarakan sesuatu denganmu."
"Apa itu sesuatu yang penting?"
"Entahlah, aku juga tidak tahu."
Aku ingin mencari tahu tentang orang yang mengintip aku dan Fisa saat di UKS tadi, dan kupikir Cika adalah orang yang tepat untuk memberikan petunjuk.
Ini masih dugaan ku.
Orang itu memiliki hubungan dengan Fisa, dan dia juga telah membuat Fisa melanggar beberapa peraturan sekolah hingga mendapat pengurangan point.
Beberapa hari belakangan ini sikap Fisa mungkin agak berubah, dan aku yakin kalau penyebabnya adalah orang itu.
Jadi setelah aku menduga beberapa hal, aku merasa kalau aku hanya bisa berbicara pada Cika untuk mendapatkan petunjuknya.
"Ya, terserah kau saja. Dimana kita akan bicara? Lalu apa mereka berdua boleh ikut?"
Untungnya Cika menerima ajakanku untuk berbicara.
"Mungkin di H's Cafetaria. Lalu aku ingin bicara empat mata saja, kau mengerti?"
"Kenapa? Apa kau akan mengaku padaku?"
"Mengaku? Tidak, ini bukan tentang hal itu."
"Oh, kalau begitu ... haruskah kita pergi sekarang?"
"Ya."
Saat berbicara dengan Cika, sebenarnya aku mendengar beberapa suara dari Fisa dan Lina, tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya.
Aku merasa kalau ini adalah pilihan terbaik, jadi tanpa menunggu waktu yang lama, aku dan Cika pergi ke H's Cafetaria meninggalkan Fisa dan Lina.
Mungkin mereka berdua akan membuntuti dari belakang, untuk itu, aku harus langsung berbicara ke intinya tanpa membuang banyak waktu.
"Jadi apa yang ingin kau bicarakan?"
Sekarang aku dan Cika telah sampai di H's Cafetaria, dan juga kami sudah duduk berhadapan di meja paling belakang.
Aku tidak merasakan kehadiran Fisa dan Lina sejak pergi, sepertinya mereka tidak mengikuti kami.
Jauh di dalam diriku, aku merasa bersalah karena telah berbuat seperti ini, tapi apa boleh buat, semuanya akan kulakukan demi orang yang kucintai.
"Aku akan langsung ke intinya, bagaimana Fisa akhir-akhir ini menurutmu?"
"Kurasa tidak ada masalah apapun, dia terlihat biasa-biasa saja."
Aku tidak tahu Cika sedang berbohong atau tidak, tapi yang terpenting aku harus mendapatkan petunjuk tentang orang itu.
"Begitu ya?"
"Memangnya kenapa? Apa kau merasa khawatir padanya?"
"Ya, begitulah. Tapi hal sebenarnya yang ingin aku bicarakan denganmu, itu tentang seseorang yang sedang aku cari."
"Aku tidak mengerti maksudmu."
"Cika ... saat Fisa terjatuh tadi, menurutmu kenapa ada banyak orang yang mendekat?"
"Mungkin mereka merasa khawatir atau semacamnya? Lalu Satomi, apa hubungannya Fisa yang terjatuh dengan seseorang yang ingin kau cari?"
"Kau tahu? Jika aku terlambat bertindak sepersekian detik, maka Fisa akan menangis."
"Eh, kenapa?!"
Entah percaya atau tidak, tapi dia terlihat terkejut.
Sebenarnya ini masih perkiraan dariku saja.
Jika orang itu berhasil menggapai Fisa, maka Fisa tidak akan terlihat lagi hari ini.
Kemudian Fisa akan kembali besok hari dengan kondisi dan keadaan yang berbeda.
"Itu bukan hal yang perlu dipikirkan. Baiklah, pertanyaan terakhir. Saat aku menggendong Fisa menuju UKS, apakah ada orang lain yang tidak ikut pelajaran olahraga?"
"Sungguh, Satomi. Dari awal aku tidak mengerti topik pembicaraan ini, dan sekarang kau ingin menutupnya?"
"Jawab saja. Mengerti atau tidak mengerti, itu tergantung pada pola pikirmu."
"Kau memang aneh. Dan aku juga tidak ingin berlama-lama berbicara denganmu, jadi aku akan menjawabnya."
"Ya, lalu siapa orangnya?"
"Setelah kau dan Fisa pergi, pembelajaran masih dilanjutkan. Kurasa semuanya mengikuti, umm ... mungkin hanya si Charles yang ada izin ke toilet saat itu."
"Charles, apa dia orang yang mendapat peringkat pertama saat ujian akademis?"
"Ya, memangnya siapa lagi?"
"Oh, begitu?"
"Apa kau sudah puas? Aku ingin pergi sekarang!"
"Kau bisa pergi, terima kasih atas jawabannya!"
Lalu saat kupersilahkan pergi, Cika pun langsung pergi meninggalkan ku.
Kami berdua memang berada di dalam H's Cafetaria, tapi kami hanya memesan air putih yang dimana point tidak perlu dipakai.
Kupikir aku juga harus pergi sekarang.
Baiklah, satu petunjuk telah kudapatkan sekarang.
Walaupun hanya satu petunjuk, tapi petunjuk itu sangatlah penting, karena aku langsung dapat mengetahui pelakunya itu sendiri.
Ternyata orang itu bernama Charles, orang yang mendapat peringkat pertama saat ujian akademis, dan juga orang yang telah membuat Fisa merasa tidak nyaman.
Kurasa Charles adalah orang yang sama saat waktu itu.
Jika dia memang orang yang sama, berarti dia akan merencanakan sesuatu untuk membalasku.
Tidak hanya itu, sebenarnya ada hal lain, dan kupikir ada kemungkinan kalau dia telah melihat Fisa yang sedang mencium diriku saat itu.
Dia terlalu lambat dalam menjalankan rencananya, mungkin karena dia membutuhkan waktu yang tepat untuk menjalankannya.
Kini aku sudah mengetahui beberapa hal tentangnya, dan aku akan bergerak untuk mempercepat rencananya itu.