webnovel

IBU ASTI, GURU FISIKA

Waktu pun berlalu, hari berganti hari, terlihat pagi itu Hasann sedang memarkirkan motornya. Ia bertemu dengan ibu Asti yang baru saja datang dengan motor Honda keluaran baru.

"Pagi pak Hasann."

"Pagi... ." Hasann yang sudah selesai memarkirkan motornya, jadinya menunggu Asti untuk berjalan bersama. Sudah sekitar 4-5 bulan semenjak kunjungan Ririe ke sekola itu, Hasann sendiri lagi menjalani rutinitasnya. Mengajar.

"Haaii..."sapa Asti , berjalan mendekat. Merekapun bersalaman tangan.

"Apa kabar bu Asti ?"

"Yaaa beginilaaah...hehehe ,"katanya sambil senyum, merapikan rambutnya kebelakang telinganya. Hmm...Asti ini salah satu guru muda yang menaruh simpatik terhadap Hasann.

Udara pagi itu cukup segar setelah diguyur hujan hampir sepanjang hari kemarin, ditambah hujan di waktu subuh. Sambil berjalan Hasann menikmati udara segarnya. Engga ada pembicaraan sepanjang beberapa puluh meter sampai ke depan pintu ruang guru.

Asti hanya memperhatikan penampilan Hasann, begitu juga sebaliknya.

"Have a good day bu Asti," kata Hasann yang mengangkat kelima jarinya, dan disambut Asti.

"Plaaak... !!" terdengar suara dua telapak tangan yang ditabrakan, cukup mengalihkan perhatian beberapa guru yang sudah hadir disana.

Terasa aneh ?? Jawabannya : Ya ! Bagi Hasann pun sebenarnya terasa aneh juga, tapi ia segera menarik kursinya dan duduk dengan tenang. Engga berani ia menoleh ke arah Asti. Baru setelah lama dan disibukan dengan persiapan mengajarnya, Hasann ikut berbincang-bincang dengan guru lainnya, ia melihat ke arah Asti. Entah Asti tahu atau engga tapi ia tetap menunduk , sedang menulis sesuatu dibukunya.

Hari-hari pun berlalu tak terasa sudah kembali ke hari Jum'at, hari terakhir mengajar.

"Pak Hasann nanti kita ke pasar baru yuuk temani aku ke toko sepatu,"kata Asti.

Hasann berfikir sejenak, menganggukkan kepalanya "Ok...,"katanya.

Selesai jam sekolah, Hasann dan Asti masing-masing dengan kendaraannya menuju ke pertokoan Pasar Baru.

"Engga apa-apa kan yaa nemenin Asti, keluar masuk toko hehehe ?" sahutnya lucu kayak anak kecil aja.

"Iyaa engga apa-apa , aku juga perlu refreshing sekali-kali sih." Hasann berkata jujur sebenarnya, karena ia pun perlu penyegaran.

"Yang ini cocok engga yaaa ? atau lebih bagus yang ini ?" tanya Asti membandingkan sepatu kets yang akan dibelinya.

Hasann memberikan pendapatnya, "Kalo menurut aku sih lebih pantas yang warna putih , modelnya juga bagus."

"Okee deeh , aku pilih yang ini." Asti tersenyum , menoleh ke Hasann.

Selesai dengan sepatunya, Asti mengajak Hasann untuk masuk ke sebuah restaurant.

"Kita makan mie bakso dulu yuuk pak Hasann ?"

"Ayoo aja." Hasann ikut ajakannya.

"Aku panggil Asti aja yaaa kalo diluaran mah ? dan kamu juga bisa panggil aku Hasann aja hehehe," kata Hasann.

"Hehehe...iya siap pak Hasann !" Asti malah canda'in dia.

"Ngomong-ngomong, Hasann sama Ririe sekarang gimana sih ? masih hubungan gitu ? kok kayaknya lama engga ada kabar dari dia," tanya Asti langsung nembak aja.

"Mmmm...masih sih. Yaaa begitu aja . Kami masing-masing sibuk sih yaa ? Hubungan jarak jauh emang begini, banyak engga enaknya sebenarnya," kata Hasann seraya menggigit bibir bawahnya , ia sedikit curhat.

Asti menganggukan kepalanya, masih menatap Hasann, "Hm...masih kuliah S2 sih Ririe nya juga yaa ?"

"Iya...sekarang sudah semester 3. Sebentar lagi selesai."

"Trus...kalo udah lulus, mau ngajar lagi dia ?"

Hasann makin risi aja dibuatnya, sebenarnya ia engga mau ditanya-tanya soal Ririe oleh perempuan didepannya ini, ia pun menjawabnya singkat, "Mungkin."

"lhooo kok mungkin sih, gimanaaa...?masa engga tau sih ...?"

Eeeuugh...semakin ribeut aja rasanya hehehe...Hasann pun menjawab, "Yaaa engga tau laaah, itu kan urusannya dia...hm...udah aaah engga usah ngobrolin itu lagi hehehe...pusing ! hehehe." Hasann memijit pelipisnya . Hm.

Asti mengernyitkan alisnya sambil mengulum senyum. Lucu juga lelaki , guru matematika didepannya ini, dalam hatinya.

Selesai menyantap hidangannya, Hasann berinisiatif berjalan ke kasir membayar pesanannya. Aaah... ia merasa senang , sudah lama rasanya engga duduk berdua dengan seorang wanita dan mentraktirnya makan. Ia memang sesederhana itu.

Asti yang masih duduk di kursinya memperhatikan Hasann yang berjalan.

"Trimakasih yaa Hasann, udah nemenin cari sepatu trus nraktir aku lagi hehehe...," kata Asti

"Iyaa engga apa-apa , aku juga senang bisa jalan-jalan. Besok kan libur."

"Main ke rumah aku San ?" Asti mengundangnya dengan nada berteman.

"Di Jalan Rangga Gading yaaa ?"

"Iyaa kok tau sih hehehe... ?"

"Iyaaa tau laaah. Engga jauh kan dari sekolah kita yaaa ?"

"Deket banget... ."

"Iyaaa nanti kapan-kapan yaa ?"

Hasann belum berani untuk melangkahkan kakinya lebih jauh dengan wanita lain , karena seakan sebelah kakinya sudah terpaku, terikat oleh hubungannya dengan seseorang yang jauh di kota Semarang sana. Meski semakin hari, semakin terasa hambar hubungannya. Engga banyak lagi komunikasi antara mereka, hanya sebatas formalitas menanyakan kabarnya saja , tanpa ada emosi, kata-kata rayuan, datar saja. Kayak nunggu putus gitu.

Asti ini pembawaannya masih seperti seorang remaja, dibanding Ririe yang sudah lebih dewasa dalam berfikir. Sekilas Hasann dapat menilai meski umurnya mereka engga berbeda jauh.

"Elu harus mendalami suatu hubungan San, sampai agak jauh baru bisa menilai orang seperti apa, apalagi sama cewe. Itu butuh waktu, engga bisa cuma dari sekali, dua kali ketemuan bisa menilai. Gua rasa sih begitu yaaa." Ryandi , abangnya memberi semangat Hasann ketika ia kembali menceritakan masalah cintanya.

"Kalo sebentar, sebentar udah elu putusin mah, kapan bisa jadiannya dong...iya engga ?"

"Iyaaaa kan namanya juga belum jodo bang...aku rasa begitu yaaa. Kalo belum ketemu jodohnya mah, belum terasa ada 'klik' gitu ...hehehe, bener engga sih ? Hasann balik bertanya karena engga terlalu yakin.

Ryandi yang memiliki banyak pengalaman hidup, dan belajar dari alam yang keras, menjadi acuan buat Hasann.

"Harus sabar sama cewek mah, kalo elu udah yakin dengan si Ririe itu, yaaa terus aja elu deketin dia. Kasih dia pengertian, posisi elu sekarang seperti apa. Kalo elu udah deket mah sama dia, yaaa elu terus terang aja ...lagi pusing soal duit gitu...hehehe." Ryandi agak meledek, sedikit melecehkan adiknya yang meski sudah bergelar Magister juga, tapi kantongnya masih tipis, keberaniannya masih belum tampak.

"Hmmm...malu aaah hehhe."

"Aaaah engga usah gengsi-gengsi San, apa adanya aja kalo gua sih."

"Iyaaa thank you buat masukan dari elu, nanti gua pikir-pikir dulu dah, harus bagaimana. Cuma sama elu gua bisa curhat gini."

Ryandi mengulas senyum sambil sedikit menaikan dagunya, menghembuskan asap rokoknya keatas.

Chapitre suivant