"Mungkinkah kau yang…" Alfa ragu. "…membuat mereka (sekte) melepas kutukannya padaku?" tentu saja lanjutan ini hanya ada dalam batinnya.
Dan Rataka mendengarnya. Ia tersenyum dan berpura pura tidak tahu.
"Apa? Tanyakan saja. Kau malah membuatku penasaran."
"Hehe, tidak jadi." Alfa mengengeh.
Taka mengetahui bahwa anak itu semakin membaik kondisi mentalnya.
"Tadi kau bilang ada banyak yang ingin kau tanyakan. Ada apa?"
"Itu…polisi memintaku membuat sketsa pelaku, apa tidak apa-apa?"
"Tentu saja."
"Ah syukurlah. Ayah Amy adalah Pak Holan, cucuk dari keluarga Satria, kau tahu itu, Kak?"
"Tentu saja tahu."
"Aku harap kau mengenal mereka, jadi kita bisa bekerja sama."
"Dasar anak polos," batin Taka. "Oh ya, dilihat dari responmu sepertinya kau sudah tidak penasaran lagi siapa aku," pancing Taka. Ia duduk di sofa sembari makan apel yang ada di atas meja.
"Ah itu…" Alfa mengikuti duduk di sofa. "Aku cuma yakin kau bukan orang jahat. Bukankah kau juga melindungi Amy dariku saat kejadian di uks sekolah dulu." Alfa tersenyum mengingatnya. "Pukulanmu benar benar menyakitkan saat itu. Jika bisa dihindari, lebih baik menghindari pukulan semacam itu kan?"
Taka tertawa mendengar alasan cerdasnya yang cukup logis itu.
"Jadi kau akan jadi anak patuh sekarang?"
"Kurang lebihnya begitu. Tapi, mungkin lebih tepat disebut kaki tangan."
"Apa? Kau pikir aku penjahat?"
"Kau tertangkap cctv, jika polisi menangkapmu kau akan jadi tersangka kak. Mulai sekarang kau jadi buronan."
"Dasar anak ini, cih."
"Jadi bagaimana tanggapanmu? Tentang wajah Kak Valen yang akan tersebar?"
Alfa membuka ponsel dan menunjukkan fotonya pada Rataka. Ia memperhatikan lama gambar itu.
"Bagaimana?"
"Hemmm…ada yang aneh. Kenapa di foto dia agak tampan sedikit ya?"
Alfa memutar bola matanya. Sedari tadi berpikir ternyata berpikir hal yang tidak penting sama sekali.
"Kau serius membahas itu sekarang?"
"Teknologi zaman sekarang memang canggih ya," kata Taka sembari mengelus elus dagunya yang tak berjenggot.
"Yang serius lah. Jadi bagaimana? Apa tidak apa apa meng eskposnya?"
"Tidak apa apa. Ini malah akan jadi umpan yang bagus."
"Umpan?"
"Iya. Karena kita melibatkan polisi, jadi mereka (sekte) yang awalnya membuang si Valen akan berubah pikiran. Mereka akan mencari dan menangkapnya Valen apapun yang terjadi. Entah itu akan mereka bunuh setelahnya."
"Benar juga. Kalau polisi menangkapnya, sekte segitiga merah akan terbongkar. Itu akan jadi berita yang bagus."
"Tidak hanya itu, polisi akan mengisolasi mereka di tempat khusus yang lebih parah." Rataka tersenyum mengingat Holan adalah salah satu jajaran petinggi polisi. "Kau pikir Ramon akan tertangkap semudah itu? Tentu saja tidak. Dia pasti sudah menyiapkan tameng tameng yang lain di tubuhnya."
"Jadi apa yang harus kita lakukan, kak?"
"Kita harus menangkap Valen hidup hidup. Cuma dengan cara itu Ramon akan muncul, atau setidaknya memancing para pilar untuk keluar kotak."
"Kira kira di mana Kak Valen sekarang ya?"
"Kau masih memanggilnya kakak?!" Taka menyilangkan lengannya sinis.
"Ya itu karena… aku sudah terbiasa," alasannya. "Kebiasaan kan sulit hilang."
"Kalau begitu tidak usah memanggilku kakak. Kakakmu kan dia!"
"Iya iya maafkan aku. Aku akan mengubahnya."
"Lagipula bagaimana bisa kau ada di sekte itu awalnya? Menyusahkan sekali."
"Hehe…itu," Alfa mengengeh. Ia tak bisa menjelaskannya.
"Karena kau sudah sampai sejauh ini. Kau harus melanjutkannya sampai akhir. Sepertinya pekerjaanku akan berkurang. Ah akhirnya."
"Eh? Maksudnya?!" Alfa terkejut.
"Bukankah kau ingin melindungi pacarmu sampai akhir? Ya kalau begitu lakukan."
"D…dia bukan pacarku kok." Alfa memalingkan wajahnya malu. 'Lagipula apa maksudmu dengan pekerjaan? Apa seseorang memperkerjakanmu untuk melindungi Amy?"
Tak!
Tiba tiba Alfa memikirkan hal itu. Ia menjentikkan jarinya semangat setelah mengetahui sebagian rahasia Taka.
"Kakak!"
"Apa?"
"Apa atasanmu itu jangan jangan…."
Rataka menelan ludah.
"Tuan Holan, ayah Amy!"
"Syukurlah, dia mengira seperti itu. Kupikir dia akan mengatakan si Pak Tua Rossan," batin Tak.
"Ayo ngaku! Iya kan?"
"Kenapa kau sangat ingin tahu sih? Menyebalkan sekali."
"Kau benar benar kenal dengan Tuan Holan? Iya kan? Iya kan?" Alfa menggoyang goyangkan bahu Taka.
"Hentikan sialan!" Taka menepuk bahu Alfa hingga ia kesakitan. "Memangnya kau mau apa kalau tahu?"
"Syukurlah." Alfa memegang dadanya
"Ha? Kau ini kenapa sih? Tidak jelas dari tadi."
"Jadi begini, Kak. Alasan kenapa aku melaporkannya kepada polisi adalah Pak Holan menghubungiku secara pribadi. Bahkan beliau yang mengarang alasanku bisa berada di gedung kosong itu bersama pelaku."
"Benarkah?"
"Iya, awalnya aku sangat takut kalau sekte segitiga merah akan terbongkar ke luar. Tapi aku juga ragu karena Pak Holan adalah ayahnya Amy. Kemarin kami datang ke rumah, Pak Holan bertanya tentang kondisiku pasca siuman dari koma. Sepertinya beliau baik baik saja jika aku bersama putrinya. Mengajakku sarapan setelah wawancara di kantor polisi juga. Jadi…"
"Sudah sudah tidak usah diteruskan cerita pertemuan antara menantu dan mertua yang kuno itu. Jadi apa yang dia katakan? Apa yang dia suruh padamu?"
"Alasan mengapa aku berada di sana waktu itu dengan Valen."
"Jadi dia memintamu memberi kesaksian palsu sementara dirinya sendiri adalah polisi di sana ya," Taka tersenyum kecil. Sebenarnya dirinya sudah mengetahuinya, hanya saja dia mengetes kejujuran Alfa.
"Saat itu aku berharap kalian berdua saling kenal, karena aku tidak tahu harus memihak siapa. Jadi Pak Holan sudah tahu kalau kau bukan tersangka hanya karena kau tertangkap cctv kan?" khawatirnya.
"Tentu saja tidak."
"Ah ternyata sangat berguna memiliki kenal seorang polisi. Apa aku juga harus jadi polisi?"
Taka tiba tiba menoleh, ia menanggapi kata kata Alfa serius.
"Kalau begitu masuklah ke akademi," sarannya.
"Tidak tidak, aku cuma bercanda," Alfa mengengeh.
Rataka tersenyum melihatnya.
"Oh ya Kak. Apa kau benar benar berusia 25 tahun?"
"Ah itu..sebenarnya banyak yang bilang aku terlihat seperti anak usia 18 tahun," Taka senyum senyum sendiri tidak jelas.
"Bukan itu maksudku, tapi sebaliknya. Sepertinya kau lebih dewasa dari usiamu. Kadang kadang aku merasa sedang berbicara dengan orang tua."
Plak!
Lagi lagi Taka dengan sebal menabok punggung Alfa.
"Kenapa kau selalu memukul punggungku yang masih sakit?!"
"Jadi menurutmu berapa usiaku? Seratus tahun huh?!"
"Iya iya maaf. Harusnya kau berterima kasih padahal itu pujian."
Rataka berdehem.
"Alfa…"
"Akhirnya kau memanggil dengan namaku."
"Jangan menyinggung tentang sekte segitiga merah, atau pilar harimau pada Holan, maksudku Pak Holan."
"Kenapa?"
"Cukup bilang kalau kau diserang Valen, dan Valen adalah bawahan Ramon. Itu saja, jangan menyinggung tentang sekte nya. Mengerti?"
"Baiklah."
"Pak Holan hanya menyuruhku melindungi Amy dari bahaya. Bukan menyelidiki sekte sialan itu. Jadi aku tidak bisa membuatnya tambah khawatir gara gara itu. Kau tahu alasannya kan?"
"Iya, Kak. Aku paham. Aku juga akan berusaha melindungi Amy. Kau tidak akan bekerja sendirian lagi dan aku akan minta bantuan kalau ada sesuatu yang berbahaya."
"Baguslah kalau kau mengerti."
"Kemarin kau bilang ingin bertanya tentang anak dari panti…"
Ting tong!