webnovel

Hilang

Ruangan tamu Putra yang semula kosong, tiba-tiba menjadi penuh oleh sosok berwujud manusia dengan penampilan sekujur tubuh yang hancur dan berlumuran darah. Semua sosok itu tampak sangat menderita bagaikan korban kecelakaan.

"Tolong… tolong bantu bebaskan kami." ucap para makhluk itu dengan lirih.

Aku merasakan sesuatu yang aneh dan janggal dari semua sosok yang muncul itu, tapi aku tak bisa mendeskripsikannya.

"Ada apa ya mas?" tanya bu Nirma dengan pelan, sepertinya dia menyadari ekspresi serta tingkah kami yang tampak tegang dan berbeda dari sebelumnya.

"Nanti saya jelaskan bu." balas Putra singkat.

Tanpa banyak bicara, Putra langsung memejamkan kedua matanya dan mengarahkan kedua tangannya ke arah bu Nirma. Hingga dengan perlahan, muncul energi berwarna kuning pekat yang menyelimuti seluruh tubuh bu Nirma.

Di sisi lain, sosok-sosok dengan penampilan yang menyeramkan itu perlahan mulai mendekati posisi kami yang sedang duduk di kursi. Mereka berjalan dengan sangat pelan bagaikan zombie. Suara yang mereka keluarkan pun berhasil membuat sekujur tubuhku merinding.

"Siapa kalian?" tanya Putra dengan ekspresi wajah dan nada suara yang serius.

"Tolong kami…" ucap sosok-sosok itu memelas tanpa memperdulikan ucapan dari Putra.

Putra menghela nafasnya lalu bertanya, "Apa yang perlu kami lakukan supaya bisa menolong kalian?"

Semua sosok itu tiba-tiba diam seketika. Mereka hanya menatap kami dengan ekspresi yang datar. Hingga beberapa detik kemudian, muncul darah dari kedua mata sosok-sosok itu. Darah yang mengalir lurus membasahi pipi mereka, layaknya sedang menangis.

"Kalian… bisa… menolong… kami…" ucap salah satu sosok itu dengan suara yang terbata-bata.

"Dengan cara… memberi… kami…" tiba-tiba sosok itu berhenti.

"NYAWA KALIAN!!!"

Sosok itu berteriak dengan histeris dan suara yang menggelegar. Begitu juga dengan para sosok lainnya yang ikut berteriak sampai-sampai membuat telingaku sakit dan berdengung dengan keras. Ekspresi wajah mereka yang tadinya datar pun berubah menjadi buas dan liar.

Mereka yang tadinya tampak lemas dan menderita, tiba-tiba mencoba menyerang kami dengan membabi-buta. Pria berjubah merah dan ketiga harimau Putra pun spontan memberikan perlawanan balik kepada mereka.

Ketiga harimau itu langsung menerkam dan mencabik-cabik setiap sosok yang berusaha menembus dinding proteksi ghoib kami. Dengan buasnya mereka menghabisi setiap sosok itu, hingga bagian tubuh para sosok itu terputus dan tercerai-berai.

Sedangkan di sisi lain, pria berjubah merah hanya fokus menghadang sosok yang ingin menyerangku saja. Dia selalu mencekik leher dan mengangkat mereka ke udara. Hingga setiap sosok yang dipegangnya perlahan terbakar dan berubah menjadi debu.

Anehnya semua sosok itu tak memberikan perlawanan sama sekali. Bahkan saat mereka diserang, mereka tetap memusatkan pandangannya terhadapku dan Putra dengan tatapan liar yang mengerikan.

Mereka hanya tetap berfokus menyerang pagar ghoib yang sedang melindungi kami, tanpa memperdulikan keadaan tubuh dan sekitar mereka. Mereka benar-benar mirip persis seperti mayat hidup yang tak merasakan rasa sakit.

Karena mereka tak memberikan perlawanan, ketiga harimau dan pria berjubah merah dengan mudah menghabisi sosok-sosok itu. Tapi anehnya aku melihat ekspresi wajah Putra malah tampak makin serius dan tegang. Sepertinya ini tak sesimpel yang kupikirkan, ucapku dalam hati.

Beberapa saat kemudian, aku mulai merasa ada sesuatu yang janggal. Aku mulai memperhatikan sosok-sosok itu dengan seksama. Hingga perlahan pun aku mulai menyadari, bahwa jumlah mereka ternyata tak berkurang sama sekali sejak awal pertama kali muncul.

Walaupun ketiga harimau dan pria berjubah merah tak henti-hentinya menyerang dan menghabisi mereka, tetapi sosok dengan penampilan yang mirip selalu muncul tak tau dari arah yang mana.

Pagar ghoib yang dipasang Putra pun tampak mulai bergetar dan goyah karena serangan bertubi-tubi yang mereka lancarkan. Melihat itu, ekspresi para sosok itu tampak semakin liar dan buas saat memandangi kami, bagaikan ingin menyantap kami hidup-hidup.

Sosok pendekar dengan wajah yang mirip dengan harimau loreng muncul di samping Putra secara tiba-tiba. Putra menatap sosok pendekar itu sesaat lalu dia mulai memejamkan matanya sambil berkomat-kamit dengan bahasa yang tak kumengerti.

Aku pun berpikir bahwa sepertinya Putra memanggil sosok pendekar itu untuk melindungi tubuhnya agar dia bisa fokus disaat sedang membaca mantra.

Hingga tak lama kemudian, pagar ghoib yang dipasang oleh Putra akhirnya pecah dan berhasil ditembus oleh makhluk-makhluk itu. Tanpa basa-basi, ketiga harimau itu langsung melindungi tubuh bu Nirma dengan sigap. Mereka mengelilingi tubuh bu Nirma tanpa membiarkan adanya celah.

Sementara itu, sebagian dari sosok itu dengan cepat berlari dan menerjang posisiku yang sedang duduk di kursi. Tetapi pria berjubah merah dengan sekejap mata langsung berubah menjadi ular raksasa yang menutupi sekujur tubuhku dengan tubuhnya, bagaikan sedang melilit.

Sosok-sosok itu pun langsung mencabik-cabik tubuh ular merah raksasa. Mereka berusaha sebisa mungkin untuk menggapai posisiku. Ular merah raksasa itu pun tak mau diam saja, dengan cepat dia langsung menerkam semua sosok yang menghinggapi dan menyerang tubuhnya.

Situasi kami pun semakin lama tampak semakin darurat. Aku juga semakin panik, sebab tak ada yang bisa kulakukan selain menunggu Putra. Saat kuperhatikan, ternyata Putra masih sibuk berkomat-kamit membacakan mantra. Sedangkan pendekar yang ada di sisinya sibuk melindunginya dari terjangan para sosok itu.

Hingga beberapa saat kemudian, tiba-tiba muncul energi yang terang dari tubuh Putra. Energi itu perlahan-lahan mulai membesar dan mengisi seluruh ruangan.

Semua sosok menyeramkan itu langsung terpental keluar dari area rumah Putra. Aku juga bisa mendengar suara ledakan keras yang muncul setelah para sosok itu terhempas keluar dari rumah.

Sepertinya bu Nirma juga mendengar suara ledakan itu, sebab tampak ekspresi wajah bu Nirma yang sangat kaget dan mengusap telinganya. Bu Nirma memandangku layaknya sedang bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tapi aku hanya diam dan memusatkan perhatianku kepada Putra.

Lalu tanpa basa-basi, Putra berjalan menuju pintu masuk rumahnya. Aku dan bu Nirma pun spontan mengikutinya dari belakang. Persis di depan pintu rumahnya, Putra mulai kembali berkomat-kamit membacakan suatu rapalan.

Energi kuning emas kembali muncul dan mulai menyelimuti keseluruhan rumah Putra. Makhluk-makhluk yang tadinya terhempas itu pun tiba-tiba hilang seketika entah kemana.

"Atas izin dan kuasa-Nya, semua makhluk yang berniat jahat tak akan bisa memasuki dan menembus pagar ghoib rumah ini." ucap Putra perlahan.

"Terjadilah… terjadilah… terjadilah…" ucap Putra tiga kali.

Energi yang menjadi pagar ghoib rumah Putra tiba-tiba bersinar semakin terang benderang, layaknya seperti ditambahkan efek kilauan emas. Aku merasa pagar ghoib yang dipasang Putra barusan lebih kuat berkali-kali lipat dari sebelumnya. Sebab aku melihat energi pagar ghoib itu tampak semakin tebal dan mencolok.

Putra menghela nafas dalam-dalam, lalu menatapku dan bu Nirma.

"Kita lanjutin bicara di ruang tengah lagi yuk." ucap Putra pelan.

Sesampainya di ruang tamu, kami kembali ke posisi semula. Putra mendeham, lalu perlahan memulai berbicara.

"Yang barusan terjadi itu salah satu dari ulah makhluk pesugihan yang ibu lihat sebelumnya. Dia gak terima kalau ibu mau membatalkan perjanjian." ucap Putra pelan.

"Jadi saya harus gimana mas?" tanya bu Mirna dengan suara dan ekspresi wajah ketakutan.

"Untuk saat ini saya masih berusaha komunikasi dengan makhluk itu bu… tapi tadi dia hanya bisa tampak sekilas dan tak mau merespon saya."

"Makhluk itu juga bukan makhluk tingkatan biasa, karena jujur saja, saya gak bisa mendeteksi keberadaannya saat masuk ke rumah ini. Makanya saya curiga, dia hanya coba main-main sama kita dari tadi."

Wajah Putra tampak sangat serius saat sedang menjelaskan, sepertinya apa yang kami hadapi barusan hanyalah tes ombak, alias percobaan belaka. Jika itu hanya sebuah percobaan saja, bagaimana mengerikannya makhluk yang ada dibalik itu? pikirku.

"Lo ngerasain ada yang aneh dari semua jin tadi gak Ram?" tanya Putra.

Aku mulai mengernyitkan dahiku dan berpikir sesaat, "Iya Put… gw ngerasain tapi gak tau apa yang janggal."

"Mereka itu dulunya manusia." ucap Putra pelan.

Aku kaget mendengar ucapan Putra, begitu juga dengan bu Nirma.

"Mereka itu korban dan tumbal pesugihan dari makhluk itu. Makanya wujud mereka tampak menderita kayak gitu, karena disana mereka pasti disiksa dan dijadikan budak." jelas Putra.

Belum selesai berbicara, Putra lalu bertanya, "Tau gak kenapa tadi mereka cuma menarget kita aja?"

Aku menggelengkan kepalaku, sambil bertanya-tanya dalam hatiku. Sebenarnya makhluk apa yang sedang kami hadapi sekarang.

"Mereka pasti dijanjiikan bakal dibebasin kalau berhasil melukai atau membunuh kita." ucap Putra.

"Tolong bantu saya mas…" ucap bu Nirma memelas, wajahnya tampak sangat lesu dan pucat setelah mendengar penjelasan dari Putra.

Pandangan Putra berubah menjadi tajam, "Ibu sudah dapat apa saja dari makhluk itu?" tanya Putra blak-blakan.

"Saya…saya dikasih kepingan emas…" jawab bu Nirma terbata-bata.

"Digunakan untuk apa aja dan sudah berapa lama?" tanya Putra.

"Cuma buat lunasin hutang dan kebutuhan keluarga mas, yang paling besar saya pakai buat beli mobil. Kalau lamanya, saya dapat itu belum genap sampai satu bulan." jawab bu Nirma dengan gugup.

"Apa ibu rela kalau semua harta hasil pesugihan itu hilang?" tanya Putra.

Bu Nirma diam sejenak, dia tampak ragu dan dalam dilema.

"Kalau ibu tidak rela… sekarang juga saya menyerah untuk menangani kasus ibu." ucap Putra dengan tegas.

"Saya rela mas." balas bu Nirma pelan.

Putra mengangguk, "Tapi saya hanya bisa mencoba bu… berhasil atau tidaknya hanya yang maha kuasa yang tau." ucap Putra.

"Iya mas… selanjutnya saya harus bagaimana?" tanya bu Nirma.

Putra lalu beranjak dari kursi lalu pergi ke arah kamarnya. Beberapa saat kemudian, dia kembali dan memberikan bu Mirna sebuah kantung kecil yang terbuat dari kain berwarna coklat.

"Itu jangan sampai hilang bu… usahakan dibawa terus." pesan Putra.

"Iya mas… makasih banyak ya mas." balas bu Nirma sambil menunduk.

Putra mengangguk pelan, "Saya masih harus bersiap-siap dan mencari tahu tentang makhluk itu bu. Soalnya intinya saya harus bertemu langsung dan berkomunikasi dengan dia. Besok akan saya kabarin lagi tentang kelanjutannya. Jadi sekarang ibu bisa pulang ke rumah dulu." ucap Putra.

"Biayanya saya berikan sekarang saja ya mas?" tanya bu Nirma.

"Tidak usah bu… nanti saja kalau saya sudah tau pasti apakah sanggup menangani kasus ini." jawab Putra.

"Ok mas… Hmmmm… tapi… bisa bantu temenin saya pulang ke rumah gak mas?" tanya bu Nirma dengan sungkan.

"Selama ibu bawa pegangan itu gak bakal terjadi apa-apa kok bu." ucap Putra perlahan, berusaha meyakinkannya.

Bu Nirma hanya diam, tampaknya dia masih belum lupa dan ketakutan akan kejadian aneh yang terjadi barusan. Putra pun menghela nafasnya pelan, lalu perlahan berkata.

"Tolong bantu nemenin bu Nirma di mobilnya dong Ram… gw ngikut pake mobil gw dari belakang." bisik Putra.

Aku mengangguk pelan dan menyetujuinya, sebab aku juga merasa kasihan kepada bu Nirma. Setelah itu, aku dan Putra pun mengantarkan bu Nirma pulang ke rumahnya.

Sesampai di rumahnya, bu Nirma langsung memarkirkan mobilnya dan berterimakasih kepadaku dan Putra karena sudah mau menemani dan membantunya.

Setelah itu kami saling berpamitan, dan aku pun memasuki mobil Putra.

"Sebentar ya Ram… gw pengen liat rumahnya dulu." ucap Putra.

Dalam beberapa saat, Putra hanya memandangi rumah bu Nirma dari luar tanpa mengedipkan matanya sekalipun.

"Ada yang gak beres Ram…" ucap Putra pelan.

"Apaan put?" tanyaku bingung.

"Rumah ini udah lama jadi target." jawab Putra.

Aku semakin bingung setelah mendengar jawaban Putra. Hingga tiba-tiba aku melihat bu Nirma berlari keluar dari rumahnya dengan sangat panik. Bu Nirma tampak heran saat memandang kami, sepertinya dia tak menyangka kami masih berada di sana. Bu Nirma pun spontan berlari menuju posisi kami.

Aku dan Putra memandang satu sama lainnya dengan tatapan yang bingung. Hingga saat bu Nirma sudah mendekat, Putra pun langsung spontan bertanya.

"Ada apa ya bu?" tanya Putra dengan bingung.

"Anak saya hilang mas…" ucap bu Nirma dengan panik dan nafas yang tergesa-gesa.

Bersambung…

Chapitre suivant