webnovel

HITAM

Gadis itu berdiri di tengah-tengah ruang tamu sambil mendongak, berdecih dengan tatapan kesal ketika melihat sebuah lubang yang lumayan di atas sana. Rumahnya bocor sekarang, hujan semakin deras, dan kilap mulai datang bersama suara petir yang begitu menggelegar.

Venus mendengus, berjalan cepat mengambil sebuah ember yang cukup besar di samping jendela. Dia gunakan sebagai wadah pengisi air hujan yang datang dari langit-langit ruangan, tapi soalnya tak hanya satu yang bocor, tapi tiga sekaligus. Harinya begitu berat sekarang, Venus berlari mengambil wadah lain di dalam dapur seram.

Dapurnya sekarang gelap, cahaya dari kilap yang menerangi dalam waktu beberapa detik, dan itu membuat Venus agak takut di sini. Dia segera mengambil dua bak yang biasa ibunya pakai untuk wadah sayuran, dan ikan. Masa bodo akan ada yang mengomel, sekarang yang terpenting adalah rumahnya tidak akan banjir.

Gadis itu meletakan wadah dengan sangat hati-hati, dia sudah lelah dengan kegiatan pagi tadi. Acara bersih-bersih, masak bersama tanpa ada istirahat membuat punggungnya sakit. Rasanya linu, Venus menempelkan koyo cabai pemberian tetangga sebelah yang mampir, tapi tetap saja rasanya masih linu. Hanya sensasi panas bak terbakar dengan tambahan dingin ketika mendapatkan cipratan air.

Gadis itu mendengus, memilih untuk duduk di salah satu sofa yang terbuat dari kayu. Bagian tengah yang digunakan untuk duduk terbuat dari anyaman bambu. Begitu kuat meskipun sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun, katanya dulu rumah ini di huni saudara ayahnya, tapi tidak betah dengan alasan yang selalu berubah tiap kali di tanya.

Venus jadi bertanya-tanya tentang alasan apa yang sebenarnya, tapi ketika sudah melihat rumah ini dia jadi paham. Tampak begitu menyeramkan dengan bagian dalam yang tak kalah seram, bisa di bilang ini rumah lama, dan sudah lama tidak di tinggali. Hanya di bersihkan beberapa kali dalam sebulan, Venus sangat yakin jika ada banyak hantu di sini, dan sayangnya dia tidak bisa melihat hantu yang ada di sini.

Hujan turun samakin lebat dengan tambahan angin, bisa di lihat dari jendela pohon-pohon tinggi dari kebun sebelah bergoyang ke kanan, dan kiri. Venus mulai berdoa, meminta kepada Tuhan agar tidak ada yang ambruk, dan tak akan ada pula yang mengenai rumahnya karena dia masih ingin hidup.

"Heh! Ngapain lu di sini?"

Suara familiar membuat kedua mata Venus terbuka, menatap gerak-gerik Naratama dengan tatapan datar, dan berkata, "Lo gak liat ada ember di tengah-tengah?"

Cowok itu menoleh, mengangguk dengan bibir yang dia majukan sebelum akhirnya duduk di kursi depan Venus, "Oh itu, lo yang naro. Kirain gue kak edgar atau bokap. Btw, Ven lo tau gak sih kalau kamar gue kecil?"

"Kamar gue juga anjir, semuanya sempit kecuali kamar nyokap sama bokap."

"Lo tau gak kalau dapur serem?"

Venus mengangguk, "Iya, mana gak ada lampu. Masa nyokap gak ngasih lilin juga anjir, kan guenya takut tadi pas ambil ember. Mana lagi bokap sama nyokap tadi gue kasih tau kalau ini rumah nyeremin, bukannya bilang iya malah gue di gaplok."

Naratama tertawa mendengar cerita adiknya, wajah Venus juga sangat mendukung ketika bercerita. Sangat lucu, dan menggemaskan di mata Naratama, "Bego sih lo, lagian gak ada yang namanya setan kan? Meskipun... emang rumah ini keliatan angker sih, tapi tetep aja gue gak percaya sama yang namanya hantu."

"Dih! Kesel gue cerita sama lo, buru dah sono lu pulang!"

"Pulang ke mana anjir? Orang ini rumah gue."

Venus mendengus, dia semakin kesal dengan cowok yang satu ini. Rasanya ingin menendang wajah menyebalkan itu dengan kaki kanan dan kemudian menampar bibir Naratama beberapa kali sampai akhirnya dia puas. Namun, tetap saja itu hanya halusinasi Venus, tak akan ada yang terjadi, dia tidak akan bisa melakukan kekerasan pada cowok ini.

"Lo ngapain anjir ngeliatin gue kaya gitu?" kening Naratama bertaut, kedua kakinya dia naikkan dan kemudian duduk dengan bersila, "Lo mau bunuh gue ya?"

"Eh! Tai, engga ya!" sahut Venus cepat, kedua matanya membulat karena sangat terkejut.

"Terus apa?"

"Mikir gimana caranya gue bisa bikin lo kapok, gue pengen banget bikin lo diem tau gak sih? Lo kenapa sih selalu nyebelin? Kenapa gak mau kaya kak edgar yang pendiem?"

"Yang diem-diem gitu biasanya ngehanyutin sih, mendingan kaya gue yang pecicilan, tapi nanti pas bikin masalah pada gak kaget."

"Wah! Gila lu emang."

Naratama terkekeh melihat ekspresi Venus yang semakin lucu, kepalanya mulai menggeleng, dan kemudian berubah menjadi lebih serius, "Gue seriusan mau ngasih tau sesuatu, tapi kayanya bukan ngasih tau deh."

"Mau deep talk?"

Cowok itu mengangguk, dia pindah tempat duduk di sebelah Venus, dan membuat gadis itu harus duduk miring agar bisa saling bertatapan dengan Naratama, "Lo adek gue satu-satunya, dan lo adik cewek gue."

"Hm...Iya, emang gue anak bungsu, gak punya adik lagi."

"Aduh! Gak gitu Venus." Naratama menggeleng, menatap wajah Venus lamat-lamat, dan kembali berkata, "Gue gak pernah bilang lo cantik, tapi lo jelek. Itu karena gue gak mau lo ke PD-an, tapi sebenernya lo emang cantik anjir. Lo cantik banget, lebih cantik dari pacar, dan mantan gue yang selama ini gue puja cantik. Gue gak mau aja lo dapet cowok brengsek."

"Gue gak minat punya cowok."

"Tetep aja sebagai kakak yang baik gue harus ngasih wejangan."

Kening Venus bertaut, ini kali pertamanya mereka mengobrol dengan serius, tapi ada juga pertikaian yang di buat. Venus tak paham kenapa Naratama tiba-tiba seperti ini, padahal tidak ada orang yang sedang mendekatinya, bahkan teman kelasnya yang tampan pun tak pernah berani untuk dekat-dekat, atau mungkin karena dia sudah pindah sekolah, dan akan mendapatkan teman baru. Mungkin saja itu alasan Naratama, tapi sepertinya tidak, kurang pas menurut Venus.

Gadis itu menghela, menatap Naratama bingung, "Lo kenapa sih?"

"Gue gapapa, gue tuh gak pernah deep talk sama lo. Pengen aja kaya orang lain, tapi lo gak bisa di ajak deep talk anjir!" sahut Naratama sambil menoyor kepala Venus kesal, "Lo aneh banget sih, kenapa gak mau jadi adik yang nurut gitu? Kalau di ajak serius ya mbok serius, di ajak bercanda berarti ya bercanda. Ini engga, serius bercanda, bercanda serius. Lo tau gak sih gimana nyokap sama bokap kalau ngomel?"

"Taulah, orang gue juga kena omel tiap kali abis berantem sama lo. Lo juga kali yang bikin gue kesel, kenapa sekarang nyalahin gue sih?" kening Venus kembali bertaut, tapi kali ini giginya mengerat, "Gue kan juga pengen punya kakak yang baik, kakak yang ngetreat gue like a queen, bukan like a babu kaya lo gini!"

Chapitre suivant