webnovel

2019 Meander

Manja ini itu serba Mama dan Papa sama sekali itu bukan tipe seorang Ragista Zenith Castin. Ragis sudah biasa hidup dengan segala kemandiriannya. Siapa yang mengajarkan Ragis mandiri? Orangtuanya? Big now. Kehidupan perihnya yang mengajarkan gadis cantik bertampang jutek itu bersikap mandiri. Mama dan Papanya lebih menyayangi kakak perempuannya yang berbeda 22 tahun dengannya. Bahkan Ragis seperti seseorang yang tak di anggap anaknya oleh kedua orangtuanya. Walau demikian Ragis tetap kuat menjalani kehidupan karena ia yakin ia bisa hidup mandiri. Lalu bagaimanakah cara Ragis mendapatkan cinta sejati yang katanya di masa SMA itu tempat seseorang menemukan cintanya? Note : Dilarang plagiat cerita ini. Kalian tidak tahu perjuanganku menggali plot cerita ini. Silahkan masukan ke perpustakaan pribadi, dan selamat tertawa dan menangis bersama. #Start : Oktober 2020 #Tikanurhaa

Tikanurhaa_ · Urbain
Pas assez d’évaluations
6 Chs

THREE || Stalking

"Tuhan, sebenarnya orang yang Aku sukai itu ngerasain hal yang sama nggak sih?"

♥♥♥♥♥

"Sumpah tau kemaren aneh banget ya si Yunia. Gue kepikiran mulu tau sampe malem." Ragis bicara sendiri. Padahal disampingnya ada Amella dan Tina.

Berhubung hari ini tanggal merah, Ragis, Amella, dan Tina memanfaatkan waktu buat jogging pagi hari.

Ko Ragis bisa bebas? Iya, karena kedua orangtuanya sedang ada urusan di luar kota. Dan Zulia? Dia juga tidak ada di rumah-sedang jalan-jalan bersama pacarnya. Katanya sih ke Bali.

"Oh my sweet, gue nemu IG my prince Rafkaaaa!" Amella teriak bahagia sambil tertawa bahagia.

Ragis masih melamun. Sedangkan Tina, melirik ke arah Amella sambil menutup telinganya.

"Berisik Mella, kamu gak malu apa?" Tina mencoba menyadarkan Amella.

"Oh my god, guanteng buanget sih anak orang. Mamaaa ... Mella insecure." Amella menirukan tangisan anak kecil. Iya di alay-alaykan.

"Mella kamu kesambet apa sih? Tina bersama."

"Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaa,"

Ucapan Tina sama sekali tidak Amella hiraukan. Gadis tukang stalker itu fokus pada layar ponselnya. Lebih tepatnya memandang foto Rafka.

"Heh lo gila ya? Ini jalan raya Mel, kalo sampe Rafka tau lo kek gini dia akan ilfeel sama lo." Ragis bicara panjang lebar. Ya gadis itu sudah sadar dari lamunannya.

"Dengerin tuh Mel," sambung Tina.

Amella melirik Tina dan Ragis dengan wajah malas. Lalu mematikan data seluler.

*****

Di lapang bola, Rafka dan kedua teman sejatinya tengah berlari mengelilingi lapangan. Ini sudah hampir 30 keliling.

"Udah deh, kita istirahat dulu."

Ketiganya duduk di tribun lapangan. Jangan tanya mereka keringatan atau tidak. Karena jawabannya pasti.

"Raf sebenernya lo kemarin ngomongin apa sama sodara lo?"

"Hmm ... " Rafka hanya bergumam.

"Heh raja adenium gue nanya ya sama lo," oceh Wisnu.

"Gausah kepo," sahut Anjas.

"Btw pacar lo sekarang ada berapa Jas?" Wisnu mengalihkan pertanyaan.

"Wih pacar gue sekarang nambah lima sekaligus Nu, lo tau gak? Si Risma, Aulia, Selin, Gina, sama si Nida baru aja kemaren gue putusin."

"Terus gimana?"

"Ya ada yang setuju ada juga yang sampe sekarang mohon-mohon gamau putus sama gue." Anjas membanggakan dirinya.

"Gila lo yaa, gue minta satu dong." Wisnu.

"Hah? Apa? What? Heh kalo mau pacar ya lo nyari geblek, jangan ngarep gratisan. Enak aja lo,"

"Elah pelit lo. Gue sumpahin kuburan lo sempit,"

"Amit-amit, eh lagian ya Nu gue pelit cuma sama lo doang,"

"Ekhem," Rafka.

"Eh iya babang Rafka di cuekin. Big sorry," Anjas tersenyum watados.

"Ya kalo gamau di cuekin lo gaboleh cuek sama orang-orang Raf, kan tau sendiri kalo dicuekin tuh gini rasanya," celetuk Wisnu.

Rafka diam.

"Bacot." Rafka mulai berdiri, meninggalkan kedua temannya di sana.

Entah. Rasanya seperti ada yang aneh, Rafka tidak seceria hari-hari biasanya.

"Nu lo ngerasa Rafka aneh nggak si?"

"Kayaknya iya."

"Kenapa ya?"

"Gatau."

*****

Jum'at

Ragis berjalan berjalan cepat sembari minum air mineral botol. Pagi ini ia pelajaran olahraga. Gadis itu sendirian tanpa kedua temannya. Kemana mereka? 'Kan Tina dan Amella beda jurusan beda kelas pula.

Dari arah samping, seseorang menabraknya. Hingga air dari mulutnya keluar lagi membasahi cowok lain yang di tengah berjalan di depannya.

"Duh sorry dek gak sengaja." cewek yang menabraknya itu lari entah ke mana.

Cowok itu balik badan ke arah Ragis. Shit! Rafka lagi Rafka lagi.

"Kalo jalan lihat-lihat," bentak Rafka dengan nada tinggi.

"Maaf gue gak sengaja."

"Maaf lo gak gue terima!" Rafka merasakan sensasi dingin di punggungnya karena baju belakangnya basah.

"Yaudah terserah. Kan gue udah mi-"

"Lo lupa gak lupa gue siapa kan?" sinis Rafka. Ragis menggeleng pelan seolah takut.

Rafka semakin mendekati Ragis. Semakin dekat, semakin dekat membuat Ragis takut.

"Gue anak pemilik sekolah di sini," ucap Rafka pada telinga Ragis.

"Paham?"

"I-iya,"

Ah rasanya Ragis baru menyadari sesuatu. Ia baru saja ngeuh kalau Rafka tadi memakai baju yang sama. Baju olahraga. Berarti jam olahraga kelasnya dan kelas Rafka bareng?

Oh my god, habislah riwayat Ragis.

"Oke anak-anak olahraga sekarang kita digabungin sama kelas X Ipa A dikarenakan pak Wanto berhalangan hadir."

"Yeayy bisa cumuk lihat Rafka,"

"Ih Rafka gue lo apaan si?"

"Eh ... Jelas-jelas ya Rafka punya gue,"

"Punya gue ih apaan si lo?"

"Gamau tahu pokoknya Rafka milik gue,"

Ragis menutup kedua telinga dengan tangannya. Heran, kenapa sih teman-teman sekelasnya pada naksir Rafka?

'Cowok sombong kayak dia ko direbutin, mending gue suka Anjas.' Ragis membatin.

"Anjas senyuman lo mempesona." tanpa sadar Ragis berkata seperti itu.

"Bapak suruh Ragis ya, kamu ke lapangan sebelah ya. Suruh anak X Ipa A ke lapang ini."

"Lah saya pak?" Ragis menunjuk dirinya sendiri.

"Pak jangan saya deh plis," mohon Ragis.

"Saya aja pak," pinta Ajeng-siswi tergenit di kelasnya Ragis.

"Gak, saya minta Ragis aja kayaknya dia pemberani."

Ragis masih diam.

"Cepet Ragis," suruh pak Nano. Pasrah.

3 menit kemudian.

"Lo ngapain ke sini?" tanya Wisnu menyadari keberadaan Ragis.

"Kalian suruh pindah lapangan sama pak Nano. Cepet."

"Lets go!"

Ragis mencari keberadaan Amella. Tapi ia tidak menemukannya, entah ke mana gadis itu.

"Eh Amella ke mana ko gaada? Apa di kelas gak ikut olahraga?"

"Hmm gatau deh tadi dia suruh diem di UKS aja, katanya sakit perut."

Ragis manggut-manggut.

"Haii cantik nama lo siapa?" Wisnu berjalan senada dengan Ragis di sampingnya.

"Ragis." Ragis tersenyum kecil.

"Yaampun lo tuh ya cantik-cantik tapi sinis banget si?"

"Udah kodrat," jawabnya singkat.

"Ekhem ... Ekhem ... Itu pacar lo Nu?" celetuk Anjas.

"Iya do-"

"Bukan," potong Ragis dengan cepat.

"Gausah ladenin raja ikan cupang itu ya Sist, gejelas banget orangnya.

Ragis tersenyum dalam hati. Perutnya menari-nari seperti ada kupu-kupu. Ini kali pertamanya Anjas mengajak bicara dengannya dengan jarak sedekat ini.

"Hm nama lo Anjas ya?"

"Iya. Pinter juga lo,"

"Iyalah, kalo gak pinter fungsi kalian di sekolahin apaan?" sambung Wisnu.

"Nambahin uang jajan buat donat hehe,"

"Anjas Triyana Firdaus, pikiran lo tuh donat, donat, donat dan donat. Gaada yang lain apa?" cerocos Wisnu.

"Daripada lo ikan cupang teroos. Mati satu aja lo tangisin. Alay!"

"Kalo hobby mah susah," sambung Ragis.

"Nah bener banget tuh, seratus buat lo ya Gisel ... Eh siapa sih nama lo?"

"Ragis," ulang Ragis. Wisnu manggut-manggut. "Iya Gisel maksudnya eh Ragis."

"Oke untuk hari ini kita permainan basket. Kalian sekarang akan dibagi dua team buat main, regu cowok dari X Bahasa A VS regu cowok X Ipa A."

Para pemain yang dilibatkan memasuki lapangan. "Pliit!" peluit di ditup oleh pak Nano.

"Kelas bahasa semangaaattttt!"

"Kelas Ipa ganbatte kudasai!"

"Eh itu si Davit sumpah keren banget kalo gak pake kacamata," ucap Selia-teman sebangku Ragis.

"Yang jadi sekretaris kan?"

"Iyups!"

"Daviiit alapyuuuu!" Selia teriak kencang tak peduli apa kata teman sekelasnya.

"Sel lo serius suka sama Davit?" Ragis tertawa kecil.

"Yakali gue suka sama cowok cupu kek dia, iww. Sorry ya Gis gue udah punya pacar namanya Bima. Gue udah pacaran sama dia 3 tahun."

"Lo gak tahu ya Gis Bima itu orangnya puitis banget, jago silat, jago nyanyi, jago ngegitar, jago renang dan juga romantis."

"Gue kangen sama dia. Kan gue sama dia beda sekolah."

"Tapi gue sebel sama mamih papih, cinta gue sama Bima tuh nggak direstui cuman gara-gara dia nonis."

Selia terus saja mengoceh. Tanpa sadar bahwa Ragis sama sekali tidak menghiraukannya. Ragis malah senyum-senyum gajelas sambil memperhatikan gerak gerik sosok Anjas.

"Tuhan, sebenarnya orang yang Aku sukai itu ngerasain hal yang sama nggak sih?" Ragis membatin.

"Gis ko gue dicuekin sih?" Selia menggerutu begitu sadar Ragis tidak menghiraukan ucapannya itu.

"Hah? Lo ngomong apa?"

__♥♥♥To Be Continued♥♥♥__