webnovel

Langkah Selanjutnya (2)

Di ruang tengah kamar apartemen Bayu. Anggi sedang selonjoran di sofa sambil menonton televisi. Pada layar lagi ditayangkan sebuah film komedi, yang membuat Anggi mengeluarkan gelak tawa.

Yudha kini tertidur di ruang baca memakai sleeping bag milik Bayu, yang hanya pernah ia pakai sekali, sewaktu masih menjadi mahasiswa baru. Bayu memakainya ketika ospek lapangan, dan setelah itu sampai saat ini, ia simpan barang itu di bawah kasurnya.

Bayu duduk di sofa lainnya, sedang membaca buku tentang Yudha. Ia hanya membaca bagian ketika penyerangan Laut Selatan terjadi. Jadi ketika hari menjelang malam, ia sudah selesai membaca. Bayu tutup bukunya.

Bayu merenungi pengalaman kelam yang dialami oleh Yudha. Apa ia merasa simpati? Mungkin. Entah sejak kapan, namun Bayu merasa kalau dirinya semakin kehilangan emosi. Awalnya Bayu tidak terlalu peduli, apa yang dia pedulikan adalah kehidupan keluarganya. Orang lain? Dia tidak tahu.

Tetapi sekarang, Bayu berpikir lagi tentang dirinya yang mewarisi kekuatan perpustakaan. Dia mulai bertanya akan alasan kekuatan ini hadir pada dirinya. Kebetulan? Atau memang rencana Tuhan. Jika iya, apa yang diinginkan-Nya?

Bayu mengingat kejadian di Geplak berdasarkan pengalaman Yudha. Ia membaca kekejaman manusia kadal menyiksa warga Geplak. Ia membaca betapa arogannya para jin. Dia tahu semua ini karena kekuatannya, tapi dia tetap merasa kalau dia tidak mau melakukan sesuatu walaupun ia tahu.

Bayu selalu merasa kalau dirinya bukan pahlawan. Ia sudah mendapatkan kekuatan, tapi dia tetap bukan pahlawan. Dia tidak mampu untuk menyelamatkan semua orang. Dia selalu merasa demikian, namun kini seperti ada sesuatu yang menarik hatinya.

Bayu lalu melihat televisi yang sedang menayangkan berita kilat, dikabarkan kalau Margareth Sandre, manajer dari Vanessa Blumunt, akan terbang ke Sentral besok. Hal ini merupakan keinginan dari Margareth sendiri. Reporter mengatakan kalau Margareth ingin menemui Ketua Federasi Guild di Nusa.

"Fuu~ ironi sekali, manajernya ke sentral untuk bertemu dengan orang lain. Padahal delegasi Hexagone masih ada di Sentral." Timpal Anggi sambil menghisap rokok.

"Apa yang bisa dikata—dari tindakan delegasi itu ketika datang, hingga sikapnya saat ini bisa dibilang mereka saling membenci."

Anggi hanya tertawa, lalu melanjutkan menonton film setelah berita selesai. Bayu memejamkan matanya, mencoba merangkai kembali semua informasi yang dia miliki setelah mendapat sedikit info dari pengalaman Yudha.

Setelah selesai, matanya terbuka, ia lalu bergumam, "Akan ada perang."

"Hm? Apa kau mengatakan sesuatu, Bos?"

Bayu hiraukan Anggi, ia lalu mengambil ponselnya di meja, ada seseorang yang baru saja ia ingat.

'Ayu, di mana Fara sekarang?'

<Tunggu sebentar tuan… saat ini Nona Fara Blairheel sedang berada di Kota Akademi.>

'Sudah kuduga.'

Bayu lalu mengirim pesan ke gadis jurnalis itu.

(Akan ada perang besar di sana, lebih baik kau pulang ke Sentral secepatnya. Ada hal lain di Sentral yang sama pentingnya.)

Tidak lama sebuah pesan balasan muncul.

(Maka akan lebih penting lagi saya ada di sini. Jika memang ada perang, nyawa ribuan orang adalah taruhannya. Situasi di sini *pesan terhapus*….)

Bayu melihat setengah isi pesan itu terhapus. Lalu dia menerima pesan lagi.

(Shit! Masih aja terblokir, informasi tentang *pesan terhapus* masih belum bisa keluar dari Akademi!)

Sejak Anggi mengirimkan pesan kemarin dulu, Bayu mengerti, alasan berita dari Geplak dan Akademi jarang muncul. Tampaknya pesan yang berisi informasi akan otomatis terblokir. Ada seseorang yang mengintervensi, seseorang yang sengaja memblokir semua informasi dari Akademi. Bayu menyeringai.

(Bagaimana lewat udara? Avonturir atau AU?)

(Percuma, ada para jin yang selalu mengawasi di sekitar perbatasan. Pasukan mereka banyak dan kuat, beberapa percobaan oleh petinggi Akademi gagal *pesan dihapus*....)

Membaca balasan Fara, Bayu mengangguk. Situasinya sama seperti yang ia perkirakan, kalau begitu maka situasi berikutnya akan berubah drastis.

(Tunggulah sebentar, Jenderal Gahar akan segera ke sana. Kau bisa meminta ke angkatan udara untuk mengirim pesan.)

Tidak ada balasan setelah pesannya.

<Nona Fara langsung pergi menuju markas militer, Tuan.>

'Kenapa dia begitu impulsif?'

Bayu mengingat tindakan Fara ketika menangani kasus Adi dan Bardolf. Pada dua kasus itu, Fara tanpa pikir panjang langsung pergi menghampiri kedua penjahat tersebut. Yang pada akhirnya, dia malah tersakiti oleh Bardolf.

"Haa~" Bayu lalu mengirimi lagi pesan.

(Jangan bertingkah pahlawan, jangan pergi ke garda depan ketika perang, akan ribet kalau Kak Maya tahu kau mati begitu saja.)

Bayu menutup ponselnya, berpikir tidak akan ada balasan seperti sebelumnya. Namun, balasan cepat muncul.

(Saya masih sayang nyawa, tapi orang-orang di sini juga. Tidak perlu menjadi pahlawan untuk membantu mereka, saya hanya perlu menjadi manusia.)

Membaca itu, seketika Bayu tertawa. Anggi yang sedang menonton televisi kaget melihat bosnya yang tiba-tiba tertawa. Dia tidak mengira lelaki tanpa ekspresi itu bisa tertawa.

"Ada apa, Bos?"

"Haa~ " Bayu tidak menjawab, ia lelah tertawa lalu bersandar pada sofa.

Ding dong.

Suara bel terdengar, Bayu tahu siapa yang datang, karena dialah yang memanggilnya tadi siang.

"Anggi tolong bukakan pintunya, yang di luar adalah salah anggota guild."

Anggi sedikit tertegun, dia tidak mengira kalau ada anggota lain selain dirinya. Ia lalu berjalan ke depan dan membuka pintu. Ia terkejut ketika melihat sosok wanita dewasa berdiri di depan pintu dengan pakaian modis. Rambut perempuan itu dicepol ke atas. Anggi melihat wanita itu yang tubuhnya melekuk sempurna membuatnya tampak sedikit seksi.

"Hm? Saya tidak pernah melihatmu?" Aarifa kebingungan melihat sosok perempuan yang tampak tomboy di depannya, "Apa Bayu ada di dalam?"

"Ah! Iya silahkan, Bos sudah menunggu."

"Bos?" Aarifa masuk dengan muka keheranan melihat Anggi. Ketika sampai di ruang tengah, ia melihat Bayu sedang duduk berpikir sambil mengetukkan jari telunjuknya ke lengan sofa. Aarifa lalu melihat Bayu tersadar, lalu menoleh pada dirinya.

"Selamat malam, Ba—ah, tidak. Guildmaster…" Sapa Aarifa mengubah panggilan Bayu di tengah sambil berseri-seri. Ia lalu duduk di sofa panjang yang berdekatan dengan Bayu.

"Terima kasih sudah datang, dokter."

"Hah? Dokter?" Anggi yang masih berdiri tersentak kaget. Ke dua orang yang duduk di sofa melihatnya aneh. Bayu lalu menoleh kepada Aarifa.

"Dia anggota guild juga,"

"Hee~ saya pikir kamu punya cewek baru."

Anggi melihat ke dua orang itu malah bercanda tanpa ada keanehan sama sekali.

"Tunggu-tunggu-tunggu… Bos, dia dokter, kan? Bukannya dokter dilarang masuk guild?"

"Ah~ iya, dia dokter. Tapi dia bukan anggota Asosiasi."

"Eh? Masa…jangan-jangan kau keluar dari asosiasi? Uwa~ aku tidak tahu kalau guild kita yang belum berdiri ini sudah punya masalah sama Asosiasi."

"Hahaha, kamu tidak perlu cemas, sejak awal saya bukan anggota Asosiasi, jadi tidak akan ada masalah apa pun. Oh, ngomong-ngomong, saya Aarifa."

"Hm? Ah, namaku Anggi. Dan—apa maksudmu dengan bukan anggota Asosiasi. Bukankah semua dokter ada di bawah naungan mereka? Hanya ada satu dokter yang kutahu berada di luar, itupun karena dokter itu ada di bawah Union."

"Well~ itu rahasia…"

Anggi seketika tidak bisa berkata apa-apa. Anggi meneliti sosok Aarifa, lalu menoleh ke Bayu. Melihat dua orang yang tampak tidak memiliki tensi sama sekali ini, Anggi hanya bisa bernafas panjang.

Kalau benar perkataan ke dua orang di depannya, maka ia akan bersyukur dan senang. Seperti yang dikatakannya tadi, hanya ada satu institusi di mana seorang dokter bergabung pada mereka. Dan itu adalah Union, bagi guild yang belum terbentuk tapi sudah memiliki anggota seorang dokter. Anggi merasa guild ini akan menjadi satu hal yang luar biasa nantinya.

"Jadi, ada apa memanggil, Guildmaster?"

"Aku ingin kau memeriksa seseorang," Ucap Bayu sambil menoleh ke Anggi.

Anggi mengerti maksud dari Bayu, ia lalu menuju ke ruang baca membangunkan Yudha. Tidak berangsur lama, Yudha yang tampak letih sekaligus kebingungan masuk ke ruang tengah. Ia lalu melihat sosok wanita dewasa yang tampak cantik dan seksi. Segala kantuk yang masih tersisa seketika hilang, ia merasa wajahnya panas lalu menunduk malu.

"Ooo~ siapa bocah kecil ini?"

"Hah! A-a-aku bukan bo-bocah!"

"Yes, you are~" Aarifa lalu menoleh ke Bayu, "Apa dia juga anggota baru?"

"Ya… staf baru."

"STAF?!" Yudha kaget mendengar dirinya dijadikan staf, "Aku tidak mau menjadi staf, aku kemari untuk menjadi avonturir!"

Ke tiga orang di sekelilingnya lalu melihat heran ke Yudha. Bayu lalu berbicara lagi ke Aarifa.

"Aku ingin kau mengecek kondisinya."

Aarifa mengangguk lalu melihat tubuh Yudha yang penuh dengan memar dan warna wajah yang agak pucat. Yudha yang merasa dirinya tidak digubris agak mulai kesal.

"Aku tidak mau menjadi staf, aku kemar—"

Yudha lalu merasakan sentuhan jari Aarifa di kening antara alisnya. Dia melamun melihat sosok wanita di depannya. Wajahnya kembali terasa hangat. Ia lalu merasakan sentuhan Aarifa di bagian tubuh lainnya. Yudha tidak bisa berkonsentrasi, ia hanya merasa malu, dan gugup. Anggi melihat tingkah laku remaja lelaki itu dan tampak tertawa tanpa suara.

"Hmm~ tidak terlalu buruk. Akan saya berikan obat untuk mempercepat kesembuhan memarnya besok. Selebihnya baik-baik saja, hanya saja kondisi tubuhmu benar-benar sedang kecapekan. Kamu lebih baik tidur seharian ini."

Yudha terdiam membatu mendengar itu, namun ia lalu sadar, "Tidak-tidak-tidak, Guildmaster! Aku tidak mau menjadi—" tiba-tiba jari telunjuk Aarifa menutup mulut Yudha.

"Bocah~ kamu belum membuka saluran auramu, bagaimana kamu ingin menjadi avonturir?"

"…" Yudha hanya bisa diam.

"Yud…"

Yudha lalu melirik ke Anggi yang memanggilnya, ia melihat sosok kacamata itu berseri-seri.

"Aku sudah bilang padamu kalau kau bekerja dengan baik, aku akan mengajarimu cara bertarung. Bukan begitu?"

Yudha mengangguk.

"Kau tidak akan menjadi staf selamanya. Selama kau bekerja dan berlatih, setelah kau bisa mengendalikan aura dan mempunyai artifakmu sendiri, hari kau menjadi avonturir akan tiba. Aku rasa itu yang diinginkan oleh Bos, benarkan?" Anggi lalu melirik Bayu.

Bayu melihat Yudha tanpa ekspresi, "Kau lemah."

"!!!"

"Aku tidak akan mengirimmu mendekati ajal, Kau masih muda, berlatihlah, jadilah kuat, bukan untuk balas dendam, tapi orang-orang sepertimu."

"…" Yudha diam melamuni perkataan Bayu.

"Haa~" Bayu merasa kalau Yudha akan kesulitan untuk tidur lagi, tapi dia mengingat perintah Aarifa untuk diri Yudha agar beristirahat. Bayu membutuhkan tenaga Yudha untuk hari-hari esok. Dia membutuhkan kondisi Yudha menjadi lebih baik walau hanya sedikit.

"[Sloth Page]"

Seketika sebuah buku hitam tipis muncul melayang di depan Bayu. Orang-orang di ruangan itu tersontak kaget melihat aksi Bayu. Mereka bertanya-tanya akan apa dan kegunaan buku hitam itu. Bayu melihat bukunya telah muncul ia lalu membayangkan buku Yudha di dalam perpustakaan, ia bayangkan dirinya sedang menulis di halaman terkini buku itu. Menulis dengan pikirannya.

"[Yazmak] tidur."

Selesai Bayu menggunakan kekuatannya, tubuh Yudha seketika terjatuh.

Bruk!

"Zzz….."

Anggi dan Aarifa tertegun melihat kejadian di depan mereka. Mulut ke dua orang itu agak terbuka.

'Berapa sanksi waktunya?'

<Lima belas menit, tuan.>

'Oh… gak banyak.'

Chapitre suivant