webnovel

Langkah Selanjutnya (3)

Di ruang tengah apartemen, setelah mengembalikan Yudha yang tertidur ke ruang baca, Anggi ikut duduk di sofa bersama Bayu dan Aarifa. Dia agak terkejut sewaktu melihat Bayu tiba-tiba menggunakan kekuatannya. Artifak yang dimiliki oleh bosnya itu adalah sebuah buku hitam tipis. Kekuatan yang ia lihat adalah membuat orang lain tertidur dan yang baru saja terjadi, yakni menghilangkan benda.

Tadi setelah Bayu menidurkan Yudha, ia juga menggunakan kekuatannya lagi untuk menghilangkan rantai borgol di leher remaja itu yang tampak mencolok. Setelah selesai barulah Bayu memanggil kembali buku hitamnya lalu menyuruh Anggi menyeret tubuh Yudha ke ruang baca.

Anggi menoleh ke dua orang di sampingnya, Bayu tampak sedang berpikir sambil mengetukkan jari pada lengan sofa. Aarifa, setelah mengambil gelas dan es batu, kini ia sedang menuangkan bir dari kalengnya. Aarifa yang merasakan tatapan Anggi menoleh balik, ia tersenyum lalu mengambil sekaleng bir lain dari tas kellynya. Aarifa serahkan kaleng bir itu ke tangan Anggi.

Anggi tersenyum kaku ketika mendapati kaleng bir di tangannya. Ia menggeleng, lalu membuka dan meneguknya. Kemudian ia menoleh ke Bayu yang seperti masih berpikir.

"Bos, apa tadi artifak milikmu? Kekuatan untuk membuat orang lain tidur, lumayan, tapi apa itu juga bisa dipakai untuk kelas platinum?"

Bayu tidak menjawab, ia seperti seseorang yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Aarifa yang mendengar perkataan Anggi, setelah meneguk segelas bir ia melihat Anggi dengan tatapan heran. Wajahnya mengerut dengan pipi yang mulai memerah muda.

"Ah!" Aarifa baru tersadar, "Kamu tidak tahu! Hehehe, Guildmaster kita, hebat loh~"

"???" Anggi tidak mengerti apa yang Aarifa maksud dengan tidak tahu. Anggi belum lama ini bertemu dengan Bayu, jadi tentu banyak hal yang belum diketahui. Tetapi nada Aarifa membuat Anggi merasa kalau dia mengindikasikan sesuatu yang penting.

"Hey~ Guildmaster~, apa kamu juga tidak akan memberitahu pada anggota guild nantinya?"

Bayu yang tampak selesai dengan pikirannya mendengar pertanyaan dari Aarifa, ia menoleh agak bingung, lalu sadar apa yang dimaksud oleh dokter wanita itu.

"Tentang Panji? Entahlah, aku belum memikirkannya."

"Tunggu sebentar," Anggi memotong.

"Apa maksudmu dengan Panji, apa dia juga bagian dari guild atau…" Anggi merasakan sekilas realisasi di pikirannya, "Kau—Bos, apa kau Panji?"

Anggi melihat Bayu yang hanya diam melihat balik dia dengan wajah tanpa ekspresi, di pojok penglihatannya ia merasakan diri Aarifa sedang berseri-seri terhadapnya. Anggi lalu menepuk jidatnya, merasa kalau situasi ini sedikit gila.

Guild yang akan mereka buat, tidak Anggi sangka bukan hanya memiliki dokter misterius, tapi juga bosnya merupakan si misterius Panji. Ditambah dengan kekuatan yang ia miliki, Guild ini benar-benar akan menjadi sesuatu yang tidak bisa ia bayangkan.

"Mari kita bicarakan tentang langkah selanjutnya."

Tiba-tiba Bayu berbicara. Anggi dan Aarifa melihat Bayu dengan serius.

"Apa yang Bos maksud, tentang pencarian markas baru?"

"Itu juga, tapi ada agenda baru yang akan kita lakukan."

Wajah ke dua perempuan seperti bertanya-tanya akan agenda baru itu.

"Besok, kita akan mencari markas atau kantor, Aarifa tidak ikut pun tidak apa." Aarifa mendengar itu menyetujui, karena dia masih harus bekerja di klinik, "Lusanya, aku dan Anggi akan pergi ke Sentral. Oleh karena itu, masalah renovasi dan tata ruang markas akan aku serahkan padamu dan Yudha."

Bayu menunjuk Aarifa. Dan dokter itu setuju menyanggupi. Hanya ada pertanyaan di lubuk kedua perempuan.

"Apa kamu mau langsung mendaftarkan guild?" Tanya Aarifa.

"Salah satunya itu, tapi prioritas utama adalah menghentikan serangan yang akan terjadi di Sentral."

""!!!""

Ke duanya terkaget.

"Maksud Bos dengan serangan?"

Bayu pandangi Anggi, "Apa pendapatmu tentang serangan di Geplak?"

"… waktunya yang tiba-tiba?"

"Tunggu sebentar, serangan di Geplak? Apa yang kalian bicarakan?"

Anggi baru teringat kalau informasi tentang Geplak belum menyebar luas, ia lalu menceritakan kejadian yang dia alami ketika di Kota Akademi kepada Aarifa.

"Tidak saya sangka hal sebesar itu terjadi baru-baru ini, jadi bocah kecil itu juga merupakan korban di sana. So sad~ dia sudah mengalami hal kelam itu di masa kecilnya." Aarifa bersimpati terhadap Yudha, walau saat ini wajahnya sedang berseri-seri sambil meminum bir, "Jadi, kenapa hal sebesar ini tidak ada yang memberitakan? Saya tidak pernah gosip apa pun tentang Geplak di klinik."

"Itu karena informasi dari sana diblokir oleh seseorang, entah itu kekuatan artifak atau kemampuan seorang hacker." Jawab Bayu.

"Tapi Bos, bukannya pesanku berhasil terkirim?"

Bayu lalu membuka ponsel dan memperlihatkan pesan yang dikirim oleh Anggi waktu itu.

(*pesan terhapus*)

Tentu saja pesan dari Anggi ketika itu terhapus, namun walau begitu, ia akan tetap bisa membaca isi pesan dari buku Anggi.

'Terus dari mana dia tahu tentang Geplak?' Pikir Anggi tidak percaya mendapati pesannya kala itu, hanya berupa pesan kosong.

"Seperti yang dikatakan Anggi, serangan Laut Selatan datang secara tiba-tiba. Itu benar karena selama ini kita hanya melihat mereka menggertak tapi tidak mendekat. Namun, apa yang terjadi kalau serangan tiba-tiba merupakan bagian dari rencana?"

"Apa Bos berpikir kalau ini ada kaitannya dengan balon udara Hexagone?"

"Iya, keduanya sangat berkaitan. Aku pikir rencana mereka seperti ini, pertama serang diva idola, Vanessa, di Nusa sembari menyuruh Laut Selatan menyerang Geplak. Setelah itu, blokir informasi di sekitar Akademi dan Geplak selagi berita Vanessa dan Hexagone viral.

Alasan mereka menyerang Vanessa karena pengaruh dan namanya yang besar, sehingga jika ada berita dari Akademi yang tidak terpantau lolos dari pemblokiran, maka berita dari sosok Vanessa diharapkan bisa mengubur informasi dari Geplak. Dan itu berhasil.

Pertanyaannya, apa yang akan mereka lakukan berikutnya?"

Anggi dan Aarifa hanya terdiam, mereka masih mencerna segala hal yang dikatakan oleh Bayu.

Tidak lama, Anggi lalu menjawab, "Pembantaian, Laut Selatan akan melakukan serangan ke Akademi selagi orang-orang masih fokus pada Vanessa. Dengan kemampuan Akademi sendiri, mereka tidak akan mampu membendung kekuatan Laut Selatan. Tanpa ada platinum, Kota Akademi hanya akan jadi arena pembantaian."

"Betul apa yang kau katakan, aku tidak tahu tujuan asli mereka apa, tapi untuk langkah berikutnya serangan mereka bukan hanya tertuju pada Akademi saja. Mereka juga menargetkan Sentral.

Kemungkinannya seperti ini, setelah mereka berhasil menghancurkan Akademi. Pemblokiran informasi akan mereka hilangkan, sehingga berita tentang kehancuran dua kota secara tiba-tiba akan membuat Nusa geger.

Seketika itu fokus Nusa akan berpindah drastis dari Vanessa ke Akademi. Mengingat Kota Akademi merupakan salah kota penting di Nusa, pemerintah akan menurunkan pasukan terbaiknya untuk merebut kembali. Jenderal Gahar sebagai salah satu platinum tentu akan dikirim, para avonturir kuat di seluruh Nusa pun akan berdatangan, karena perang merupakan profit bagi mereka.

Setelah semua fokus berada pada perang di Akademi, menurutmu apa yang akan terjadi?"

Anggi kembali merenung, Aarifa yang sudah minum bir lebih dari lima gelas, mukanya sudah tampak merah padam, ia sudah tidak mau untuk berpikir dan hanya ingin mendengarkan.

"Akademi—Sentral—perang—informasi…!!!" Anggi menyadari sesuatu, "Sentral menjadi kosong, kalau Jenderal pergi ke Akademi dan avonturir Sentral pun pergi, maka tidak ada kekuatan besar yang melindungi Sentral!"

"Yup! Ketika perang di Akademi terjadi, mereka akan menyerang Sentral. Dan… hal yang terjadi sebelumnya di Akademi akan terjadi di Sentral. Mereka akan memblokir informasi di Sentral, sehingga tenaga yang sudah berada di Akademi tidak akan tahu dan kembali ke Sentral sebelum kota itu hancur."

Situasi hening seketika. Anggi tidak mengerti bagaimana bosnya dapat menemukan plot musuh yang tampak tertata rapi. Bukan itu saja, dia bahkan bisa membayangkan langkah selanjutnya yang dilakukan musuh. Anggi selalu merasa kalau Bayu itu sosok yang menyeramkan, dan instingnya itu memanglah benar.

"Jadi~ Apa Guildmaster sekarang mau menyelamatkan Sentral?"

"Sejujurnya, aku tidak terlalu peduli pada nasib Sentral. Hanya saja, ibu dan kakakku berada di sana, mau tidak mau aku harus melakukannya. Belum lagi, mungkin kau tidak sadar—tapi Anggi, pesan yang kau kirim telah merubah inisial rencana mereka."

"Maksudnya?"

"Karena pesanmu, aku menjadi tahu situasi di sana. Karena merasa ada yang aneh, aku mengirimkan pesan tentang Geplak ke Fara. Selagi aku mencari lebih banyak informasi, Fara dengan sifatnya yang impulsif, tentu akan pergi ke Akademi.

Untuk itu, ia harus meminta izin ke redaksi, sehingga secara tidak langsung redaksi tahu akan kondisi di Geplak. Redaksi akan melapor ke atasan, dan mengetahui situasi sudah genting, mereka akan lapor pada negara.

Jadi pada saat ini, Nusa sudah mengirim Gahar dan platinum lain yang kau sebut pergi ke Akademi. Plot awal mereka akan berubah kalau tahu akan ini, setidaknya nasib warga Akademi tidak akan terlalu buruk setelah mendapat bantuan platinum. Pesanmu menyelamatkan nyawa mereka."

"…"

"Well~ walaupun yang seharusnya pembantaian kini berubah ke perang. Rencana pembantaian mungkin berubah, tapi mereka akan tetap berusaha menghancurkan Akademi dan membuatnya sebagai fokus media. Sentral akan tetap diserang, jadi kita akan ke sana sebelum perang terjadi."

"Bos… apa kau tahu cara menghentikan rencana serangan itu?"

Bayu menggeleng, dia tidak memiliki cukup informasi untuk detail serangan yang akan diluncurkan ke Sentral. Waktu, tempat dan cara serangan itu masih nihil di pikiran Bayu. Salah satu petunjuk yang ia tahu hanya sosok Vanessa yang kini telah menjadi mutan. Dan sosok ini pasti akan ikut muncul pada serangan di Sentral nanti.

"Hey~ bukannya masih ada satu platinum, Si Puteri Bulan. Apa mereka tidak memperhitungkan keberadaannya?"

"Dia adalah seorang avonturir, dia tidak punya obligasi untuk melindungi Nusa. Kalau pun dia memiliki rasa nasionalisme, besar kemungkinan dia akan ikut perang di Akademi. Belum lagi, tidak ada yang tahu dia di mana." Jawab Anggi, namun ia menoleh ke Bayu ketika menyatakan kalimat terakhir.

Anggi melihat Bayu bersandar di sofa dengan mata terpejam seperti sedang berpikir. Situasi ketika itu hening, mau itu Anggi ataupun Aarifa mereka berdua menunggu Bayu kembali berbicara.

Sampai pada akhirnya Aarifa melihat jari Bayu yang biasanya mengetuk-ngetuk lengan sofa, kali ini kebiasaan itu tidak terlihat.

"Hm?" Kening Aarifa mengernyit, ia mendekat ke arah Bayu, lalu merasakan nafas di hidung Bayu dengan jarinya. Ia lalu membuka mata Bayu, melihat reaksi mata dan nafas yang sangat teratur, Aarifa melihat tubuh Bayu dengan tatapan kosong.

"Dia tidur…"

"Hah?!"

Chapitre suivant