webnovel

Bersih-bersih Rumah

"Ayah, jangan tertipu olehnya sepanjang waktu, wanita itu tidak sebaik yang kau pikirkan, oke?" Sandra menolak untuk pergi.

"Itu ibumu, tunjukkan rasa hormat." Dokumen di tangan Harris Hartono langsung melayang terbang ke udara, melesat cepat ke arah Sandra.

Untungnya reflek Sandra lebih cepat. Ia menangkapnya dan melemparkannya kembali.

"Ibuku sudah lama meninggal."

Mendengar perkataan itu, raut wajah ayahnya berubah. "Kamu…", entah mengapa tidak mengatakan bisa menyelesaikan kalimatnya dengan sempurna, dan dia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Lupakan, cepat pergi! Jangan muncul lagi di depanku."

Dengan memegang dadanya, Harris Hartono menarik napas dalam-dalam, jantungnya seperti akan meledak. Selama bertahun-tahun, keluarga ini tidak pernah membuatnya khawatir. Mengapa sekarang menjadi seperti ini?

Sandra masih memiliki banyak hal untuk dikatakan, tetapi sekarang, ini bukan waktu yang tepat. Ia diam-diam mengeluarkan sebuah sebuah buku rekening bank dari tasnya dan meletakkannya di meja ayahnya, berbalik, lalu berjalan keluar.

"Sandra, ini ...". Ayahnya membuka buku tabungan itu, dan seketika jantungnya seakan melompat ke tenggorokannya.

"Semoga uang itu bisa membantu Ayah." Sandra membalikkan punggung, ia kembali menatap ayahnya, lalu tersenyum. Merasa sedikit lega bisa membantu ayahnya itu.

Meskipun mereka bertengkar hebat beberapa saat yang lalu, tetapi darah lebih kental dari air, hubungan mereka tidak dapat diubah.

"Uang sebanyak ini... Dari mana kamu mendapatkannya?"

Ayahnya sedikit menunjukkan kekhawatirannya. Ingin memastikan bahwa uang itu diperoleh dengan cara yang benar.

"Aku tidak ingin mengatakan, Ayah. Percayalah uang itu sangat bersih, gunakanlah dengan percaya diri," kata Sandra mencoba meyakinkan.

"Apa ini ada kaitannya dengan pria itu?" Harris Hartono muka orang bodoh. Ia mencoba

menebak beberapa kemungkinan yang terjadi. Tampaknya Sandra tidak sedang bersama dengan pria biasa. Tetapi putrinya itu tidak benar-benar menjalin hubungan. Mungkinkah hanya karena uang, dia menyerahkan dirinya kepada seorang pria? Sangat membingungkan!

Ia berlari dan meraih lengan putrinya yang hendak pergi: "Sandra, beritahu ayahmu, siapa pria itu dan apa latar belakangnya, kamu dan dia?"

Siapapun pasti akan memikirkan hal itu, dan Harris Hartono tidak terkecuali.

"Ayah, dia tidak melakukan apapun padaku, dan hal-hal tidak seperti apa yang Ibu dan Diana katakan. Aku tidak bersalah. Mengenai asalnya, aku tidak tahu. Aku hanya tahu bahwa dia bernama Nico. Dia menganggap uang hanya seperti kotoran. Bersedia membantu saya.:" Sandra hanya bersedia menjawab secara terbatas.

"Nico?" Ayahnya dengan panik mencari informasi tentang nama yang terlalu umum itu di benaknya, tentu saja hasilnya nihil. Tidak ada informasi berharga yang menunjukkan sia sebenarnya pria itu. Bahkan pengusaha tua seperti dirinya yang memiliki jutaan koneksi tidak mengenalnya, sungguh misterius dan membuat orang harus waspada.

"Sandra, kamu terlalu naif. Kalau seorang pria tidak memikirkan kamu, bagaimana dia bisa memberikan uang sebanyak ini? Apa yang dia inginkan darimu? Kamu harus berpisah darinya secepat mungkin, ayah khawatir!" Harris Hartoni dengan panik meraih tangan putrinya. Ia tahu bahwa putrinya telah bekerja keras, semuanya demi keluarganya.

"Ayah, aku kan sudah pernah bilang. Aku akan melakukan segalanya demi keluarga ini. Sebagai anggota keluarga Hartono, aku tidak akan dengan mudah mengaku kalah." Gadis itu menatap mata Ayah dengan sangat serius, setiap kata, setiap kata-kata yang diucapkannya itu berasal dari hati.

"Baiklah, kau memang layak menjadi putri Ayah." Sebuah senyuman akhirnya terlihat di wajah ayahnya. Melihat itu, Sandra segera berlari dan memeluk ayahnya.

Harris Hartono dengan lembut menepuk punggung putrinya. Sandra juga sangat menikmati momen ini, dia sudah lama tidak memeluk ayahnya, dan dia merasa aman dalam pelukannya.

"Ayah, aku harus kembali sekarang, masih ada kelas hari ini "ujar gadis itu sembari melepaskan pelukan ayahnya.

...................

Pada jam sebelas pagi, Sandra membeli beberapa sayuran dan pulang ke rumah. Ia memutuskan untuk tidak ke sekolah pagi ini. Ia lebih memilih untuk bergegas pulang menyiapkan makanan dan pakaian bosnya. Mungkin jika sempat, ia akan ke sekolah untuk menghadiri kelas sore.

Kembali ke rumah, Sandra melihat pemandangan yang mengejutkan. Lantai rumah begitu bersih dan licin berkilauan. Sepatu di rak ditata sangat rapi sesuai aturan. Boneka Hello Kitty di sofa juga berbaris dari kecil hingga besar. Seluruh sudut rumah terlihat begitu bersih.

Nico sedang duduk di sofa dengan santai sambil bermain dengan ponselnya, menggeser jari-jarinya yang ramping di layar ponsel itu. Sandra memperhatikan sosok bosnya dengan seksama. Detik itu juga, segala sesuatu di dunia memudar di hadapannya Saat ini, di mata Sandra, satu-satunya yang terlihat jelas adalah sosok Nico yang menarik dan mempesona.

Gadis itu berhenti melamun dan dengan cepat mengganti sandalnya. Ia tidak melemparnya seperti biasa, dan secara perlahan meletakkannya dengan rapi di rak sepatu. Lalu ia bergegas masuk dengan membawa sayuran.

"Apakah kamu membersihkannya?" tanya Sandra sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Merasa takjub karena ia tidak pernah melihat rumahnya sendiri dalam keadaan sebersih ini.

Dalam hatinya, gadis itu sangat keheranan. Apa benar bosnya yang manja ini benar-benar berinisiatif untuk melakukan pekerjaan rumah dan menjaga rumahnya tetap bersih?

"Ya" Nico yang masih menghadap ke layar ponselnya mengangguk sedikit.

Tentu saja tidak. Dia meminta Pak Bram untuk memanggil seseorang datang dan membersihkannya. Dalam pikirannya, dia tahu bahwa Sandra pasti lelah setelah menghadapi masalah di rumahnya. Tidak mungkin ia meminta gadis itu untuk mengerjakan pekerjaan rumah.

"Jangan begitu! Kamu kan bosku, hal semacam ini seharusnya aku yang..."

Belum sempat Sandra selesai berbicara, Nico menatapnya dengan tajam: "Ayo masak."

Ucapan singkat Nico membuat gadis itu tidak bisa berkata-kata lagi. Ia bergegas membawa sayurannya ke dapur dan bersiap untuk memasak.

Sejak Sandra memasuki dapur, mata Nico tidak lagi tertuju pada ponselnya. Dia menatap ke arah dapur dengan sedikit cemas, mencoba membayangkan masalah apa yang dihadapi gadis itu saat pulang ke rumahnya. Apa dia baik-baik saja? Tapi Nico masih ragu untuk bertanya langsung kepadanya. Mungkin tidak sekarang.

Setelah satu jam, makanan telah tersedia di atas meja tepat waktu. Namun penampilan masakan itu begitu aneh dan berantakan. Bahkan Sandra tidak tahan dibuatnya, dan sulit untuk menelannya. Bukan karena tidak enak. Gadis itu terlalu gugup menunggu reaksi Nico. Rasanya tidak terlalu buruk. Tapi Nico adalah bos manja yang hanya terbiasa dengan segala sesuatu yang mewah dan mahal. Apa makanan rumahan buatan Sandra bisa membuatnya senang?

"Jika rasanya tidak enak, aku pesan makanan saja ya" Gadis itu bertanya ragu-ragu.

"Tidak perlu." Nico menjawab dengan singkat. Ia memakan makanan itu dengan elegan. Meskipun penampilannya aneh, rasanya masih normal, dan sepertinya tidak akan membunuh siapa pun.

"Benarkah? Kamu harus makan lebih banyak! Kamu kan besar sekali, setinggi sembilan meter, dan pasti memiliki nafsu makan yang banyak. Tunggu sebentar, aku juga membuat sup sebagai pelengkap. Aku akan mengambilkannya terlebih dahulu untukmu hehe"

Setelah mengambil mangkuk kosong, dia berlari untuk menyajikan sup dengan penuh semangat.

"Cobalah, ini pertama kali aku membuat sup", ujarnya dengan bangga, namun juga sedikit ragu. "Em, walaupun aku tidak tau rasanya enak atau tidak menurutmu"

Gadis itu memandang bosnya sambil tersenyum penuh harap menantikan pujian darinya. Ingin sekali sesekali ia menerima pujian atas kerja kerasnya. Sekedar ucapan terima kasih juga tidak buruk.

Chapitre suivant