webnovel

Persahabatan yang terancam...

Semangkuk sup panas telah dihidangkan di hadapan Nico. Ia pun menoleh dan melihat gadis di sebelahnya terus tersenyum tanpa henti. Kenapa terlihat begitu mencurigakan? Dia bahkan bertanya-tanya apa mungkin ada racun di dalam sup itu. Dengan temperamen gadis ini, tidak mengherankan jika dia meracuni sup demi uang.

Sandra melihat bahwa bosnya tidak bersemangat untuk menyantap sup buatannya. Laki-laki itu malah menatapnya dengan ekspresi yang aneh. Apakah ada sesuatu di wajahnya?

Pikiran Sandra berubah. Dia berpikir bahwa bos pasti sedang mengujinya, jadi dia dengan cepat mengambil sendok itu, menuangkan sesendok kecil sup, dan meniupnya sedikit agar tidak terlalu panas. Kemudian ia mengarahkan sendok itu ke bibir Nico.

"Coba? Baunya enak, tapi aku tidak tahu bagaimana rasanya untukmu."

Sandra mencondongkan tubuh ke depan, menatap bosnya dengan tulus.

Saat ini keduanya berjarak sangat dekat. Cukup dekat sehingga panas dari ujung hidung mereka mengenai wajah satu sama lain. Cukup dekat untuk melihat pori-pori satu sama lain. Dan juga cukup dekat untuk masuk ke hati satu sama lain.

Detak jantung Sandra seolah berhenti seketika, dan dia menatap Nico dengan mata kosong. Dia memang sadar bahwa pria di hadapannya ini sangat tampan. Tapi baru kali ini ia melihatnya dari dekat, memandangi kulit wajahnya yang sempurna.

Di saat yang bersamaan Nico juga tercengang. Dia tidak pernah mengamati seorang wanita lain sedekat ini. Pada saat ini, melihat wajah polos Sandra di depannya, berbagai macam keinginan muncul di dalam hatinya. Tiba-tiba dia ingin meremas wajahnya dengan tangannya, menggigit telinganya, dan bahkan berpikir ... Nico tersentak mencoba menghilangkan pikiran-pikiran itu dalam benaknya. Tapi bagaimanapun, semua keinginan itu pasti dimiliki semua pria normal.

Mata kedua orang yang saling berhadapan ini menjadi semakin fokus, hanya ada satu sama lain di mata mereka. Bayangan satu sama lain dapat terlihat jelas di kedua mata mereka.

Sandra yang merasa tidak nyaman dengan keheningan yang canggung ini segera menegakkan tubuhnya kembali. Tetapi gerakannya yang terlalu mendadak membuat kuah sup di sendoknya tumpah ke celana Nico. Keheningan pun berhasil pecah.

"Maaf, aku minta maaf! Aku tidak sengaja, sumpah... sini aku bantu bersihkan."

Sandra menundukkan kepalanya dan terkejut ketika dia melihat celana bosnya basah dan ternodai oleh oleh sup buatannya.

Ia tahu betul bosnya adalah pria penyuka kebersihan yang bahkan begitu risih ketika melihat sedikit debu yang menempel. Untuk menebus kesalahannya, Sandra dengan cepat mengambil beberapa lembar tisu dari meja, dan meletakkan tangan kecilnya di pangkuan bosnya. Begitu tangannya mendarat di paha bosnya itu, wajah Sandra memerah. Ia baru menyadari bahwa dirinya sedang menyentuh bagian tubuh intim pria di hadapannya.

Sementara itu, Nico sama sekali tidak bergerak. Entah apa yang ada di benaknya. Mungkin ia masih terkejut dengan kuah panas yang sedikit membakar kulitnya. Bukan. Nico bahkan lebih kaget dengan inisiatif Sandra yang begitu tiba-tiba. Dia tidak pernah diserang oleh seorang wanita secara langsung. Gadis ini benar-benar ceroboh dalam melakukan sesuatu. Meskipun dia tidak memiliki maksud buruk, dia masih mengelap bagian dalam paha Nico dengan pelan dan hati-hati.

Nico hanya diam membiarkan Sandra membersihkan kekacauan yang ia buat. Kedua orang itu tidak berkata sepatah kata pun. Setelah selesai menyeka noda di celana bosnya, Sandra kembali menduduki kursinya, masih diselimuti rasa bersalah. Sementara Nico bangkit dari kursinya dan berjalan ke kamar mandi.

Sandra memanfaatkan ini untuk dengan cepat berlari ke dalam kamar dan mengunci pintunya. Wajahnya masih begitu merah. Dengan rasa malu, ia menampar sendiri pipinya, mencoba menyingkirkan segala pikiran aneh dari kepalanya. Ia lalu bergegas mengganti pakaiannya dan pergi ke sekolah.

Ketika tiba di sekolah, Sandra dengan malas berjalan menuju ruang kelas. Ia hanya mencari alasan untuk keluar dari rumah dan menghindar untuk sementara waktu. Jika bukan karena hal-hal memalukan yang terjadi dengan bosnya, dia pasti akan tinggal di rumah untuk sementara waktu.

Begitu sampai di pintu kelas, Sandra memperhatikan situasi yang begitu sunyi. Di kelas hanya ada beberapa orang yang duduk, termasuk Leo. Melihat teman kecilnya itu, tanpa sadar Sandra

mengepalkan tinjunya. Ia sangat ingin memukul wajah Leo. Anak itu satu-satunya orang yang mengetahui keberadaan bos dirumahnya. Dia pasti yang memberitahukan ini kepada ibu dan kakak tirinya. Kalau saja Leo tidak membuka mulut besarnya, maka masalah pagi ini tidak akan terjadi. Tapi Sandra mengendurkan tinjunya dan duduk di kursinya dengan emosi yang meluap-luap.

Leo dengan linglung melihat bukunya yang dalam keadaan terbalik. Dia dalam keadaan tidak sehat sepanjang pagi. Dia terus memikirkan Sandra, bertanya-tanya apakah pria menyebalkan semalam benar-benar pacarnya? Jika itu benar, Leo pun memikirkan segala kemungkinan terburuk. Kecil kemungkinan keadaan bisa kembali seperti semula. Mereka mungkin tidak bisa melakukan apapun selayaknya sahabat seperti dulu lagi.

Ketika Sandra masuk ke ruang kelas, kedua mata Leo langsung tertuju ke arahnya. Kepalanya seperti jarum jam yang secara otomatis mengikuti arah Sandra berjalan. Leo merasakan lirikan tajam Sandra menuju kearahnya. Tidak butuh waktu lama bagi Leo untuk paham alasan Sandra terlihat begitu kesal. Sandra sangat marah dan ingin melampiaskannya. Tapi ia lebih memilih memendamnya dalam hati.

Leo kemudian mengeluarkan sebungkus permen white rabbit dari lacinya dan bersembunyi di belakang. Ia lalu dan berjalan ke posisi di depan Sandra, mencoba mengejutkannya. Gadis itu melihat bahwa sahabatnya sedang mencoba meredakan kemarahannya. Ia seperti sudah merencanakan semuanya dengan matang. Seakan tahu tentang kemarahan Sandra kepadanya.

Tersenyum lembut, Leo menunggu reaksi dari Sandra. Ia masih mendapati mulut gadis itu cemberut dengan lucu.

"Siapa yang marah?", Leo menatap Sandra sambil masih tersenyum, seperti sedang menggodanya. Gadis itu tetap tidak bereaksi. Ia tidak bisa memaafkan Leo begitu saja. Dibujuk dengan permen? Memangnya dia gadi berusia lima tahun?

"Kenapa kamu tidak bicara? Tidak ada yang memberitahumu bahwa akan ada sesuatu di wajahmu saat kamu marah?" Leo terus berusaha menggoda Sandra, mencoba membuatnya tersenyum.

"Apa?" Sandra akhirnya menanggapi kata-kata temannya itu.

Mengetahui ia berhasil mendapatkan perhatian gadis itu, ia pun berpura-pura serius dan duduk tegak, dengan kedua tangan bertumpu pada pipi Sandra, memegang pipi halus itu di telapak tangannya, dan dengan hati-hati meluruskan kepala Sandra seolah sedang menggendong bayi. Keduanya saling menatap.

Leo berkata dengan sungguh-sungguh: "Agak cantik."

"Singkirkan tanganmu", ujar Sandra siap mengarahkan kepalan tangannya untuk meninju Leo. Namun laki-laki berkacamata itu tetap tidak bergerak, masih memegangi wajah Sandra di tangannya. Dengan mata yang penuh kasih sayang tidak pernah berubah. Dia tahu bahwa Sandra tidak akan memukulnya. Dan benar saja, tangan gadis itu berhenti di udara.

"Selama itu kamu, aku tidak akan pernah lari meskipun kau memukulku sebanyak seribu kali" Leo menatap gadis dihadapannya dengan penuh kasih.

Biasanya, dia jarang mengucapkan kata-kata menggelikan semacam itu. Tetapi saat ini, Leo akan mengatakan apapun demi membuat Sandra mau berbicara dengannya. Dia takut jika dia hanya berdiam diri, tidak akan ada kesempatan lagi untuk mengambil hati Sandra.

"Hentikan Leo, kamu membuatku merinding.", Sandra membuka tangan Leo dengan kesal.

"Sudah merasa lebih baik? Kalau kamu masih marah... ", Leo membuka bungkus permen white rabbit dan mengarahkannya ke bibir Sandra. Gadis itu tersenyum dan langsung melahapnya.

Chapitre suivant