webnovel

Piala Oscar, untukmu...

CTARR!

Suara cambuk menggelegar terdengar memenuhi seluruh sudut ruangan.

"Ayah, sangat menyeramkan. Aku takut!" Sandra berkata terus terang.

Dia benar-benar ketakutan, cambuk di tangan ayahnya bukan hanya sekedar mainan. Jika mengenai anggota tubuhnya, ia yakin akan berakibat fatal.

Setiap orang memiliki hati untuk kecantikan, Sandra tidak ingin meninggalkan bekas luka di tubuhnya.

"Jadi kamu masih memiliki rasa takut? Mengapa kamu tidak takut ketika tinggal satu rumah dengan lelaki sembarangan? Mengapa kamu tidak takut ketika mencoreng nama baik keluarga Hartono?! "

Begitu nama keluarganuya disebut, ayahnya kembali mengangkat cambuk dan mengibaskannya lagi.

Bagaimanapun, Harris Hartono memang adalah orang kuno. Ia tidak bisa menerima perilaku modern anak muda. Aturan ketat Keluarga Hartono selalu dijunjung tinggi. Tetapi hari ini, hanya untuk menjunjung tinggi nama baik, ia tampaknya lebih tega untuk melukai anak kandungnya sendiri.

"Harris! Sandra masih terlalu muda, dia tidak tahu konsekuensi dari tindakannya. Kita orang tua juga bertanggung jawab, salahkan aku karena tidak mendidiknya dengan baik, jika kamu ingin memukul Sandra, pukul saja aku dulu!"

Kalina maju dengan berani, mencoba mendekati suami dan anak tirinya.

"Kamu memanjakannya lagi? Setiap kali Sandra melakukan kesalahan, kamu selalu membelanya!" Harris Hartono membuang cambuk di tangannya dengan penuh rasa tidak puas.

Tidak peduli seberapa kejamnya dia, dia tidak bisa mengalahkan istrinya.

"Ya, Bu, ayah benar! Sandra masih berstatus pelajar, tapi dia berani hidup dengan seorang laki-laki. Sungguh memalukan." Diana melihat bahwa ayahnya belum siap menghukum tegas anaknya. Jadi dia menawarkan diri untuk turun tangan. Ayolah. Apalagi yang ditunggu? Kesalahan adiknya kali ini sangat fatal bukan? Diana selalu begitu bersemangat setiap kali adiknya terjebak dalam masalah. Kali ini masalah yang dialaminya cukup besar dan membuat Ayahnya begitu marah hingga mengeluarkan cambuknya. Diana merasa sangat puas.

Ibu dan anak ini dengan pandainya telah membagi peran hitam dan putih, sungguh sebuah pertunjukkan sempurna.

"Sandra masih muda. Ketika dia berakal sehat, dia akan mengerti hal-hal yang sepantasnya dilakukan atau yang tidak pantas. Selain itu, Sandra adalah anak cerdas. Saya pikir lebih baik bertanya pada Sandra, apakah kamu benar-benar jatuh cinta kepada pria ini? Harris bagaimana menurutmu? "

Kalina berkata bahwa dia bisa memahami masalahnya dengan mudah. ​​Saat itu juga, untuk menyelesaikan masalah, ia mengatur agar Sandra menikah dengan lelaki liar yang tinggal menumpang di apartemennya. .

Kalina sama sekali tidak mengenali identitas pria yang bersama Sandra. Mungkin dia adalah orang yang sangat biasa. Tanpa latar belakang yang jelas dan berarti. Menikahkan Sandra dengan pria yang tidak jelas asal-usulnya menjadi tujuan Kalina. Ini adalah kesempatan bagus untuk membuktikan bahwa anak yang bukan darah dagingnya itu hanya membawa malu pada keluarga besar.

"Tidak sudi!", Harris Hartono berkata dengan kasar. Dia tidak akan menikahkan putrinya begitu saja, apalagi dengan pria liar yang tidak diketahui asalnya.

"Jujur saja, aku tidak keberatan untuk menikah dengannya." Sandra menggumam, berdiri di sana dengan pikiran yang sembrono.

Amarah Harris Hartono kian memuncak, mendengar kata-kata bodoh dan tidak berakal ini keluar dari mulut Sandra. Dia mengambil kembali cambuk yang telah dia buang di tangannya lagi dan bergegas menuju Sandra.

"Hari ini, aku akan membunuhmu, mulai hari ini dunia akan lupa bahwa kau merupakan bagian dari keluarga besar Hartono yang terpandang"

Kalina menjaga Sandra seperti ayam betina yang melindungi anaknya untuk mencegah cambuk suaminya menyakitinya.

"Sayang, jangan dengarkan dia. Kamu benar-benar ingin membunuh anak kita? Dia masih belum dewasa, masih banyak hal yang perlu dipelajarinya. Ini hanya kesalahan kecil, aku yakin dia pasti menyesalinya." Kalina masih tetap berusaha menenangkan suaminya.

Sandra tidak tahu kenapa, Kalina mulai tampil dengan penuh kasih sayang lagi. Setiap kali Sandra melakukan kesalahan, dia akan berdiri dan membelanya dengan penuh semangat.

Di mata orang luar, Kalina sangat baik kepada Sandra, tetapi gadis itu sendiri mengerti di dalam hatinya bahwa ibu tiri ini sedang mencari cara untuk menghancurkannya.

"Lepaskan aku, hari ini aku akan membunuh makhluk yang tidak tahu terima kasih ini!." Harris Hartono benar-benar marah.

Saat ini, tangannya yang menggenggam cambuk masih melayang di udara, dan tangan yang lain mendorong Kalina dengan ganas. Ia sungguh bertekad untuk mengajari Sandra pelajaran yang kejam.

Tetapi tidak ada yang mengira bahwa Kalina yang didorong menjauh, tidak bisa mempertahankan keseimbangannya yang memakai sepatu hak tinggi, menyebabkannya dia jatuh ke belakang.

Di belakangnya, kebetulan terdapat sebuah mesin teh, punggungnya menghantam mesin teh dengan keras, menghasilkan luka sayatan yang cukup dalam, dan darah mengalir keluar dari tubuhnya.

Saat ini, semua orang hanya diam terpaku seperti orang bodoh. Tidak ada yang menyangka bahwa pertemuan keluarga yang jarang terjadi ini justru akan menumpahkan darah.

Melihat ibunya terluka, Diana berlari untuk mendorong Sandra menjauh, menatapnya dengan ganas dan marah: "Sandra, lihat apa yang kamu lakukan. Jika terjadi sesuatu pada ibuku, aku akan membunuhmu! "

Harris Hartono pun menjatuhkan cambuk di tangannya dan berlari untuk mengangkat istrinya: "Mengapa kamu begitu keras kepala membela anak itu, mengapa kamu begitu ceroboh?" Ekspresi sedih lelaki itu menunjukkan cintanya yang dalam kepada istrinya.

Dalam sekejap, Sandra menjadi sasaran kritik seluruh anggota keluarganya. Semua orang mendorong kesalahannya pada tubuhnya. Sandra benar-benar merasa teraniaya. DIa bahkan tidak melakukan apapun dan hanya berdiri dengan patuh. Bahkan saat ini ia merasa bahwa ibu tirinya seperti melakukan ini dengan sengaja. Melukai dirinya sendiri untuk membuatnya terlihat rapuh sehingga ayahnya akan selalu berpihak padanya dan lebih membenci Sandra.

"Harris, kamu berjanji padaku, jangan salahkan Sandra, oke?" Kalina yang bersimbah darah memegang tangan suaminya dengan suara lemah. Lelaki itu kembali memegang tangan Kalina, sebelum dokter keluarga memintanya untuk pergi agar bisa fokus melakukan perawatan.

Setelah dokter meninggalkan rumah, Diana tetap tinggal di kamar untuk merawat ibunya, dan dia tidak membiarkan Sandra masuk.

Sandra tidak bisa pergi sekarang. Kesalahpahaman hari ini menjadi semakin parah. Jika dia tidak memikirkan solusi, keadaan pasti menjadi semakin buruk. Gadis itu pun bergegas pergi ke ruang kerja. Dia tahu, setiap kali ayahnya merasa gelisah dia pasti mengurung dirinya di ruang kerja untuk berpikir dan menenangkan diri. Meskipun pasti ayahnya tidak ingin diganggu, tapi Sandra tidak bisa berdiam diri. Lagipula dia masih harus memberikan uang seratus juta kepada ayahnya.

"Ayah."

Sandra memperhatikan sosok ayahnya duduk di meja kerja sambil mengenakan kacamata bacanya. "Bagaimana kabar ibu? Apakah lukanya serius?"

Harris memelototi anaknya, dan berjalan langsung ke meja: "Kenapa? Kamu berharap ibumu mati?". Sejak dulu dia tahu bahwa Sandra tidak pernah menerima ibu tirinya dengan tangan terbuka. Putrinya itu terlalu terpaku pada masa lalu, merasa bahwa sosok ibunya yang sudah meninggal tidak akan dapat tergantikan. Dalam hati Harris, dia tidak tega dengan putrinya yang seperti itu. Tapi sikapnya yang tidak pernah mau belajar menerima keputusannya untuk menikahi Kalina juga tidak bisa dibenarkan.

"Bagaimana kalau ia hanya berpura-pura", gumam Sandra yang masih dapat didengar oleh ayahnya. Entah kenapa kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya. Kecurigaan Sandra tidak bisa ditutupi begitu saja.

"Apa kau bilang?!"

Mata Harris Hartono melotot, tidak percaya dengan kalimat yang baru saja dikatakan putrinya.

Chapitre suivant