Alunan fur Elise merambat disetiap inci ruangan bernuansa biru. Disetiap dentingan piano, berjuta emosi meluap mencengkram dan memaksa memasuki hati di setiap pendengar. Dimainkan secara perfeksionis, dengan emosi seratus persen pemahaman, itu terdengar seperti tangisan mermaid sebelum menjadi buih. Lutfian William--pianis muda lulusan Julian Collage memejamkan mata menikmati setiap permainan jemarinya. Sosok tinggi yang duduk di belakang piano, seolah mengeluarkan aura menyendiri. Keping demi keping ingatan miliknya menyatu. Memberikan gambaran memori kecilnya yang telah lama terkunci.
"Kakak!" Seorang gadis berkuncir kuda melangkah dengan kaki pendeknya. Menghampiri lelaki dua kali tingginya. Gigi kelincinya terlihat ketika menatap lelaki yang dipanggilnya kakak.
"Ya?" Tatapan lembut lelaki itu tidak bisa dipungkiri.
"Grace ingin lagi! Mainkan fur elise! Grace ingin menari! Ah! Teman Grace juga menyukai lagu itu."
Lutfian tersenyum, masih duduk di depan piano, dia mengangkat Grace kecil memasukkan dalam pangkuannya.
Lutfian baru berusia tujuh tahun. Namun fitur tampannya sudah terlihat. Terlebih dengan bakat pianis dan sikap ramahnya, banyak gadis menyukainya. Banyak keluarga terhormat menginginkan pertunangan dengannya. Hanya saja...dunianya hanya diisi oleh satu orang—dia Grace. Gadis kecil yang selalu ada di tatapannya. Selalu mengelilinginya dan mengandalkannya. Tidak ada yang menarik perhatiannya kecuali Grace.
"Jadi adik kecil kakak memiliki teman?"
"En. Dia cantik....sekali. kakak tau? Dia tinggi seperti kakak memiliki mata biru. Tapi Grace sedikit takut."
"Kenapa?"
"Tangannya selalu berdarah."
Lutfian mengerutkan kening. " dimana dia tinggal?"
"Dirumah ini. Katanya dia dulu tinggal disini sebelum kita."
Lutfian tercenung," Grace kakak akan memainkannya. Tapi Grace harus berjanji tidak akan bermain dengannya lagi oke?"
"Kenapa?"
"Karena dia tidak baik."
"Oke!"
"Anak baik..."Lutfian mengusap kepala adikknya sayang. Lutfian tahu...Grace memiliki kelebihan. Dan dia bangga hanya dia yang tau. Lutfian kecil selalu berpikir Grace akan selalu mengandalkannya. Selalu menjadikannya yang pertama. Tapi semua itu hilang ketika dia datang.
Jreng!!!
Emosi Lutfian ditekankan pada bait terakhir. Menoleh kebelakang, Bastian--pelayan sepuh sudah ada dibelakang menunggunya.
"Tuan muda."
"Siapa yang mencariku?"
"Keluarga Guan mencari anda. Ayah dan ibu tuan muda juga sudah menunggu di ruang tamu."
Buku-buku tangan Lutfian memutih searah dengan kepalan tangannya.
"Aku akan turun."
***
Mio masih dalam keadaan mengantuk ketika Philip mengunjungi rumahnya. Semalaman Mio harus menemani Sadako bermain di halaman belakang. Hantu licik itu meminta imbalan karena membantunya melawan Vok.
"Saya akan menjelaskan pada orang tua nona." Philip yang melihat Mio keluar langsung menyambutnya. Tapi melihat kedua orang tua Mio tidak menemani, Philip mengira Mio tidak menjelaskan apapun.
Mio menggeleng cepat, "tidak perlu. Mereka sudah tau."
"Ya?"
"Lebih baik kita segera pergi. Papa dan mamaku tidak akan keluar rumah hari ini." Ini adalah hari menyepi dalam ajaran Shinto. Mio bukan menganut Budha meakipun papa dan mamanya seorang Budhianis. Bisa dibilang Mio adalah anggota gereja tidak taat. Mio merayakan natal, white day, meskipun jarang ke gereja.
Bahkan saat melihat Philip, papa maupun mamanya tidak bertanya apapun. Mamanya bahkan membantunya berdandan. Memakaikan gaun biru safir padanya yang terasa agak sesak. Kecuali Riou, sepertinya orang di rumah sudah mengetahui alasan kedatangan Philip. Papanya bahkan memberinya pesan untuk tidak mengungkapkan kelebihannya pada keluarga William. Dari situ Mio yakin bahwa beberapa shikigami (boneka kertas jimat yang dimasuki kekuatan spiritual untuk menyampaikan pesan atau mencari informasi pada masyarakat jepang era edo) pasti melaporkan hal itu pada papanya. Jadi pada dasarnya pembicaraanya dengan Sean adalah mengenai keikutsertaannya ke rumah Grace.
"Aku kan membayarmu dan tugasnya hanya menemaniku menemui keluarga Grace."
"Berapa?"
Sean mengacungkan dua jarinya.
"Dua ratus ribu? Dua juta? Tidak terimakasih."
"Dua puluh juta."
Mio melongo. Dua puluh juta? Dua puluh? Dia tidak salah dengar kan? Bagaimanapun tampang Sean saat mengatakannya adalah seperti tampang orang memberikan koin seribu pada pengemis--datar. Wajah tampan di depannya mentalnya tidak bermasalahkan? Tuhan itu adil. Bagaimana ada orang begitu perfeksionis seperti lelaki di depannya? Tampan, mapan, dermawan, miliader. Pasti mentalnya yang minus.
"Setuju." Daripada memikirkan mental, untuk tawaran ini tentu Mio tidak menolak.
"Sebenarnya masih ada lagi hal lain. Penawaran ini lebih menarik. Kamu bisa mendapatkan uang setiap bulan, ingin apapun bonus lelaki tampan."
"Intinya?"
"Bantulah aku untuk menjadi Grace. Kamu ikut aku ke USA. Hanya sementara. Setelah tiga bulan, aku bisa mengatakan Grace meninggal. Memang tidak ada yang tau nama tunanganku. Tapi pembunuh itu tau. Jadi untuk membingungkan pembunuh bahwa Grace hidup, itu akan memancing pembunuh memburu Grace."
"Maksudmu? Aku menjadi umpan?"
"Ya."
"Kamu terlalu jujur. Bagaimana kamu jujur untuk menjadikan wanita umpan? Apa kamu tidak takut aku menolak?"
"Aku tidak. Pertama kamu menyukai uang. Kedua, kamu memiliki bantuan dari yah bisa dibilang hal-hal yang tidak terlihat."
"Memiliki bantuan bukan berarti gratis. Aku juga memiliki hal yang dipertukarkan dengan mereka saat meminta bantuan mereka." kekuatan spiritualnya misalnya.Mio menyesap macha miliknya. Dengan perut kenyang, rasa pahit macha seolah tidak begitu terasa lagi.
"Aku tidak tau, tapi aku akan membayarmu sangat banyak. Mampu membuatmu tidak harus bekerja di rumah sakit."
"Oh...sepertinya kamu sudah menyelidikiku." Mio memicingkan mata.
" hanya hal dasar."
Mio tersenyum mengejek, "itu karena kamu tidak bisa menembus banyak."
"Ini berisiko, aku benci terlibat masalah meski aku mencintai uang. Keluargaku tidak akan setuju." Lanjut Mio.
"Tidak pernah rugi membantu seorang Guan. Apapun permintaanmu akan mudah kulakukan. Aku akan melayanimu dengan baik."
Mio berpikir bahwa Sean mirip sales yang menawarkan obat abal-abal dengan mulut berbusa untuk meyakinkan pelanggan.
"Beri aku waktu beberapa jam. Akan kukabari nanti malam."
"Oke. Aku yakin kamu menerimanya." Sean yakin.
Dan pada akhirnya Mio menyetujui hal itu. Bukan masalah uang. Lebih masalah tantangan. Disini Mio tidak pernah memiliki teman baik, pacar, ataupun hal-hal berbau sosial. Temannya hanya keluarganya. Teman lain hanyalah sekedar teman keluar bukan selayaknya sahabat. Karena keanehanya jarang orang yang mau berteman dengannya. Jadi hidupnya terlalu membosankan. Tantangan beresiko akan lebih baik dari kebosanan. Itu adalah ungkapan yang sering dikatakan kakek ketika papanya meminta kakek berhenti menjalankan tugas sebagai Youmeisei.
"Kita akan bertemu tuan muda di rumah William nona."
"Aku mengerti." Mio menyandarkan kepalanya di kursi. Memejamkan mata, Mio sangat mudah terlelap. Yah...dua jam perjalanan cukup untuknya tidur.
Tidak lebih dari dua jam perjalanan Suv yang dikendarai Mio terpakir di depan halaman luas sebuah mansion. Mio tidak tahu kapan pastinya mobil berhenti. Yang dia tahu begitu membuka mata, Sean telah duduk di sebelahnya.
"Sudah bangun?"
"Kita sampai? Kenapa tidak membangunkanku?"
"Kamu terlihat sangat lelah. Apa dia mengajakmu bermain terlalu lama?"
"Hingga fajar." Jawab Mio. Ini kali pertama Mio begitu santai berbicara tentang teman astralnya dengan orang selain keluarganya.
"Kamu siap?"
"Hanya untuk memberitahukan saja kan? Kamu yang menjelaskan nanti. Kamu yang harusnya siap."
"Mentalmu harus lebih dari siap ketika nanti masuk."
"Hm?" Mio memiringkan kepalanya memandang Sean. Mungkin itu terkihat imut. Tapi karena pipi tembam Mio, dimata Sean justru terlihat seperti bakpao bodoh.
"Ayo masuk."
***
BANG!!!
"Ackh!" Mio menutupi mulutnya. Jantungnya hampir dipastikan mengalami CTR ketika sebuh peluru melesat melewati rambut cokelat gelap dan menembus dinding. Memutar kepalanya kebelakang, Mio menyadari lubang peluru di dinding hanya sekitar tiga senti dari kepalanya.
Oi oi...dia tidak sedang dalam film action perang kan? Dia masih di Indonesia kan?
"Begitukah sambutan dari pewaris William?"
Mio memandang Sean di sampingnya. Dibandingkan wajah Mio yang pucat pasi, wajahnya sama tenangnya dengan genangan air.
Kamu normal kan?sejak kapan pistol legal di Asia???! Mio menjerit dalam hati.
"Seorang Guan tidak disambut disini. Kembalikan jenazah adikku! Guan Osean O'neil."
Nafas Mio sesak. Jauh di depannya, seorang lelaki cantik berdiri anggun di tangga kedua. Tubuhnya tinggi, dengan kulit putih bersih. Rambutnya cokelat rapi dengan sepasang mata biru jernih . Demi apapun, Mio belum pernah melihat penampilan manusia secantik itu untuk ukuran lelaki! Tampan!
Lelaki itu bahkan tidak cocok dengan bentuk kekerasan apapun. Jangan katakan dia yang menembak barusan?
"Kasar sekali..." Sean tersenyum tipis.
"Ambil saham adikku. Tapi kembalikan jenazah Grace. Atau kepalamu akan tinggal menggantikan pemakamannya."
Wajah Sean mendadak dingin, "kamu pikir aku mengincar saham adikmu? Lutfian William, apa kamu pikir aku membunuh adikmu?"
***
"Jangan naif! Bukan hanya kamu yang kehilangan! AKU JUGA!"
"Huh? Rasa kehilanganmu...kamu yakin sama denganku?" Lutfian tersenyum mengejek.
Melihat tatapan dingin Sean, dengan jari terkepal kuat, Mio tau emosi apa yang ada dalam diri lelaki ini. Dia seorang psikolog. Sean terlihat biasa ketika menemuinya bahkan ketika kematian tunangannya yang nyaris menjadi istri. Itu mengapa Mio sempat merasa aneh. Namun kini Mio tau, semua ketenangan Sean hanyalah topeng atas rasa kehilangan mendalamnya. Mio mendesah...seharusnya dia tidak berada disini. Dia diam-diam iri pada Grace yang memiliki lelaki tampan yang begitu mencintainya.
"Hentikan pertikaian kalian. Lut, masukkan pistolmu. Kamu menakut-nakuti tamu kita." Seorang wanita berfitur lembut datang menyambut. Disampingnya ada seorang lelaki paruh baya. Mio yakin itu kedua orang tua Grace. Melihat kembali wanita yang nampak begitu cantik dan muda, Mio tidak bisa mengagumi. Sekarang Mio sadar dia hidup dalam tempurung katak. Bagaimana dia melewatkan mahluk cantik di dunia luas ini?
"Dia bukan tamu Mom."
"Mom tidak mengatakan tentang Guan. Mom mengatakan tentang gadis manis disampingnya."
Nah! Kini semua seakan sadar ada mahluk lain selain Sean disini.
Oi oi...apa aku begitu transparan hingga kalian tidak melihat keberadaanku? Aku cukup populer loh...*di dunia hantu*.
"Siapa namamu nak? Maafkan atas ketidaksopanan anak tante."
"Ah! Saya Mio. Mio Nakamura."
"Nakamura?" Ada sentuhan keterkejutan di wajah wanita itu namun segera kembali.
"Saya Miranti Nares. Senang bertemu denganmu."
Wanita yang cantik...mama! Kini aku tau maksud mama ketika mengatakan aku bukan gadis! Aku bahkan kalah saing dengan ibu beranak dua! Mio meratapi kondisi tubuhnya yang dibilang berisi dan pipi tembam, lengan seperti pupu dan kaki montok. Ah...sungguh tidak sedap dipandang. Memang orang jelek akan sadar dia jelek jika bertemu dengan orang cantik.
"Siapa kamu?" Kini Lutfian memandang Mio. Berdiri angkuh dengan pistol yang baru saja dimasukkan ke saku jas. Mio merinding. Kini dia tahu kenapa Sean mengatakan dia harus siap mental.
"Perlu saya menjelaskan disini?" Sean sinis.
Billy tersenyum, " maafkan kelalaian kami. Mungkin kita bisa sarapan bersama."
***
Mio berulang kali memeriksa cuaca pagi ini. Itu cerah. Matahari bersinar hangat. Burung-burung berkicauan. Tapi kenapa ruang makan ini seolah menggambarkan badai? Tenang tapi mencekam. Mio yang menyukai makan bahkan hanya bisa menelan sesuap sup asparagus dan segelas jus jeruk. Ketika Billy menyeka mulutnya dengan serbet, Mio otomatis mengikutinya.
"Langsung saja Sean. Sebelum kamu mengatakan apapun, saya sebagai kepala keluarga William merasa kecewa padamu. Janji telah kamu langgar. Meskipun ada campur tangan orang-orang kami, namun kamu tetap gagal melindungi Grace. Lebih kecewa lagi, bagaimana bisa keluargamu menawan Grace? Bahkan kami tidak bisa menyediakan pemakaman untuk anak gadis kami? Bagaimana kamu menghadapi nenek moyang kami? Aku akui keberanianmu. Keluarga William memang tidak sekuat Guan. Namun partner kami lebih dari yang Guan bayangkan. Kamu tau konsekuensinya?"
Mio terdiam. Inikah yang namanya kepala keluarga? Dominasinya sangat kuat! Bagaimana Sean menghadapinya?
"Tuan William, itulah kenapa saya kemari. Saya hanya menjelaskan bahwa memang keluarga kita terlibat konspirasi. Seperti yang diketahui meskipun Grace anak kedua, kakek Grace memberikan saham yang setara dengan Lutfian. Itu memancing beberapa pihak. Kolaborasi pernikahan saya dan Grace karena kecerobohan saya telah bocor, tentu membuat beberapa orang ingin memisahkan kami. Itulah kenapa kematian Grace saya sembunyikan. Selain itu, saya membawa pesan dari Grace. Itu akan disampaikan oleh gadis di debelah saya."
Heeee!!!!
Mata Mio membulat marah. Apalah Sean! Bagaimana dia melemparnya seolah umpan empuk. Ketika pandamgan Mio kembali, dia sudah di tatap oleh tiga pasang mata. Uh...
Berdehem Mio sebisanya berbicara tenang, " saya Mio, yah...bisa dibilang temannya walau bukan sahabat. Ah lupakan hal itu. Langsung inti saja, Grace mengatakan alasan kepemindahan saham dan lainnya telah dia jelaskan dalam sebuah wasiat. Itu ada di laci terakhir di kamarnya yang kuncinya berada di bawah almari sebelah kanan. Grace hanya mengatakan itu. Adapun isinya saya tidak tahu. Tapi Grace mengatakan hal itu akan menyakinkan kalian perihal peralihan saham nya pada Sean." Setelah Mio menyelesaikan ucapannya, setiap orang memiliki ekspresi berbeda. Tidak ada perkataan atau lainnya. Lalu Mio mendengar suara kursi berderit dari arah berlawanan.
"Aku akan mengambilnya." Itu Lutfian.
Itu cukup lama ketika Lutfian kembali dengan tiga amplop di tangannya. Masing-masing memiliki kepemilikan di atasnya. Untuk Mamanya, papanya dan Lutfian ketiganya memiliki tiga amplop yang berbeda. Wajah Lutfian tidak terlalu baik. Ada jejak samar air mata di ujung matanya. Mungkinkah dia menangis? Mio tidak berani bersepekulasi.
"Grace sayangku memang gadis yang pandai." Miranti menyesap teh camoline tenang. Tidak ada jejak keterkejutan sedikitpun padanya.
"Nak Sean, apapun langkahmu saya akan mendukung. Namun pemakaman Grace, saya harap tetap kami laksanakan. Adapun gadis manis disampingmu, kamu tidak akan tahu seberapa banyak dia akan terseret lubangmu. Namun, kamu juga akan terseret pada lubangnya."
"Mom! Kamu..."Lutfian memandang mamanya tak percaya.
"Lut, beberapa hal akan baik menjadi rahasia. Tapi karena kematian Grace adalah nyata. Pertemuannya dengan Mio adalah takdir. Rencana Grace adalah hal yang telah dia lihat. Kamu tau hal itu dengan baik. Jangan keras kepala."
Mio bingung. Apa yang sedang mereka bicarakan? Jangan bilang kelebihan Grace adalah indra keenam? Dan itu turunan dari mamanya? Oh! Jadi ini sebabnya papanya memintanya merahasiakan kekuatan Mio yang sesungguhnya? Kenapa dia tiba-tiba bertemu dengan banyak orang memiliki kelebihan sepertinya?
"Aku akan membaca pesan Grace. Apapun itu, karena istriku telah mengatakan demikian, maka aku tidak akan mempersulit." Billy menghela nafas sebelum melanjutkan dengan wajah tegas,
"Temukan pembunuhnya. Ketika itu terjadi, kuharap kamu mau membawanya padaku."
"Saya akan melakukannya." Jawab Sean mantap.
"Terlalu banyak celah dalam rencanamu." Ungkap Billy.
"Tidak jika kamu menikahi gadis manis ini secara hukum. Nah Sean, apa kamu mau melakukannya?" Tatapan Melisa berubah misterius. Tanpa menunggu Sean menjawab dia mengalihkan pertanyaan pada Mio.
"Mio, karena kamu memutuskan untuk terlibat, jadilah pengantin pengganti anakku. Hal baik dan buruk akan terjadi. Tapi benang takdir ini tidak akan terputus meski kamu menolak."
"Ya?" Sumpah demi apapun, Mio gagal paham dengan semua ini.
Sebenarnya apa yang merekabicarakan sih?
***