webnovel

Epilog 28 : Takdir (1)

<15 Februari pada umur 15 tahun>

<Dia berkata bahwa itu adalah waktu yang tepat>

<Dia adalah yang paling memahamiku, semuanya. Dan takdir ini, aku menerimanya>

<Jika aku tidak melakukannya, dia akan menghilang>

<Kehidupan ke-998 ku hampir tidak cukup baik, tapi itu bagus bagiku>

<Semuanya tidak perlu dipikirkan dengan akal sehat>

<Dia bilang, dia akan kehilangan temannya jika aku tidak melakukannya>

<Dia tidak memaksaku, tapi tetap saja aku bisa merasakan perasaannya>

<Jadi, aku harap ada yang mengucapkan selamat ulang tahun di hari kematianku>

Yoo Jonghyuk tidak sanggup membaca kelanjutannya, jantungnya terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk. Dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa setelah membaca semua ini. Dia memandang ke seberang meja.

"Yum... Yum... Ini enak, terimakasih," ucap 'Kim Dokja' setelah memasukkan pangsit ke mulutnya, dia terlihat begitu bersemangat saat makan.

Yoo Jonghyuk mengamatinya sangat lama sampai pihak lain bertanya-tanya ada apa? Dia tidak tahu harus merasa seperti apa sekarang terhadap 'Kim Dokja'. Dengan takut, dia menoleh untuk melihat kalender yang terpasang di atas meja telepon di sudut dekat pintu.

<13 Februari>

Matanya membesar dan bergetar, dia melirik 'Kim Dokja' yang masih asyik makan tanpa peduli sekacau apa perasaan tamunya. Mungkin itu caranya untuk menyiratkan bahwa dia baik-baik saja, selalu begitu.

"Hei," panggil Yoo Jonghyuk dengan nada rendah.

'Kim Dokja' menaikkan alisnya lalu berseru, "Apa? Sudah kubilang itu membosankan untuk dibaca."

Yoo Jonghyuk mengepalkan tinjunya dan melotot pada orang yang berbicara sangat acuh itu.

"Kenapa?!"

'Kim Dokja' berhenti makan pada geraman Yoo Jonghyuk. Yang pertama menghela napas dan matanya terkulai menunjukkan bahwa dia lelah.

"Apa kau mau bermain? Besok adalah waktu yang cocok. Mungkin bermain di taman, atau... hei, apa kau merasa bahagia sekarang?"

Itu adalah pertanyaan paling absurd yang pernah Yoo Jonghyuk dengar, bahagia? Sekarang? Dia? Justru sebaliknya. Apa-apaan ini. Tidak, tunggu. Ada keganjilan dari pertanyaan itu. Yoo Jonghyuk akhirnya tahu apa yang terasa salah dan ganjil di sini. Dunia ini tidak sepenuhnya ilusi seperti yang dia pikirkan. Maka, catatan kehidupan ke-999 itu benar-benar terjadi. Itu artinya —

"Ini sudah sangat larut. Pulanglah, aku tidak mau kau menginap."

Sayangnya, 'Kim Dokja' tidak membiarkannya menafsirkan lebih jauh dan malah menyuruhnya cepat-cepat pergi. Kenapa dia tidak boleh menginap?

Sebelum Yoo Jonghyuk sempat menanyakannya, 'Kim Dokja' mendorong tubuhnya dengan paksa keluar flat, aneh bahwa dia punya cukup kekuatan meskipun tubuh Yoo Jonghyuk kecil, tapi dia yakin kekuatannya setidaknya lebih kuat dari anak seusianya. Mungkin... Yoo Jonghyuk punya dugaan tidak menyenangkan.

"Terimakasih makanannya, aku akan membayar hutangku," ucap 'Kim Dokja' sebelum menutup pintu.

Yoo Jonghyuk meninggalkan flat itu dan berjalan dengan lesu menuju rumahnya di dunia ilusi ini. Dia memilah kembali kata-kata yang dia baca dari halaman kedua catatan itu.

<15 Februari>

<Dia berkata bahwa itu adalah waktu yang tepat>

Yoo Jonghyuk tidak cukup bodoh untuk tidak menyadari artinya. Dia memutar ingatannya ke saat Pertempuran Orang Suci dan Iblis di Dark Stratum dan sebelumnya menjalankan sub skenario itu, dia harus berpura-pura membenci Kim Dokja demi mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Saat itu, dia tidak tahu kenapa dia melihat tanggal berdasarkan waktu bumi sebelum perang dimulai. Memang konsep waktu tidak lagi berguna, tapi tetap saja dia merasa akan menyesal jika tidak melihatnya.

—15 Februari ...

Yoo Jonghyuk berhenti dan bersandar di tiang lampu gang yang mengarah ke rumahnya, langit malam tanpa bintang ataupun awan. Hanya ada rembulan dengan bentuk kapal terayun-ayun. Iris coklatnya memantulkan bulan yang perlahan naik ke atas. Keheningan sesak ini menyakitkan.

<Dia akan kehilangan temannya jika aku tidak melakukannya>

—Jika masa depan mempengaruhi masa lalu, maka...

Matanya yang sedikit berair mulai memancarkan tekad. Dia berniat menghentikannya dengan segala cara. Itu harus.

***

"Sooyoung," panggil pria di depannya setelah dia menyelesaikan cerita yang dipersingkat dalam waktu yang cukup lama.

Han Sooyoung kagum bahwa dia sangat sabar dan mau mendengarkan semua ceritanya tanpa menyela atau menghentikannya. Dan sekarang dia tercengang pada respon pria itu.

"Jika memang ada dunia seperti itu, apakah kau bahagia di sana?" tanya pria itu sambil menatap lurus ke matanya.

Han Sooyoung tidak menyangka pertanyaan itu, daripada bertanya 'kenapa aku melakukan hal semacam itu?' yang diharapkannya tapi justru khawatir apakah dia bahagia.

"Kim Dokja, kau mempercayai ceritaku?"

Jantungnya berdegup kencang saat ini, berharap bahwa itu benar atau mungkin jika pria itu tidak percaya, pria itu masih menunjukkan perhatian padanya.

"Tentu saja, di sana ada dirimu jadi aku bahagia," jawab Han Sooyoung dengan jujur.

Dia membayangkan Kim Dokja yang dia kenal akan menggeleng tak percaya pada pernyataannya. Itu sedikit menghibur. Han Sooyoung tertawa.

—Apakah ini hiburan untuk kami yang kau sakiti, Kim Dokja? Dunia ilusi ini terlalu nyata…

Pria itu juga ikut tertawa, tapi Han Sooyoung tahu pria itu berpura-pura, itu sangat jelas karena aktingnya buruk. Jadi, dia berhenti tertawa lalu menanyakan hal yang terasa salah.

"Kim Dokja, apakah kau tahu bahwa dunia ini ilusi?"

Han Sooyoung cemas saat menanyakan itu, dia melirik pria itu yang sedang merenung sejenak sebelum menjawab.

"Sooyoung, apakah menurutmu semuanya adalah ilusi?"

Apa?!

Han Sooyoung terperanjat pada respon itu. Dia melihatnya. Ekspresi pria itu menjadi mirip dengan Kim Dokja yang dia kenal. Ekspresi muram dan canggung, yang mengindikasikan bahwa pria itu sangat paham situasinya serta sudah menyiapkan rencana cadangan.

Han Sooyoung ketakutan, dia mengingat kembali apa yang dikatakan God Of Stories.

—Tak ada jaminan bahwa cerita yang bahagia takkan berakhir dengan plot twist.

Mungkinkah God Of Stories pernah melalui dunia ilusi ini?

"Sooyoung, maafkan aku."

Pria itu berdiri lalu mencium keningnya dengan lembut sambil berbisik, "Tidakkah kau ingin kembali ke sana? Kau merasa bahagia sekarang, bukan?"

Han Sooyoung membeku sesaat, lalu dia menggigit bibirnya sambil melotot pada pria itu. Apa ilusi ini hanya bermain singkat? Sungguh? Bagaimana dengan anggota partai lain? Apa mereka masing-masing juga bertemu 'Kim Dokja' dan menyalurkan keinginan terpendam mereka, namun ini berakhir singkat.

"Sooyoung, ini kehidupan ke-666 ku, sebentar lagi 15 Februari, aku harap kau mau mengucapkan selamat ulang tahun padaku saat itu. Dah."

Pria itu pergi tanpa menunggu reaksinya. Han Sooyoung memejamkan matanya lalu mengutuk.

"Ini mengerikan, Kim Dokja! Kau iblis, iblis!"

Detik berikutnya, dia menangis. Dia berharap bisa menikmati lebih banyak waktu berbicara dengannya, hanya sedikit lebih banyak. Namun, dia harus mengakui bahwa dunia ilusi ini menipunya dan membuatnya terlena sesaat dengan perasaan senang dan lega. Sepertinya kedua bentuk perasaan itu adalah tujuan sebenarnya dia terbangun di dunia ilusi ini.

Jika begitu, dia memikirkan anggota partai lainnya. Dia berdoa supaya mereka bisa menahannya.

***

14 Februari.

Musim gugur dengan suhu yang menyebabkan orang-orang menggigil. Anehnya ada dua anak yang tak terpengaruh. Keduanya sedang berbagi cerita mendalam tentang diri masing-masing di ayunan taman.

"Jadi, Jonghyuk. Aku sungguh-sungguh ada di sana?"

'Kim Dokja' bertanya dengan wajah polos, tak menampakkan rasa penasaran sedikitpun, seolah dia sebenarnya tidak peduli.

"Ya, tapi kau selalu melakukan pengorbanan sialan."

'Kim Dokja' tertawa terbahak-bahak pada geraman Yoo Jonghyuk.

"Baik, tapi tahukah kau."

'Kim Dokja' menoleh ke Yoo Jonghyuk yang berada di sampingnya. Dia meneruskan.

"Jika aku yang di sana tidak melakukannya, kalian takkan mencapai akhir."

Yoo Jonghyuk berteriak dengan marah.

"Kau tidak perlu mendikte hidup orang lain! Kenapa kau selalu mendikte agar aku dan lainnya seperti itu! Kenapa?"

Yoo Jonghyuk berdiri dari ayunannya lalu memegangi ayunan yang diduduki 'Kim Dokja'.

"Entahlah, kalaupun aku mau, aku tidak bisa menjelaskannya."

'Kim Dokja' menjawab sambil menunduk seolah merasa bersalah.

"Aku akan menghentikanmu!"

Yoo Jonghyuk menyatakan keputusan yang membuat 'Kim Dokja' melebarkan matanya.

"Jonghyuk, jika aku tidak mati. Kau akan menghilang."

***

Chapitre suivant