"Omong kosong macam apa itu?! Bagaimana mungkin aku menghilang jika kau tidak mati? Jangan mengatakan sesuatu yang konyol, Kim Dokja!" teriak Yoo Jonghyuk sambil mengguncang tubuh 'Kim Dokja' dengan penuh kemarahan.
"Dan aneh bahwa kau bersikap akrab sekarang sementara berpura-pura tidak mengenalku di pertemuan pertama kemarin, " lanjutnya saat matanya memantulkan wajah putih pucat 'Kim Dokja'.
'Kim Dokja' menghindari kontak mata dengan Yoo Jonghyuk ketika berbicara pelan dengan nada ragu-ragu.
"Itu… dia memberitahuku."
Alis Yoo Jonghyuk bertaut menunjukkan bahwa dia tidak mengerti.
"Dia siapa yang kau maksud? Kepribadian ganda-mu?"
Sambil menanyakan itu, dia menahan diri untuk tidak berpikir hal-hal aneh seperti 'bagaimana jika 'dia' yang dimaksud adalah orang itu?'
Yang ditanya tidak menjawab malah mendorongnya untuk menyingkir, keanehan lain bahwa Yoo Jonghyuk tidak cukup kuat untuk menahannya seolah 'Kim Dokja' di depannya adalah seseorang yang melalui regresi dan mendapatkan semua keterampilan kuat seperti dirinya. Dan—
<Catatan kehidupan ke-999>
Kalimat itu melayang di benaknya saat ini, keringat dingin mengalir di punggungnya.
—Tidak mungkin, apa dia...
"Aku memberimu izin untuk membaca catatanku tapi kau tidak mau menyelesaikannya. Aku tidak akan menjawab pertanyaan apapun terkait duniamu dan duniaku."
'Kim Dokja' memberinya bahu dingin saat dia ditinggalkan sendirian di taman. Yang terakhir sekarang yakin bahwa 'Kim Dokja' memiliki banyak kepribadian dan itu sering berubah-ubah tanpa aba-aba secara mengerikan. Sebenarnya dia khawatir tentang kesehatan mentalnya, meskipun ini dunia ilusi dan tampak ada sesuatu yang terasa salah, walaupun dia tahu apa yang salah, dia tidak bisa mengabaikan kekhawatirannya.
Jadi, Yoo Jonghyuk memulihkan semangatnya untuk mencegah 'Kim Dokja' mengeksekusi rencana itu. Dia akan menghentikannya dengan segala cara bila perlu dia akan mengikat tangan dan kakinya lalu merawatnya sampai yang terakhir mau membuka sedikit pikirannya, sehingga Yoo Jonghyuk bisa memastikan dugaannya tentang dunia ilusi yang tampak nyata ini.
Yoo Jonghyuk awalnya berniat mengikuti 'Kim Dokja', namun ada satu hal yang harus dia konfirmasi terlebih dulu saat ini. Itu adalah berita, jika seperti yang ada di pikirannya, maka seharusnya dunia ilusi ini didasarkan pada kehidupan Kim Dokja yang dia kira dia kenal. Rasa pahit merongrong tenggorokannya setelah dia menyadari fakta bahwa dia tidak pernah benar-benar mengenal siapa Kim Dokja itu.
Yoo Jonghyuk menatap langit biru cerah, meski hawa dingin menusuk kulitnya, dia terlalu sibuk berpikir untuk peduli tentang itu.
Karena dia menjadi anak kecil di dunia ilusi ini, dia harus memanfaatkannya dengan baik untuk mengorek informasi, orang-orang cenderung tidak waspada terhadap anak kecil yang menanyakan hal-hal aneh karena itu dianggap wajar sebagai ciri anak-anak.
Jadi, Yoo Jonghyuk pulang ke rumahnya untuk bertanya pada 'Mama-nya' yang bersikap terlalu lembut padanya, dunia ilusi ini dibuat untuk menyenangkannya, tapi bukankah ini terlalu nyata? Tidak peduli seberapa tidak masuk akalnya Kim Dokja menjadi sesuatu seperti Dewa, dunia semacam ilusi ini mustahil ada. Akal sehat dan logikanya hancur jika dia terus memikirkan apa dunia ilusi ini? Kenapa bisa ada? Apa Kim Dokja adalah Dewa? Tapi bukankah dia terlihat seperti menerima kutukan mengerikan daripada menjadi Dewa?
"Aarggg!" erang Yoo Jonghyuk sambil memegangi kepalanya.
Dia akhirnya sampai di rumah setelah tersiksa oleh akal sehatnya sendiri, tanpa membuang waktu, dia segera menemui 'Mama-nya'. Akan tetapi —
"Tidak ada?"
Yoo Jonghyuk memiliki ekspresi kosong saat memeriksa seluruh rumah, rumah kosong tanpa siapapun. Dia merasa merinding dan seolah seseorang baru saja memukul kepalanya, dia mendesah dan jatuh terduduk di ruang tamu dengan murid-murid mata coklatnya bergetar.
Hari ini hari libur. Tadi pagi keluarganya merencanakan menikmati liburan ini dengan santai di rumah, 'Papa-nya' bahkan mengajaknya untuk pergi ke taman hiburan atau semacamnya. Namun, dia menolak karena dia harus mengawasi 'Kim Dokja'.
Sekarang, apa tepatnya yang terjadi di sini? Apakah keluarganya tiba-tiba menghilang dari dunia ini? Dia bangkit setelah beberapa saat merenung.
Saat dia akan pergi keluar, suara aneh memasuki telinganya. Matanya melebar.
—Yoo Jonghyuk, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?
Yoo Jonghyuk tak tahu itu suara wanita atau pria, tapi suara itu terdengar seperti wanita dengan suara serak. Sebelum Yoo Jonghyuk dapat bereaksi, suara itu datang lagi.
—Ada tiga cara untuk bertahan hidup di dunia yang hancur.
Yoo Jonghyuk membeku, hal tak menyenangkan itu muncul kembali. Dia lebih dari siapapun membenci bahwa dia adalah 'karakter' dari sebuah novel.
—Ini akan terdengar tidak masuk akal, tapi... satu hal yang pasti.
Dia mengepalkan tangannya dengan kuat sampai pembuluh darahnya muncul
—Kau yang mendengar ini...
Suara itu tampaknya mempermainkannya dengan berbicara secara sepihak tanpa peduli pihak lain sedang kacau. Untuk waktu yang lama, suara itu tidak datang lagi. Yoo Jonghyuk meneliti seluruh ruangan lalu menatap ke atas sambil melotot.
—Akan selamat dan mendapatkan kesimpulanmu.
Pada saat ini, dia mengetahui sesuatu yang terlarang untuk diketahuinya.
***
Yoo Sangah dengan cemas memandang pria di depannya setelah selesai bercerita untuk waktu yang lama tanpa diganggu.
—Jika ini dunia ilusi, maka 'Dokja-ssi' yang ada di sini tak ada hubungannya dengan Dokja-ssi.... Tapi....
Alasan dia ingin menceritakan tentang dunia itu pada pria di depannya adalah karena harapan samar bahwa dunia ini bukan benar-benar ilusi.
"Sangah-ssi, aku yang di sana apakah berhasil?" tanya pria di depannya.
"Ha?"
Yoo Sangah memasang wajah tidak mengerti. Apa maksudnya?
Pria itu mengulangi lagi pertanyaannya seolah-olah itu adalah hal terpenting yang ingin diketahuinya. Yoo Sangah menjawab setelah dua pertanyaan berulang.
"Jika yang Dokja-ssi maksud adalah mencapai akhir. Kau berhasil, Dokja-ssi."
Suaranya terdengar ceria agar pria di depannya berhenti memasang wajah serius. Yoo Sangah merasakan keganjilan saat mengamati perubahan ekspresi nya, pria di depannya seolah mengharapkan jawaban itu.
"Begitu, terimakasih."
Pria itu tersenyum cerah yang membuat Yoo Sangah tercengang.
"Dokja-ssi?"
Pada panggilannya, pria itu menatapnya kemudian menanyakan sesuatu yang mengejutkan.
"Sangah-ssi, misal kau terbangun nanti dan ini semua adalah mimpi, apa yang akan kau lakukan?"
"…"
Yoo Sangah tidak mau memikirkan itu, jika itu benar dan dia terbangun dalam situasi semacam itu, dia mungkin akan gila jika memang semua perjuangan, kematian, dan kesulitan, serta kebersamaan bersama orang yang dia kenal hanya mimpi...… Itu tidak mungkin. Itu terlalu nyata. Dia yakin tidak mungkin semua yang dia jalani adalah mimpi.
"Tolong jangan seperti itu, Dokja-ssi. Semua akan menjadi tidak berarti jika memang benar, aku lebih memilih tidak pernah terbangun."
Itu adalah pernyataan paling berani yang bisa Yoo Sangah tuturkan. Namun, —
"Itu benar, itu akan menjadi tidak berarti, bukan?"
Suara pria itu perlahan terdengar serak seolah sedang menahan emosi. Yoo Sangah menyadari bahwa dia telah mengucapkan sesuatu yang salah. Dia ingin menarik pernyataannya, tapi sudah terlambat.
"Kembalilah, Yoo Sangah-ssi. Kembali ke mimpi abadi dari Nightmares."
Yoo Sangah membelalakkan matanya dan akan berteriak —
Pria itu menangkupkan tangannya ke pipinya dengan lembut sambil tersenyum, namun mata pria itu tidak ikut tersenyum.
"Dok…ja…ssi?"
"Tolong katakan kepada yang lainnya, permintaan maaf terdalamku karena mempermainkan kau dan mereka di dunia ilusi ini... lalu, satu hal lagi."
Pria itu membisikkan sisanya. Detik berikutnya wajah Yoo Sangah pucat pasi.
***