webnovel

Pendeta Gila

Kiba Yuuto POV

--------------------

Aku tengah berjalan tanpa membawa payung ketika hujan turun sangat deras. Kupikir hujan ini sangat bagus untuk mendinginkan kepalaku.

Aku baru saja bertengkar dengan Buchou.

Untuk pertama kalinya Aku memberontak pada Majikan yang pernah menyelamatkan nyawaku. Aku sekarang adalah "Kiba Yuuto" melupakan semua yang ada di masa laluku. Namun ada satu hal yang tidak pernah aku lupakan, aku tak pernah sekalipun melupakan dendamku pada Pedang Suci Excalibur. Aku belum lama terbiasa dengan kehidupan sekolah. Aku sudah mendapat teman, mendapat hidup layak, dan mendapat nama. Aku juga menerima tujuan hidup dari Majikanku, Rias Gremory. Meminta kebahagiaan lebih adalah hal buruk. Aku memang buruk. Aku tak bisa terus hidup demi "Teman teman"ku sampai aku mencapai tujuanku....

[SPLASH]

Aku mendengar suara air yang berbeda dari suara hujan. Terdapat Pendeta di hadapanku. Terdapat salib menggantung di dada mereka dan memberikan hukuman langit atas nama Tuhan yang begitu kubenci. Dia adalah salah satu hal yang kubenci. Sasaran kebencianku. Aku tak keberatan membunuhnya kalau dia adalah Exorcist. Itulah yang kupikirkan.

....! Ada darah mengucur dari perutnya dan dia batuk batuk darah. Dia kemudian jatuh. Apa dia dibunuh oleh seseorang? Siapa? Seorang musuh?

".....!"

Aku dalam sekejap menciptakan Pedang Iblis setelah merasa ada keganjilan. Itu adalah hawa membunuh!

[KATCHIN!]

Terdapat kilatan logam dibawah hujan yang nampak bersinar. Saat aku menggerakkan tubuhku ke tempat hawa membunuh itu berasal, terdapat seseorang dengan Pedang panjang menyerangku. Pria ini memiliki busana sama dengan Pendeta yang tewas barusan. Jadi dia juga Pendeta. Tapi yang satu ini memiliki hawa membunuh yang berbeda.

"Yahoo. Lama tak jumpa."

Aku kenal pria Pendeta yang membuat senyum aneh. Pendeta sinting dengan rambut putih, Freed Zelzan. Dia adalah orang yang kami lawan dalam insiden yang melibatkan Malaikat Jatuh sebelumnya. Dia menunjukkan senyum menjijikkan yang sama yang membuatku kesal seperti biasanya....

"....Sepertinya kau masih di kota ini. Apa urusanmu hari ini? Maaf, tapi aku sedang tidak berselera hari ini."

Aku mengatakannya dengan nada kemarahan namun dia malah tertawa.

"Waktu yang bagus sekali. Luar biasa! Saat ini aku justru merasa bahagia sampai ingin berlinang air mata karena bisa bertemu kembali denganmu!"

Cara bicaranya masih congkak. Dia benar benar membuatku marah. Aku membencinya karena dia adalah Pendeta. Saat aku mencoba membuat Pedang Iblis di tanganku, Pedang panjang yang ia bawa mulai memancarkan aura suci.....! Cahaya itu! Aura itu! Kemilau itu! Tak mungkin kulupakan!

"Aku bosan berburu Pendeta jadi sekarang waktu yang bagus. Bagus sekali. Mari pastikan siapa yang lebih kuat diantara Excalibur punyaku atau Pedang Iblismu, oke? Hahahaha! Aku akan membalas budimu dengan membunuhmu!"

Ya, Pedang yang dia bawa adalah Excalibur itu sendiri.

Hyoodo Isee POV

--------------------

"Ogaaaaaaah! Aku mau pulang!"

Saji berteriak dan mencoba kabur. Koneko-chan memegangnya erat erat dan tak melepaskannya. Saat aku menyarankan penghancuran Pedang Suci, Koneko-chan berpikir sejenak kemudian menyetujuinya.

[Aku akan membantu juga. Ini tentang Yuuto-senpai kan?]

Itulah yang kuharapkan dari Koneko-chan! Saji justru menjadi pucat kebiruan dan mencoba kabur tak lama kemudian. Dan Koneko-chan menangkapnya.

"Hyoudou!? Kenapa aku!? Itu masalah kelompokmu kan!? Aku anggota keluarga Sitri! Aku tak seharusnya ambil bagian disini! Tidak sama sekali!"

Saji menolak sambil menangis.

"Jangan bilang begitu Saji. Satu satunya Iblis yang kutahu akan membantuku hanya kau saja."

"Omong kosong! Mana mau aku membantumu! Aku akan dibunuh! Aku akan dibunuh oleh Kaichou!"

Ooh, rasa takut yang kamu miliki pada Kaichou nampak di wajahmu. Kaichou pasti sangat menyeramkan, ya.

"Majikanku, Rias-senpai, mungkin lemah lembut! Tapi kamu tahu apa! Kamu tahu Kaichou!? Dia sangat GALAK!"

Ya. Buchou galak namun lemah lembut. Begitu kan? Jadi Kaichou sangat galak, rupanya. Baguslah buatmu. Setelah aku meyakinkan diriku, aku pergi mencari Shidou Irina dan Xenovia di dalam kota dengan Koneko-chan dan Saji.

"Hei Koneko-chan, kamu tahu kalau Kiba adalah korban dari "Proyek Pedang Suci" dan menyimpan dendam pada Excalibur kan?"

Koneko-chan mengangguk oleh pertanyaanku.

"Saat Irina dan Xenovia mendatangi kita, mereka mengatakan hal ini."

[Gereja memutuskan kalau akan lebih baik melenyapkan semua Excalibur ketimbang membiarkannya digunakan oleh Malaikat Jatuh. Tujuan minimum kami adalah menjauhkan Excalibur dari Malaikat Jatuh.]

"Jadi dengan kata lain mereka harus menghancurkan Pedang Suci Excalibur atau merebutnya, kan?"

"....Ya. Itu benar."

"Karena itu kupikir kita bisa membantu mereka merebutnya. Dengan menjadikan Kiba sebagai orang utama. Tiga pedang dicuri, jadi mereka takkan keberatan kalau kita merebut atau mematahkan salah satunya kan?"

"....Kamu ingin Yuuto-senpai menghancurkan Excalibur dan memenuhi harapannya kan?"

Itu benar. Aku menganggukkan kepalaku dengan senyum. Kalau itu terjadi, maka Kiba akan menyelesaikan dendamnya dan semuanya akan baik baik saja. Maka dia akan melanjutkan pekerjaan Iblis dengan kami dengan senyum. Itulah yang kupikirkan.

"Kiba ingin menang melawan Excalibur dan menyelesaikan dendamnya dan rekan rekannya. Xenovia dan Irina ingin merebut Excalibur dari Malaikat Jatuh biarpun mereka harus menghancurkannya. Berarti tujuan kita sama. Yang tersisa adalah melihat apa mereka berdua mau mendengarkan kata kata kita Iblis."

"....Sepertinya sulit."

"Hmmmm iya."

Seperti yang Koneko-chan katakan. Jujur saja, kemungkinan hal itu terjadi tidaklah tinggi. Selain itu.....

".....Ini rahasia dari Buchou dan anggota klub lain."

Ya. Seperti yang dia katakan. Kami tak boleh membiarkan Buchou dan Akeno-san mengetahuinya. Buchou pasti takkan setuju.

[Meski demi kebaikan Yuuto, kita tak boleh mengambil resiko dengan mencampuri urusan Malaikat]

Mungkin itulah yang akan dia katakan. Apalagi dia Iblis Kelas Tinggi, jadi dia akan tegas dengan persoalan macam itu. Saat aku pergi menolong Asia, dia juga melarangku. Aku juga harus merahasiakannya dari Asia. Dia tipe yang tak pandai menyimpan rahasia. Selain itu dia juga tak jago berbohong.

"...Saat kita menemui dan berbicara dengan mereka, mungkin hasilnya bisa jadi pertarungan dan ketegangan diantara kita dan mereka bisa saja memburuk."

Habislah sudah kalau itu memang terjadi. Aku harus melakukan sesuatu biarpun harus mengorbankan nyawaku. Uooooo. Itu artinya aku akan mati...

"Karena itulah kalian boleh pergi, Saji, Koneko-chan. Kalian boleh lari kalau situasi berbahaya."

"Biarkan aku kabur sekaraaaaaang! Itu yang terburuk! Aku akan dibunuh oleh Kaichou kalau aku melakukan hal seperti menghancurkan Excalibur tanpa izinnya! Dia benar benar akan membunuhkuuuuu!"

Sudah sudah. Jangan menangis dan lengket padaku. Kamu boleh pergi kalau situasi berbahaya.

"Mungkin negosiasinya akan berhasil. Kalau itu terjadi, maka kamu harus membantuku."

"Uwaaaaaa! Itu tak bertanggung jawab! Aku akan mati! Aku pasti akan dibunuh!"

Kamu benar. Tapi tak ada Iblis laki laki lain yang bisa kuajak bicara. Aku mengandalkanmu, Saji.

"Aku takkan lari. Ini demi teman kita."

....Koneko-chan mengatakannya dengan tatapan kuat. Gadis ini...apapun yang dia katakan, dia selalu membara di dalam. Dia juga sangat bersemangat dalam pertarungan melawan keluarga Phenex. Kupikir perasaannya terhadap teman temannya sangat kuat.

Dua puluh menit setelah mencari mereka di kota. Takkan mudah menemukan dua wanita mengenakan jubah putih dalam misi undercover...

"Mohon berilah berkah bagi umat yang tersesat—"

"Mohon berilah kami derma atas nama Bapa di Surga."

Kami menemukan mereka dengan mudah. Ada dua gadis mengenakan jubah, tengah berdoa di jalan. Wow, mereka nampak mencolok. Mudah menemukan mereka. Kelihatannya mereka sedang kesasar. Orang orang lewat melihat mereka dengan wajah aneh.

"Kenapa jadi begini? Inikah realita negara berkembang Jepang? Karena itu aku tak menyukai negara yang sama sekali tak memiliki keyakinan seperti kita!"

"Jangan bicara begitu, Xenovia. Kita kehilangan semua uang kita. Jadi kita harus mengandalkan sedekah dari orang orang kafir ini atau kita tak bisa makan, tahu? Aaah, kita bahkan tak bisa membeli sepotong pun roti!"

"Hmm, itu semua terjadi karena kamu membeli lukisan yang kelihatan palsu itu."

Xenovia menunjuk pada lukisan saint yang gambarnya jelek sekali. Apa apaan itu? Apa mereka ditipu dalam pameran palsu?

"Bicara apa kamu? Lukisan ini memiliki gambar seseorang yang nampak seperti saint! Itu yang orang dalam pameran itu katakan!"

"Lantas apa kamu tahu siapa orang dalam gambar itu? Aku sendiri tak tahu."

Orang dalam gambar memang kelihatan seperti orang asing dan mengenakan pakaian murahan dan ada sesuatu di kepalanya. Juga terdapat bayi Malaikat di latar belakangnya dengan terompet yang mengapung di udara.

"....Mungkin...ini... Saint Peter...?"

"Jangan melucu! Mana mungkin Saint Peter kelihatan seperti ini!"

"Tidak, dia pasti seperti ini! Aku yakin soal itu!"

"Aaah, kenapa partnerku harus orang seperti dirimu.....Tuhan, apa ini juga ujian?"

"Hei jangan turunkan kepalamu. Kamu akan lebih depresi kalau melakukan hal itu, tahu?"

"Diam! Itulah kenapa Protestan dikatakan sesat! Kalian memiliki keyakinan berbeda dari kami Katolik! Tunjukkanlah lebih banyak rasa hormat pada Saint!"

"Apa! Apa yang salah, bukannya Katolik yang masih berkutat dengan aturan lama mereka!?"

"Bicara apa kamu, sesat?"

"Bicara apa kamu, sesat?"

Mereka berdua mulai berantem dengan menabrakkan kepala mereka terhadap satu sama lain.....

GRUUK.

Kemudian kami mendengar suara perut mereka berbunyi saat kami hanya beberapa jarak dari mereka. Mereka berdua jatuh ke tanah dengan perut keroncongan.

"...Pertama tama, mari lakukan sesuatu untuk mengisi perut kita. Kalau tidak nanti bukan masalah merebut Excalibur lagi."

"....Kamu benar. Apa kamu ingin mendapat uang dari orang orang kafir ini dengan mengancam mereka? Kupikir Tuhan akan mengampuni kita kalau kita mengancam orang kafir."

"Apa kamu berniat menyerang kuil? Atau kamu bermaksud mencuri kotak persembahan? Jangan coba coba. Mari gunakan pedang kita untuk bikin pertunjukan. Itu hiburan internasional yang bekerja di semua negara."

"Itu ide bagus! Kalau kita bisa memotong buah dengan Excalibur kita, maka kita bisa mengumpulkan uang."

"Tapi kita tak punya buah. Apa boleh buat, pakai saja lukisan itu."

"Tidak! Kamu tak boleh memotongnya."

Mereka berdua mulai berantem lagi. Aku berjalan ke arah mereka berdua biarpun kepalaku jadi pusing sendiri. Yang benar saja. Mereka tak terlihat seperti gadis yang baru saja menghadapi kami tempo hari. Seorang pria yang tampak familiar mendekati keduanya. Sepertinya menawari mereka sesuatu.

"Ah, Nona-nona apa anda sekalian ingin mencoba menu baru Kedai kami?"

"Tapi kami tidak punya uang?"

Irina dan Xenovia membalas dengan serempak. Apakah mereka benar-benar selapar itu?

"Tidak masalah, ini adalah menu baru kami. Sebagai bayaran untuk makanan yang anda makan, tolong berikan pendapat anda dalam angket ini. Juga silahkan rekomendasikan kepada kenalan anda setelah ini jika anda menyukainya."

"Benarkah? Gratis?"

"Tentu saja!"

"Mohon berilah kami derma atas nama Bapa di Surga. Mohon berkati domba yang tersesat ini…"

Kedua gadis itu memberikan doa kepadanya.

"Ah Shirone-chan apa kamu mau coba juga? Hidangan baru kedai ini?"

"Reino-san?" Koneko menjawab dengan agak kaget. Sepertinya dia sangat mengenal orang ini. Benar, kurasa aku juga pernah bertemu dengannya…

"Ah…" aku ingat. "Koneko-chan, apa dia orang dengan sayap api yang membelokkan seranganku saat kita melakukan pelatihan di gunung?"

"Benar. Juga jangan lakukan hal aneh Isee-sempai, dia sangat kuat"

"Baiklah ayo masuk Isee-sempai, Saji-sempai"

"Apa kau Iblis juga?" Menyadari bahwa orang itu mengenal Koneko-chan, Xenovia menanyai Reino secara langsung.

"Bukan, aku manusia…" orang itu menjawab dengan canggung.

"Enak! Hidangan Jepang benar benar enak!"

"Ya, ya! Ini dia! Inilah rasa makanan dari tanah kelahiranku!"

Irina dan Xenovia mulai mengisi perut mereka dengan makanan yang mereka pesan di restoran keluarga. Mereka rakus sekali. Apa mereka memang Assasin yang dikirim dari Gereja?

Saat mereka melihat kami tadi, mereka menatap kami dengan mata kompleks.

[Irina, Syukurlah Kita tidak jadi menjual jiwa kita kepada Iblis]

[Terimakasih atas berkatmu Bapa di surga…]

Mereka mengatakan hal semacam itu sepanjang jalan kemari. Aku khawatir dengan dompetku tapi Koneko-chan bilang kalau Reino-san bilang dia tidak akan meminta mereka membayar. Tapi tidak Nyaman kalau aku makan dengan gratis! Khususnya karena aku tidak mengenal Reino-san dengan baik! Itulah yang ingin kukatakan, tapi setelah melihat betapa rakusnya mereka berdua, aku akan bokek kalau aku harus membayar menunya. I...Ini untuk kepentingan klub kami. Sialan kau Kibaaaaa! Aku melalui semua kesusahan ini buatmu! Pokoknya aku nanti akan minta Kiba mengenalkanku dengan kliennya yang seksi!

"Fiuh, sekarang aku sudah tenang. Dunia pasti berakhir karena kita sampai ditolong Iblis."

Itulah yang Xenovia katakan.

"Hei. Aku adalah Manusia…?"

Ujar Reino-san mendesah tak berdaya, menahan emosi. Dia mengantarkan hidangan tambahan untuk kami para iblis. Assassin dari gereja ini sepertinya lupa posisi mereka karena rasa lapar.

"Silahkan dimanakan!" Reino-san meletakan satu porsi didepanku, koneko-chan dan Saji.

"Ini Luar biasa!" Xenovia dan Irina menjawab dengan serempak

Apa Nasi goreng ini benar-benar seenak itu…? Aku menatap makanan di depanku sepiring Nasi Goreng Telur di atas nampan, lauk untuk set makan, semangkuk kecil sup rumput laut dan sepiring kecil lobak acar. Target pertama pasti sup rumput laut. Setelah berjalan sekian lama dan berbicara banyak, rasa haus tak terhindarkan.

Sendok soto disiapkan khusus dan ukurannya proporsional dengan mangkok kecil, maka sesendok soto tidak bisa menampung banyak sup. Meski begitu, aku berhasil mendapatkan sesendok sup yang sempurna, dengan sepotong kecil rumput laut dan lebih dari setengah sendok sup. Aku kemudian mengirimkan sendok itu dengan anggun ke mulutnya, bahkan tanpa mengacaukan lipstiknya. Setelah menyesap sedikit, dia menelan. Seketika, rasa sup itu meledak di mulutku.

Ya, itu memang ledakan. Orang hampir tidak bisa membayangkan betapa lezatnya sup yang dingin dan menyegarkan ini sehingga rasanya bisa digambarkan sebagai ledakan. Dari ujung lidah ke akar lidah, lalu tenggorokan, kerongkongan dan terakhir, perut, semuanya bersorak kegirangan saat setiap tetes melewati mereka. Ini adalah jenis kelezatan yang membuat orang mencapai puncak kegembiraan, yang tak terlukiskan dengan kata-kata. Baru sekarang aku Hyoudou Isee memahami ekspresi kegembiraan, perasaan yang sama dengan berhasil melihat Oppai gadis-gadis.

Ekspresi bahagia itu tidak dipalsukan!

Saat ini, bahkan Koneko-chan sama sekali tidak bisa mengendalikan ekspresinya. Tidak. Dia tidak punya waktu untuk khawatir tentang itu. Semua sel di seluruh tubuhnya menyakinkannya untuk makan! Untuk memakan semua makanan di depannya! Tanpa basa-basi, dia mulai makan, satu sendok nasi goreng telur, diikuti dengan satu sendok sup rumput laut dan kemudian sepotong acar lobak. Betapa indahnya makan seperti itu.

"Fiuuuuuh. Terima kasih untuk makanannya. Aaaah, Tuhan, mohon beri ampun bagi para Iblis ini."

Ujar Irina sambil memegang salibnya.

[Ugh!]

Pada saat itu kepalaku jadi pusing. Hal yang sama juga terjadi pada Saji dan Koneko-chan jadi mereka memegangi kepala juga. Sepertinya kami Iblis kesakitan karena dia menggunakan salibnya.

"Ah, maaf. Aku melakukannya tanpa pikir panjang."

Irina tersenyum dengan wajah manis. Mereka berdua nampak seperti Bishojo kalau dilihat secara normal. Xenovia meminum segelas air dan mengambil nafas panjang. Dia berterima kasih kepada Reino-san. "Reino-san terimakasih atas makanannya. Semoga bapa di surga menjagamu"

"Jangan dipikirkan. Silahkan isi angket ini nanti dan serahkan pada gadis yang berjaga di konter. Silahkan lanjutkan pembicaraan kalian dengan Shirone dan yang lainnya tapi, tolong jangan bertarung di sini, oke."

Reino-san berdiri dan berjalan kembali ke dapur tapi kemudian berbalik. "Ah Shirone-chan, kita akan datanglah nanti malam untuk makan disini juga. Gadis itu juga akan datang"

"Baik Reino-san…"

Melihat reino-san sudah pergi Xenovia Menatap kami yang juga sudah selesai makan lalu bertanya,

"Jadi, kenapa kalian datang menemui kami?"

! Tak kusangka dia akan langsung bertanya blak blakan. Oke, dia paham kalau kami tidak secara kebetulan bertemu.

"Kalian berdua datang ke negara ini untuk merebut Excalibur kan?"

"Itu benar. Sudah kami katakan pada kalian sebelumnya."

Mereka berdua nampaknya tak memberikan hawa permusuhan pada kami karena mereka baru selesai makan. Tak ada artinya bertarung di restoran keluarga ini, dan kalaupun harus bertarung mereka cukup percaya diri bisa mengalahkan kami semua dengan enteng.

"Aku ingin membantu kalian menghancurkan Excalibur."

Mereka berdua terkejut oleh ucapanku. Mereka juga saling bertukar pandang.

GLEK.

Aku menelan air liurku dan menanti keputusan mereka. Wow, ini seram, sangat seram! Kalau mereka menolak kami maka habislah sudah. Mungkin bisa jadi pertarungan antara Malaikat, Malaikat Jatuh, dan Iblis! Dipikir pikir lagi, Excalibur adalah benda yang penting. Dan menghancurkannya bersama Iblis seperti kami pasti menjadi hinaan bagi mereka, kan? Aku terus khawatir dengan hal itu, sampai Xenovia membuka mulutnya.

"Ya. Mungkin tak masalah menyerahkan satu pedang buat kalian. Asal kalian bisa menghancurkannya, maka tak apa apa. Tapi pastikan identitas kalian tak terungkap. Kami juga tak mau atasan kami berpikir kalau kami berhubungan dengan kalian."

...Aku hanya membuka mulutku karena tak menyangka kalau dia akan memberi ijin semudah itu. Apa tak mengapa? Apa kamu serius? Masa sih?

"Hei Xenovia, apa kamu yakin? Biarpun Ise-kun, namun dia itu Iblis, tahu?"

Irina nampaknya keberatan. Tapi itu respon yang normal.

"Irina. Jujur saja akan sangat sulit untuk merebut ketiga Excalibur dan bertarung melawan Kokabiel kalau hanya kita berdua saja."

"Aku tahu itu. Tapi....."

"Tujuan minimum yang harus kita capai adalah menghancurkan ketiga Excalibur atau merebutnya kembali. Kalau Excalibur kita sampai harus dicuri juga maka kita akan menghancurkannya sebelum itu terjadi. Biarpun kita memakai peluang yang terakhir, hanya ada 30 persen kesempatan kalau kita bisa berhasil dan pulang ke rumah dengan selamat."

"Biar begitupun, kita berpikir kalau tingkat kesuksesannya cukup tinggi saat datang ke negara ini dan bersiap siap mempertaruhkan nyawa kita."

"Ya. Atasan juga menyuruh kita melanjutkan misi kita juga dan menurunkan kita ke Negara ini. Ini hampir seperti pengorbanan diri."

"Dan bukankah itu yang kita, para pengikut, harapkan?"

"Aku berubah pikiran. Keyakinanku fleksibel. Jadi aku bisa bertindak dalam cara terbaik."

"Kamu! Aku sudah lama memikirkannya, tapi bukankah keyakinanmu itu yang aneh?!"

"Aku takkan menyangkalnya. Tapi kupikir tugas kitalah untuk menjalankan misi dan pulang dengan selamat. Aku akan terus hidup dan bertarung untuk Tuhan. Apa aku salah?"

"....Kamu tidak salah. Tapi....."

"Karena itu kita takkan meminta bantuan dari Iblis. Namun kita minta bantuan dari Naga. Atasan kita tak melarang kita meminjam kekuatan dari Naga kan?"

Xenovia kemudian menatapku. Naga....dia bicara soal aku. Makhluk yang bersemayam di lengan kiriku....Sekiryuutei (Kaisar Naga Merah).

"Tak pernah kusangka akan menemui Sekiryuutei di negara timur jauh seperti ini. Biarpun kamu berubah menjadi Iblis, kulihat kekuatan Naga padamu masih ada. Kalau legenda benar, maka kamu bisa meningkatkan kekuatanmu hingga setingkat Maou kan? Kalau kamu mencapai kekuatan Maou, maka kamu bisa mematahkan Excalibur tanpa kesulitan. Aku juga berpikir kalau takdir Tuhanlah yang mengatur pertemuan kita ini."

Ujar Xenovia bernada senang.

"Me.....memang mereka tak melarang kita meminjam kekuatan Naga.....tapi kamu hanya mengatakan omong kosong! Keyakinanmu ternyata memang aneh!"

"Aneh tak apa apa buatku. Tapi, Irina. Dia teman kecilmu kan? Mari kita percayai dia. Kekuatan Naga."

Irina membisu oleh ucapan Xenovia, namun ekspresinya menunjukkan kalau ia sudah tak keberatan. Oh! Jadi tak apa apa!? Apa kalian serius? Tapi sampai aku meningkatkan kekuatan hingga selevel Maou, aku harus meningkatkan kemampuanku lebih jauh lagi. Namun kalau aku mentransfer kekuatan yang aku gandakan sampai max pada Kiba, dia pasti bisa menandingi Excalibur. Aku yakin kalau kemungkinan itu sangat tinggi.

"Oke. Negosiasi berhasil. Akan kupinjamkan kekuatan Nagaku pada kalian. Kalau begitu bolehkah aku memanggil partnerku untuk kerjasama ini?"

Aku mengeluarkan ponselku dan memanggil Kiba.

"...Aku paham situasinya."

Kiba meneguk cangkir kopinya setelah mendesah kecil.

[Aku bersama dua pemilik Excalibur itu. Aku ingin kamu datang kemari juga Kiba]

Saat aku mengatakan itu, dia datang kemari tanpa komplain.

"Jujur saja, aku merasa tak puas saat pengguna Excalibur memberiku izin untuk menghancurkannya."

"Kasar sekali ucapanmu. Kalau kamu adalah "Iblis ter-exile", maka aku akan menghabisimu tanpa ampun."

Kiba dan Xenovia saling melotot. Hei, hei, mari jangan bertarung sebelum strategi kerjasama.

"Jadi kamu dendam pada 'Proyek Pedang Suci', melawan Gereja dan Excalibur."

Kiba menajamkan tatapannya oleh ucapan Irina.

"Sudah jelas."

Dia membalas dengan suara rendah dan dingin.

"Tapi Kiba-kun, berkat proyek itu, penelitian Pedang Suci menampakkan hasilnya. Karena itulah ia menciptakan orang orang seperti aku dan Xenovia yang bisa beradaptasi dengan Pedang Suci."

"Apa kamu pikir tindakan membunuh semua subjek penelitian karena dianggap sebagai kegagalan itu hal yang bisa dimaafkan?"

Kiba menatap Irina dengan mata penuh kebencian. Membunuh mereka memang kejam. Terlalu kejam. Kupikir itu tindakan tak manusiawi bagi mereka yang meyakini Tuhan. Bahkan Irina tak tahu bagaimana harus merespon. Kemudian Xenovia angkat bicara,

"Insiden itu juga menjadi salah satu kasus terburuk diantara kami dan orang orang mencekalnya. Orang yang menangani proyek pada waktu itu dikatakan memiliki masalah dengan keyakinannya. Sehingga dia dianggap telah sesat. Sekarang dia menjadi salah satu anak buah Malaikat Jatuh."

"Di pihak Malaikat Jatuh? Siapa nama orang itu?"

Kiba cukup tertarik dan menanyai Xenovia.

".....Balba Galilei. Pria yang disebut sebagai "Genocide Archbishop"."

Balba. Jadi itu nama musuh Kiba.

"....Kalau aku mengejar Malaikat Jatuh, maka aku bisa mencapainya....."

Mata Kiba terisi penuh oleh kepastian. Sekedar mengetahui targetnya sudah jadi langkah besar buatnya.

"Kelihatannya aku harus membagi informasi juga. Tempo hari aku diserang oleh orang yang juga memiliki Excalibur. Pada waktu itu, dia membunuh seorang Pendeta. Orang yang dibunuh mungkin berasal dari organisasimu."

[!]

Semua orang menjadi kaget. Sudah jelas! Aku tak pernah menduga kalau Kiba sudah terlibat sebelum kami! Lalu kenapa dia terus diam selama ini? Aku yakin ada sesuatu yang dia pikirkan.

"Nama orang itu adalah Freed Zelzan. Apa nama itu terdengar familiar?"

Freed! Pendeta sialan itu! Aku sangat mengingatnya! Dia adalah pendeta edan dari insiden sebelumnya! Dia masih ada di kota ini!? Xenovia dan Irina sama sama meruncingkan tatapannya oleh ucapan Kiba.

"Begitu. Ternyata dia."

"Freed Zelzan. Mantan Exorcist dari Vatikan. Jenius yang menjadi Exorcist di usia 13 tahun. Dia punya banyak kemajuan karena dia terus melenyapkan Iblis dan hewan mistis."

"Namun dia sudah berlebihan. Dia bahkan membunuh rekan rekannya sendiri. Sejak awal Freed tak pernah percaya pada Tuhan. Satu satunya hal yang dia punya hanya insting bertarung dan hasrat membunuh monster. Dan obsesi pertarungannya tidak normal. Hanya masalah waktu sampai dia akhirnya dianggap sesat."

Aah. Jadi kalian juga punya masalah dengannya. Aku paham perasaan itu.

"Begitukah? Freed menggunakan Excalibur yang dia curi untuk membunuh sesama pengikut kami. Sampai kami harus kerepotan karena kelompok yang diterjunkan tak bisa mengurusnya pada saat itu."

Xenovia mengatakannya penuh kebencian. Freed benar benar dibenci banyak orang. Sudah jelas.

"Pokoknya mari kita susun strategi bekerjasama."

Xenovia mengeluarkan pena dan menulis di buku memo. Dia memberi kami rincian kontaknya.

"Kalau sesuatu terjadi, hubungi saja nomor ini...."

"Terima kasih. Berarti kami juga harus..."

"Kami sudah menerima nomor Ise-kun dan Oba-sama[1]."

"Apa kamu serius!? Ibu!? Dia memberikannya tanpa sepengetahuanku!?"

Dia memberikan nomor anaknya tanpa izinku.

[Kenapa kalian tak menghubunginya?]

Dia mungkin memberinya nomor teleponku karena kami adalah teman kecil!

"Itu saja. Sampai jumpa lain kali, "Sekiryuutei", Hyoudou Issei."

Xenovia bangkit setelah mengatakan itu.

Chapitre suivant