Semenjak kejadian beberapa hari lalu. Saat Irene dengan lancangnya memasuki kantor Sehun dan berperang besar dengan kedua anaknya. Sehun sedikit-banyak merasakan bahwa Jinyoung berubah. Putra keduanya itu lebih banyak diam akhir-akhir ini. Belum lagi fakta bahwa Jinyoung lebih banyak melamun membuat Sehun khawatir. Apa anaknya itu baik-baik saja.
Tak.
"Jesper?"
"Dad?"
Sehun menghela nafas, ia pikir siapa yang sedang berdiri di kegelapan malam di dapurnya itu.
"Apa kau merasa ada yang aneh dengan Jinyoung?" Tanya Sehun setelah mendudukan dirinya di pinggir meja makan. Memperhatikan Jesper yang kembali melanjutkan acara meminum air putihnya.
"Sedikit lebih pendiam dan juga dia cenderung lebih tertutup." Jesper menatap Sehun dengan sebelah alis yang terangkat. Yang Jesper rasakan seperti itu kira-kira.
"Apa yang terjadi padanya? Kau tau?" Tanya Sehun lagi. Sehun sebenarnya tau, hanya saja Sehun ingin memastikan lagi. Itu hanya pemikirannya saja atau Jesper juga berpikiran hal yang sama dengannya.
"Semenjak kejadian di kantormu beberapa waktu lalu dad. Aku berpikir jika dia rada-rada aneh setelah itu."
Benar bukan. Jesper juga berpikiran hal yang sama dengannya. Sehun rasanya ingin sekali mencekik Irene hingga wanita sialan itu mati kehabisan napas dan setelahnya Sehun akan berbaik hati membuang jasad tanpa nyawa itu kedalam kandang buaya.
"Jinyoung itu... seperti apa ya? Dia diam-diam menenggelamkan. Aku rasa dia berpikiran bahwa yang di katakan jalang murahan tempo hari lalu benar." Jesper melipat tangannya di depan dada dengan kaki yang mengetuk pelan lantai dapur. "Sebenarnya aku juga berpikiran hal yang sama. Kau tau dad? Tentang kau yang hanya memungut kami atas dasar kasihan atau hanya sebagai teman bermain Haowen."
"Jesper." Sehun mulai merasa bahwa topik yang mereka bahas saat ini akan membuat masalah semakin rumit. Dan Sehun tidak mau.
"Dengarkan dulu dad. Aish duda tua ini." Dengus Jesper menggeram kesal. "Aku memang berpikir seperti itu jika aku tidak melihat bahwa kau memperlakukan kami secara sama. Maksudku kau tidak membuat batas antara anak kandung dan anak pungut, seperti itu. Mungkin pikiran Jinyoung masih terhalang kabut." Jesper mengangkat bahunya tak peduli dan berlalu meninggalkan Sehun yang masih duduk terdiam di atas meja makan.
"Oh ya dad, aku besok ada kelas pagi. Aku ke kamar duluan." Pamit Jesper setelah membalikan badannya sebentar. Setidaknya ia masih mempunyai sopan santun meski pun ia tengah mengantuk berat.
"Kau naik apa besok?"
"Seperti biasa."
"Pakai mobil saja. Kau sudah punya surat izin bukan?"
"Tidak untuk sekarang dad, nanti saja setelah aku lulus kuliah atau saat aku magang di kantormu. Bye dad."
"Hmm."
Sehun masih terdiam dengan tangan yang bersedekap di depan dada. Ia tau jika Jinyoung itu sensitif dengan hal-hal seperti masalah yang baru saja ia bahas dengan Jesper. Terlebih Irene terlalu lancang untuk mengungkit-ungkit masalah anaknya.
"Hhh Oh Suzy. Aku benar-benar membutuhkanmu sekarang. Apa yang harus aku lakukan?" Sehun bergumam lirih.
Kasihan? Teman bermain Haowen? Bukan. Itu bukan tujuan Sehun untuk mengangkat dua remaja itu menjadi anaknya. Sehun benar-benar tulus, sungguh.
"Hhhh, daddy benar-benar minta maaf." Lirih Sehun.
**
Jesper berjalan santai dengan tangan yang ia masukan kedalam kantong piyama tidur miliknya. Menaiki satu anak tangga dan kembali berhenti dengan kekehan kecilnya yang terdengar mengerikan.
"Kau sudah mendengar semuanya Oh Jinyoung. Jadi pikirkan baik-baik apa yang membuatmu berubah akhir-akhir ini." Ujar Jesper dan kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar guna melanjutkan tidurnya yang tertunda. Ia masih mengantuk ngomong-ngomong.
**
Jinyoung terdiam saat tiba-tiba saja suara Jesper sudah berada sangat dekat dengannya. Apa hyungnya itu tau kalau ia sudah menguping sedari tadi?
Niat awal Jinyoung hanya untuk mengambil air minum ke dapur, tapi karena ia mendengar suara milik daddy dan milik hyungnya Jinyoung mengurungkan niatnya untuk mengambil air. Ia akan menunggu hingga dua pria dewasa itu kembali ke kamar mereka barulah Jinyoung melanjutkan langkahnya.
Tapi saat pembahasan dua orang itu mulai meyinggung tentang dirinya, Jinyoung berniat untuk mendengar sedikit saja. Apa yang hyung dan daddynya bicarakan. Dalam bayangan Jinyoung, Sehun akan memaki sifatnya yang akhir-akhir ini sedikit lebih aneh.
Cenderung diam dan tertutup.
Jinyoung merasa bersalah, hanya saja bayangan Irene yang mengatakan bahwa Sehun memungutnya karena kasihan membuat Jinyoung sedih. Ia tau, tapi tidak seharusnya wanita itu mengatakan hal demikian, terlebih dia bukan siapa-siapa bagi Sehun.
"Aku minta maaf dad." Gumam Jinyoung.
**
"Hyung, apa hyung hari ini thekolah?" Suara serak khas bangun tidur milik Haowen membangunkan Jinyoung dari mimpi indahnya.
Menggeliat pelan, Jinyoung menyibak selimut yang semalaman ini membungkus dirinya. "Ngg, iya. Kenapa?" Tanya Jinyoung saat ia sudah 51% sadar dari alam mimpinya.
"Tidak ada. Aku ingin mengajak hyung jalan-jalan lalu ke kantor daddy." Haowen mendekat kearah ranjang besar Jinyoung. Berusaha naik keatasnya agar bisa duduk tepat di hadapan hyungnya ini. "Hyung. Tolong."
Jinyoung terkekeh saat Haowen dengan kaki pendeknya meloncat-loncat agar bisa mencapai ranjangnya.
"Ingin ikut hyung ke sekolah? Setelah itu kita membeli ice cream baru ke kantor daddy." Tawar Jinyoung setelah Haowen sudah duduk di sampingnya. Pria kecil itu masih terlihat mengantuk sepertinya. Di lihat dari kelopak matanya yang berusaha ia tarik keatas agar ia tak kembali masuk ke alam mimpi.
"Apa boleh? Hyung tidak belajar?" Tanya Haowen penasaran. Dari informasi yang ia dapat dari Jesper brothernya, sekolah itu tempat belajar kata Jesper. Apa anak sekecil Haowen bisa masuk kesana?
"Hyung tidak belajar, hanya mengambil hasil ujian. Bagaimana?" Tanya Jinyoung lagi. Ia rasa juga tidak akan ada yang memarahinya karena Jinyoung tergolong sebagai salah satu murid kesayangan semua guru. Jadi apa salahnya?
Brukh.
"Baiklah. Aku ikut. Tapi bithakah kita tidur thebentar lagi? Aku masih mengantuk." Haowen membanting tubuhnya kebelakang dan menyelinap masuk kedalam selimut tebal milik Jinyoung.
Brukh.
"Tentu saja."
**
Seperti perjanjian yang telah mereka buat, Jinyoung dan juga Haowen telah siap dengan pakaian mereka masing-masing.
Jinyoung dengan seragam sekolahnya dan Haowen dengan celana hitam panjang yang dipadu dengan kemeja lengan panjang berwarna navy blue miliknya.
"Sudah siap?" Tanya Jinyoung.
"Thudah! Kita berangkat dengan apa hyung?" Haowen meraih tangan Jinyoung yang terulur padanya untuk ia genggam.
"Kau belum pernah naik bus bukan? Maka dari itu, kita akan naik kendaraan umum yang belum pernah kau coba itu." Jinyoung menarik kecil tangan Haowen yang hanya mengangguk menyetujui idenya itu.
Jinyoung masih tidak mengerti bagaimana cara Sehun mendidik Haowen hingga adiknya itu tidak terlalu banyak protes. Terlebih dengan bus, Haowen tidak keberatan sedikit pun.
"Kau tidak keberatan?" Tanya Jinyoung.
"Tidak. Daddy mengatakan jika kita tidak boleh terlalu manja dengan harta yang kita punya." Itu jawaban Haowen. Bocah yang tahun ini akan menginjak umur empat tahun itu mengatakan hal yang jika Jinyoung pikir-pikir itu luar biasa.
"Kau sudah besar ternyata." Ujar Jinyoung. Mengusak pelan puncak kepala Haowen dan menarik bocah kecil itu untuk masuk kedalam gendongannya. Bus yang akan mereka naiki akan datang sebentar lagi.
"Hyung apa thekolah itu menyenangkan?" Haowen menarik-narik kecil helaian rambut Jinyoung yang berada tepat di depan matanya.
"Tidak. Kau akan merasakan sakit kepala yang luar biasa." Jawab Jinyoung tanpa pikir panjang. Kenyataannya memang seperti itu juga bukan?
"Kalau begitu aku ingin langthung ke thekolah Jesper hyung thaja. Datang thesuka hati dan bajunya juga bebath. Tidak theperti milik hyung." Haowen mendengus kesal entah karena apa. Belum lagi tawa Jinyoung yang meledak besar tepat di samping telinganya.
"Hyung diamlah." Haowen mendengus lagi. Memang ia salah bicara? Tidak bukan?
**
"Hei, lihat! Jinyoung datang seorang anak kecil."
"Woah mereka sama-sama tampan."
"Mereka terlihat seperti pangeran-pangeran dari negeri dongeng."
"Astaga, mereka luar biasa tampan."
"Yang kecil akan menjadi sangat tampan saat ia dewasa nanti."
Jinyoung dan Haowen hanya terus berjalan dalam diam dengan tangan yang terus bergandengan. Mereka sudah memasuki daerah sekolah dan seperti biasa, Haowen dan Jinyoung hanya akan berwajah datar jika mereka tidak sedang berada di rumah atau di sekitar keluarga mereka.
"Hyung kita akan kemana lagi?" Tanya Haowen penasaran. Kakinya juga sudah mulai lelah karena terlalu lama berjalan.
Hap.
"Kita akan keruang guru dan setelah itu kita akan pergi membeli ice cream. Bagaimana?" Tawar Jinyoung. Kembali membawa Haowen dalam gendongannya karena ia tau, kaki kecil adiknya itu sudah mulai lelah.
"Oke. Bagaimana jika kita mengajak Jesper hyung juga?" Haowen bertanya dengan nada antusias saat membayangkan ia dan kedua hyungnya akan jalan-jalan bersama.
"Tidak masalah. Kita telfon?" Jinyoung mengeluarkan ponselnya dan menyodorkannya pada Haowen. Kecil-kecil seperti itu Haowen tidak gagap teknologi, Sehun selalu mengajarkan anak-anaknya tentang semua teknologi terbaru.
"Jesper hyung. Thudah pulang?" Suara cadel Haowen mengedar di ruang guru tempat mereka menginjakan kaki. Melihat Haowen yang tidak merasa bersalah sedikit pun membuat Jinyoung hanya bisa membungkuk memohon pengertian dari para guru yang tengah memperhatikan mereka.
"Belum. Sebentar lagi. Memang kenapa?"
"Hyung cepat pulang dan langthung ke thekolah Jinyoung hyung. Kita haruth makan ice cream." Ingin rasanya Jinyoung tertawa terbahak-bahak karena suara Haowen yang sungguh terdengar sangat lucu di telinganya. Belum lagi wali kelasnya yang hanya bisa terkekeh pelan melihat mereka.
"Hhh, baiklah. Hyung pulang sekarang. Tunggu oke?"
Haowen tersenyum cerah seraya mengembalikan ponsel milik Jinyoung. Duduk tenang saat hyungnya itu memindahkan pantatnya dari gendongan nyaman menuju kursi empuk yang berada tepat di sebelah hyungnya.
"Kalian benar-benar mirip. Adikmu juga lucu." Mrs. Lee tersenyum simpul seraya menyerahkan sebuah amplop pada Jinyoung. Tentunya amplop berisi nilai-nilainya setelah menjalani ujian beberapa waktu lalu.
"Terima kasih." Ujar Jinyoung seraya membungkuk memberi salam. Keperluannya sudah selesai.
"Haowen imnida." Sebelum benar-benar pergi, Haowen membungkuk sedikit guna memperkenalkan dirinya pada wanita cantik di depannya ini. Membuat Jinyoung dan Mrs. Lee tersenyum simpul melihat tingkahnya.
Jinyoung seperti biasa. Dia hanya akan menggendong Haowen dan mengatakan kalimat-kalimat berisi pujian karena sudah bersikap baik pada gurunya itu. "Hyung akan membelikan ice dream double untukmu."
"Orang dewatha tidak makan ice cream terlalu banyak." Haowen menolak sok dewasa. Bagaimanapun ia harus bersikap jual mahal jika di depan orang ramai seperti ini.
"Ya sudah. Tidak usah beli ice cream saja."
"Nooo!"
Tbc.
See u next chap.
Have a nice day.
Thank u.
DNDYP