Seperti biasa, Jesper hanya berjalan santai dengan tangan yang bersemayam di kantong celananya. Jesper rasa ini mimpi teraneh yang pernah hinggap dalam bunga tidur selama hidupnya.
"Padang rumput luas dengan tebing di depanku ini untuk apa? Bunuh diri?" Gumam Jesper. Ia dapat merasakan rambutnya terbang terkena sapuan angin dari hamparan laut luas di depan sana.
Jesper menarik nafas pelan. Tempat ini seperti tidak asing baginya. "Aah, ini lokasi syuting Taeyon bukan? I?" Jesper kembali bergumam. Terserah saja, ini mimpinya. Hak milik punya dia.
"YA!! Apa yang kau lakukan di sana?! Kau ingin bunuh diri?! Hentikan! YA!!"
Jesper mengeryit heran. Suara melengking tinggi itu masuk kealam mimpinya dari mana? Atau jangan-jangan dirinya di dunia nyata juga berdiri di tepi balkon? Berniat melompat?
Tak.
"Akh." Jesper meringis seraya memegang kepala bagian belakang miliknya. Siapa perempuan gila yang dengan beraninya masuk seenak dengkul dan menepuk keras kepala jeniusnya? "Kau siapa?"
"Kau?!"
Tak.
"Akh."
"Jika kau tidak ingin berlaku sopan padaku dengan membungkuk hormat. Setidaknya beri aku pelukan hangat!"
Jesper rasa wanita ini benar-benar gila! Cantik sih iya. Kalau gila 'kan tidak ada gunanya.
"Kenapa?" Tanya Jesper. Seperti biasa, muka datar, nada bicara dingin, dan raut wajah tanpa senyum.
"Kenapa?! Kau bertanya kenapa?" Wanita di depannya ini kembali menjerit tak percaya. "Sungguh luar biasa! Apa Sehun tidak pernah memperlihatkan album foto padamu?"
"Mom?" Jesper mulai ingat. Apa jangan-jangan ini mo-
"Mom? Kau! Dasar anak kurang ajar!"
Tak.
"Akh. Sakit! Lembutlah sedikit!" Jesper menjerit sakit. Kepalanya ini masih memiliki banyak fungsi dan kegunaan.
"Eyyy, kenapa kau sangat mirip dengan Sehun?" Suzy bergumam tak percaya. Bahkan ucapan mereka juga sama. Jiplakan Sehun sekali. "Tak ingin memberi pelukan 'selamat berkunjung'?"
Suzy merentangkan tangannya selebar-lebar yang ia bisa. Ukuran tubuh Sehun dan Jesper tidak beda jauh sepertinya. Pasti akan sangat sulit.
"Perbaiki kosa katamu mom, bukan selamat berkunjung. Tapi selamat datang." Jesper terkekeh pelan. Meletakan dagunya di atas bahu Suzy dan mengusap pelan punggung wanita yang berstatus sebagai mommynya itu.
"Terserah padaku." Acuh Suzy tak peduli. Lagi pula ia hanya akan berkunjung sebentar.
Tak.
"Kenapa lagi mom? Sakit!"
"Kau mengataiku wanita gila!"
"Hehe."
"Hehe hehe kepalamu!" Suzy mendengus kesal. Melihat sekitar dan hanya di sini spot terbaik untuk mereka berbincang.
Sret.
"Duduk!"
"Kotor mom!"
"Du. Duk!"
"Aish, iya Nyonya Besar iya."
Hening.
Mereka sama-sama menikmati angin yang menerpa wajah mereka berdua. Mereka hening memang tapi mereka tidak canggung.
"Mom." Panggil Jesper.
"Apa?" Suzy mengalihkan atensinya dari lautan luas menuju pada Jesper yang tengah menatapnya.
"Maaf karena masuk dalam keluargamu dan terima kasih karena sudah mau menerimaku." Jesper berujar tulus. Menundukan kecil kepalanya dan tersenyum semanis yang ia bisa.
Tak.
Bukan elusan sayang yang ia dapat, melainkan pukulan penuh tenaga yang hinggap.
"Kau keras kepala sekali! Apa Sehun tidak pernah mengatakan 'tidak masalah' padamu?" Suzy menirukan wajah datar Sehun saat ia mengatakan terima kasih. Ia yakin raut muka Sehun tidak akan ada ubahnya seperti dinding berjalan.
"Aku hanya ingin mengatakan langsung."
"Dengar ya Oh Jesper! Tidak perlu meminta maaf dan mengucapkan terima kasih. Jika pun aku masih hidup aku juga akan menerimamu dengan senang hati. Dan seharusnya aku yang mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena sudah menjaga Sehun dan adik-adikmu." Suzy menggenggam sebelah tangan Jesper. Tersenyum lebar sehingga matanya hampir saja hilang tenggelam karena pipi berisinya yang tertarik keatas.
"Ah, sudah berapa gadis yang kau kencani?" Tanya Suzy dengan alis yang naik-turun berniat menggoda anaknya.
"Aku tidak berkencan dengan para gadis mom." Dan Suzy rasanya benar-benar ingin mencakar wajah tanpa emosi milik Jesper. Datar sekali!
"Lalu kau berkencan dengan pria?" Nada oktaf Suzy kembali terdengar. Matanya bahkan membulat sempurna karena terkejut.
"Ayolah mom. Maksudku aku tidak sedang berkencan. Aku hanya akan langsung menikah saja nanti." Ujar Jesper dengan senyuman tipisnya.
Tentu saja itu sedikit banyak membuat Suzy meleleh. Ia jadi teringat pada tembok berjalan kesayangannya. "Aku dulu juga tidak berpacaran dengan Sehun. Langsung naik altar dan kembali bertengkar lima detik sebelum pemasangan cincin." Suzy mengangkat acuh bahunya. Terkadang Sehun itu romantis sekali dan terkadang sialan sekali.
"Ah, sampai jumpa lain waktu sayang." Senyum Suzy mengembang. Berdiri dari duduknya dan menepuk kecil pantatnya yang mungkin saja kotor terkena debu.
"Sudah ingin pergi? Cepat sekali." Jesper juga bangkit berdiri. Mengamati Suzy yang masih sibuk dengan urusan mari membersihkan kotoran pada pakaiannya.
"Mau bagaimana lagi. Waktu kita terbatas. Nah, Oh Jesper. Jaga adik-adik dan daddymu, belajar yang rajin, makan teratur, lulus dengan usaha terbaikmu ok. Mommy akan berusaha agar ada di sana okey? Mungkin mommy juga akan mengajak nenekmu lain kali. Nah, waktunya aku pergi." Suzy mengusap pipi Jesper dan juga mengusak asal helaian hitam legam milik anaknya itu.
Cup.
"Jaga diri baik-baik okey sayang?" Setelah mengecup singkat dahi Jesper, Suzy melambai singkat. Berjalan menjauh karena perjalanannya masih sangat panjang. Maklum saja.
"Jaga diri juga mom."
Suzy melambai ceria berbalik tanpa melihat-lihat dan..
Bruk.
"Akh." Suzy meringis kecil saat hampir saja lututnya membentur tanah keras di bawah sana.
"Hati-hati mom." Jesper memutar bola mata jengah. Memang benar apa yang di katakan Sehun. Suzy itu ceroboh. Sangat.
"Aish gaun sialan ini merepotkan!" Dengus Suzy.
Sret.
Tanpa pikir panjang, ia mengangkat tinggi gaun sematakakinya hingga setinggi lutut lalu kembali berjalan menjauhi Jesper.
Langkah Suzy terhenti untuk beberapa saat dan berbalik untuk kembali menatap Jesper yang masih tersenyum kearahnya. "Jangan lupa jika mommy menyayangimu sayaaang. Sampai jumpaa."
Jesper terkekeh pelan. Mommynya ini absurd sekali. "Aku juga menyayangimu mommy sayang."
**
"Hyuuuuung!" Lamunan Jesper tentang mimpimya semalam buyar karena teriakan dari Haowen. Aah, adik kecilnya sudah sampai ternyata.
"Sudah selesai?" Tanya Jesper. Mengusak asal surai Haowen dan tersenyum lembut saat bocah itu menggerutu karena rambutnya yang berantakan.
"Thudah. Jinyoung hyung mendapat amplop bethar." Haowen mengadu dengan sebelah tangannya yang menggenggam tangan kanan Jesper.
"Amplop besar?" Ulang Jesper heran. Amplop yang seperti apa? Suap? Sogok? Ah, pikiran Jesper melayang kemana-mana jadinya.
"Hanya hasil ujian akhir kemarin hyung." Jinyoung menjawab sebelum otak bodoh yang jenius milik hyungnya ini berpikir tentang yang tidak-tidak.
"Bagaimana hasilnya?" Tanya Jesper penasaran. Ia rasa Jinyoung tidak bodoh-bodoh sekali. Entahlah.
"Belum aku lihat hyung."
"Kenapa?"
"Biar daddy saja yang pertama."
Jesper mengangguk mengerti. Lagi pula ia juga percaya bahwa nilai Jinyoung pasti akan bagus-bagus saja. "Kau sudah melakukan yang terbaik." Ujar Jesper seraya menepuk pelan kepala Jinyoung dengan sebelah tangannya yang terbebas.
Haowen mengeryit heran. "Tepukan kepala itu untuk apa?" Gumam Haowen pelan. Tapi matanya dapat melihat bahwa Jinyoung hyungnya itu terlihat senang. Jadi Haowen penasaran akan satu hal.
"Jinyoung hyung." Panggil Haowen seraya menarik tangan kiri Jinyoung yang berada dalam genggamannya.
"Ya?"
"Thini."
Jinyoung mengeryit heran. Apa yang akan si bungsu ini lakukan? Tapi mau bagaimanapun ia juga akan tetap berjongkok untuk mensejajarkan tinggi tubuh mereka berdua. "Kenapa?"
"Kau thudah melakukan yang terbaik." Persis seperti yang Jesper lakukan tadi. Haowen juga menepuk pelan kepala Jinyoung disertai senyuman lebarnya yang hampir membuat mata tajam turunan Sehun itu menghilang di telan pipi berisinya.
Jesper tergelak pelan melihat apa yang Haowen lakukan. Tukang foto kopi sekali.
"Hahahaha tentu saja. Terima kasih adik kecil." Ujar Jinyoung dengan tawanya yang merekah senang. Entah Haowen mengerti atau tidak dengan yang ia katakan tadi, yang terpenting Jinyoung sudah sangat senang dengan hadiah kecil yang ia terima kali ini.
"Thama-thama adik bethar."
"Ah, mereka sangat tampan."
"Mereka adik-kakak? Sejak kapan Jinyoung memiliki keluarga? Bukannya dia besar di panti asuhan?"
"Yang besar itu tampan sekali Ya Tuhan."
"Aith, kenapa mereka berithik thekali?!" Haowen menggerutu kesal. Sedari tadi para wanita itu hanya mengatakan hal yang sama dan Haowen sudah muak mendengarnya.
"Biarkan saja." Ujar Jinyoung acuh. Itu bukan kali pertama baginya.
"Hyung, kapan kita akan membeli ice cream?" Gerutu Haowen. Lidahnya sudah sangat tidak sabar merasakan lelehan manis berada dalam mulutnya. Terlebih siang terik seperti ini.
"Apa?" Jesper bergumam tak percaya. Apa tadi? Ice cream? Yang benar saja Ya Tuhan!
**
"Daddy tidak suka ice cream!"
"Daddy thuka thekali-thekali hyung!"
"Tidak! Daddy tidak suka. Daddy coffe saja. Americano lebih gaya daddy."
"Tidak! Ice cream coklat daddy thuka!"
Jesper menghela nafas lelah. Kapan ini akan berakhir? Mereka sudah sejak lima belas menit yang lalu bertengkar tentang apa yang akan mereka belikan untuk Sehun. Dan sudah selama itu juga mereka menjadi pusat perhatian semua pasang mata yang ada di cafe ini.
"Ice cream choco stoberry dua americano dua." Jesper sudah jengah jika harus menunggu lebih lama lagi. Mau tidak mau mereka harus mau.
"Pesanan Anda tuan." Jesper mengeluarkan credit cardnya dan mengambil pesanan mereka.
"Ini milik kalian." Ujar Jesper menyerahkan ice cream yang ia pegang tepat pada dua bocah yang masih ribut tentang pesanan mereka.
"Terima kasih hyung."
"Terima kathih hyung."
"Hm."
"Terima kasih dan silahkan datang kembali."
"Heee? Hyung kami belum memesan!" Jinyoung memekik heboh. Kejam sekali si sulung itu pada mereka berdua.
"Hyuuuung." Haowen berlari kencang menyusul Jesper yang sudah jauh di depan mereka. Biarkan saja ice creamnya Jinyoung yang membawa.
**
Tok.. tok..
"Masuk!"
"Tuan Muda Oh datang berkunjung Presdir." Itu karyawannya yang lain. Suho tengah ia tugaskan untuk memantau pembuatan perusahaan cabang mereka yang baru.
"Hm. Kau boleh keluar."
"Daddy! Jesper hyung menyebalkan." Haowen dengan kaki kecilnya langsung saja berlari menuju meja kerja agung milik Sehun. Tak mempedulikan cup ice cream yang tengah tangan kecilnya genggam. Membuat Sehun tertawa singkat dan mengangkat Haowen untuk duduk di pangkuannya.
"Apa yang Jesper hyung lakukan padamu hm?" Tanya Sehun penasaran. Menghapus noda ice cream yang berserakan di sekitar bibir kecil anaknya.
"Untukmu dad." Jesper menyerahkan Americano yang ia pegang dengan tangan kanannya tepat keatas meja kerja Sehun.
"Thank you son."
"Hm yeah."
"Dad." Jinyoung menyerahkan amplop besar berisi nilai ujian akhirnya pada Sehun. Ia harap hasilnya tidak terlalu mengecewakan.
"Ini?" Tanya Sehun penasaran. Membuka amplop dan mendapati selembar kertas dengan tabel nilai ujian akhir anaknya.
"Dad, ini apa?" Tangan kecil Haowen menunjuk asal pada tabel angka yang tidak ia mengerti. Belum lagi kepalanya yang ikut bergerak kesana-kemari.
Sehun tertawa kecil, menekan dahi Haowen dengan telunjuk kirinya kebelakang agar kepala hitam legam anaknya itu bersandar nyaman di dadanya. Jujur saja kepala Haowen yang tidak mau diam menganggu penglihatan matanya.
"Thorry dad."
"No problem baby." Mata Sehun bergerak dengan teratur mengamati semua angka yang tertera di sana. Tersenyum lembut saat tak mendapati hasil yang buruk dari ujian anaknya.
Jinyoung? Jangan tanya! Ia sudah setengah mati gugup. Belum lagi tatapan tajam Jesper yang berdiri tepat di belakang kursi kerja milik Sehun yang seakan-akan ingin membolongi kertas nilai miliknya.
"Kau sudah melakukan yang terbaik." Ujar Sehun dengan tangan terjulur untuk mengusak helaian madu milik anak keduanya itu. Membuat Jinyoung tersenyum senang dan Jesper yang tertawa singkat di belakang daddynya.
"Terima kasih dad." Jinyoung menunduk menyembunyikan senyum lebarnya yang tak bisa di tahan.
"Dad! Haowen dan Jinyoung hyung ingin membelikan ice cream coklat tadi. Tapi thalahkan Jesper hyung yang theenaknya membeli coffe ini." Tunjuk Haowen mengarah pada cup coffe milik Sehun. Mengeryit kesal saat Jesper malah mengacak asal surai kelamnya.
"Berisik bocah!" Gumam Jesper.
"Tak masalah. Daddy suka."
"Jadi daddy tidak suka ice cream?" Tanya Haowen kecewa. Padahal ia sudah bertarung mati-matian dengan Jinyoung tadi.
"Apa hyung bilang." Jinyoung berseru senang.
"Bukan begitu. Daddy suka apapun yang kalian beli untuk daddy."
"Dathar kerath kepala!" Haowen berseru kesal pada Jinyoung yang hanya mencebikan bibirnya tak terima.
"Ah ya dad, aku minta maaf soal kemarin. Aku tidak bermaksud diam seperti itu. Hanya saja ucapan wanita waktu itu menggangguku." Jinyoung menunduk dalam. Tidak berani menatap mata Sehun yang mungkin saja akan menyorotkan perasaan kecewa padanya.
"Tidak masalah. Lain kali bicaralah. Kau membuat daddy merasa bersalah." Ujar Sehun.
"Okey dad. Aku minta maaf."
"Tidak masalah. Kau ingin hadiah apa?" Sehun menurunkan Haowen dari pangkuannya agar si kecil itu bisa menganggu Jepser yang tengah bersantai ria dengan ponselnya.
"Tidak ada dad. Aku tidak mengharapkan hadiah besar." Jawab Jinyoung. Ucapan kau sudah melakukan yang terbaik saja sudah cukup baginya.
"Baiklah kalau begitu kita foto keluarga saja."
Mata jinyoung membelalak kaget. Foto keluarga? Benarkah? Woah itu salah satu impiannya.
"Apa tidak masalah dad?" Tanya Jinyoung.
"Tentu tidak."
"Hyuuuuuuuuuuung!" Seperti yang Sehun harapkan. Haowen akan menganggu Jesper yang tengah bersantai dengan teriakan heboh miliknya.
"Jangan di telinga hyung Haowen."
"Biar thaja. Kan telinga hyung, bukan telinga Haowen."
"Anak ini. Kemari kau bocah!"
"Nooooooo! Daddyyyyyy."
TBC
THANK U
DNDYP