webnovel

Intuisi yang terbatas dan perubahan yang abadi.

Hari pertama ingin ku buat sempurna, semuanya ku persiapkan dengan matang dan terkonsep hingga detil terkecil ku perhatikan. Pagi itu ku buka pintu, ku tatap langit ku tarik nafas kemudian ku langkahkan kaki penuh percaya diri dan ku siap jalani hari. Presentasi ku kali ini tidaklah biasa, banyak orang-orang hebat yang berada di sana. Setelah masuk kedalam ruangan kemudian mata-mata tajam mulai menatap ke arah ku, dengan tenang ku awali penuh percaya diri kemudian ku jabarkan semuanya dan ku akhiri dengan senyuman. Aku merasa waktu saat itu berdetak sangat lambat, bertubi-tubi pertanyaan meluluh lantahkan ku membuat ku tak berdaya ibarat perang aku sudah kalah sebelum di mulai namun detik tetap tak mau berlari menyeret ku pada keterpurukan dan malu rasanya. Ternyata aku tidak ada apa-apanya saat itu di bandingkan dengan mereka yang ada di sini, intuisi ku terbatas aku merasa sangat kalah dan hari pertama hingga bulan pertama aku gagal.

semua presentasi ku di tolak mentah-mentah. Benci rasanya karena tidak di hargai. Kemudian aku terus merenung, apa yang kurang dengan ini hingga berujung kegagalan, padahal aku telah membuat semua sesempurna mungkin hingga detil terkecil pun aku perhatikan, tapi pernungan itu tidak membuahkan hasil jika aku tidak melakukan tindakan.

Ku coba flash back ke waktu saat membuat bahan dan ternyata benar kata ibu, kesederhanaan adalah patokan. Terlalu percaya diri bisa menenggelamkan, bahkan pelaut handal pun akan tenggelam ketika jumawa saat ombak tenang datang.

Meskipun aku tau aku sangat menguasi tapi ternyata pengetahuan ku masih sedangkal ini, seperti rawa aku berjalan di lumpur tertahan oleh tanah basah. Kesalahan ku yang lain adalah kurangnya referensi bacaan yang selama ini aku baca aku terlalu terpaku pada satu literatur sajah, padahal banyak penulis hebat membahas tentang hal yang sama, dan kembali benar apa yang guru ku ucap waktu itu, buku adalah jendela dunia dan aku merasakan kebutaannya. Aku hanya tau ilmu dari satu pintu dan melihat satu sungai sajah sementara yang lain di luar sana bahkan ada yang sudah membuka seribu jendela oleh matanya dan melihat berjuta pulau.

Sial !! aku merasa aku paling bodoh saat itu, di berikan tanggung jawab namun aku tak berdaya dan kalah oleh mereka yang hanya duduk diam dan memperhatikan sajah.

Setelah hari pertama yang memalukan hampir setiap ada kesempatan aku pergi mencari jendela dunia baru menuju ke perpustakaan di tengah kota. Jujur malu dan kesal rasanya saat apa yang kita buat secara sempurna menurut kita namun tidak di terima karena biasa sajah oleh mereka. Ingin ku pasang topeng ku kembali yang ku simpan rapat rapat namun itu bukan jalan keluar karena satu-satunya jalan yah belajar. Satu hal lagi yang kurasa benar dan terbukti adalah tidak ada kata dewasa untuk mencari ilmu, karena satu-satunya yang abadi itu adalah perubahan dan resikonya adalah kekalahan jika tak mau berkembang.

Chapitre suivant