webnovel

SYABILLA

Auteur: Haifa_Nur
Général
Actuel · 98.9K Affichage
  • 14 Shc
    Contenu
  • 5.0
    11 audimat
  • NO.200+
    SOUTIEN
Synopsis

Ketika sebuah pilihan adalah penentu masa depanmu maka aku lebih memilih untuk merantau mengisi kekosongan kertas putih. Syabilla seorang gadis yang tumbuh dalam keluarga taat agama memaksanya untuk merantau keluar kota demi sebuah penghidupan yang lebih baik. berbekal ijazah S1 pendidikan dan hafalan Al qur'an yang masih belum sempurna selalu menjadi zikir dia hidup di negeri orang. inilah kisah perjalannya dia tuangkan dalam bait-bait kata tersimpan rapi dalam kertas putih. Hingga datanglah sebuah kejadian yang tidak terduga Syabilla terpaksa menikah demi sebuah Amanah yang di tinggalkan oleh sahabatnya itu. Dia menolak mati-matian agar tidak menikah dengan lelaki itu tapi Ada sebuah janji lagi yang di buat oleh kedua orang tuganya yang membuat dia tak bisa menghindari pernikahan itu. dia bimbang apalagi setelah tau laki-laki itu begitu mencintai sahabatnya. Tapi di sisi lain dia juga menyimpan cinta secara diam-diam dengan lelaki itu. Mampukah Syabilla bertahan dengan semua ini " tidak ada kepedulian, acuh bahkan kadang menyakitkan hati"

Étiquettes
1 étiquettes
Chapter 1Satu

24 Desember 2014

Telah lama aku menyelesaikan kuliyah ku pikir ketika selesai kuliyah maka pekerjaan akan siap menanti ternyata itu hanya mimpi, aku harus bekerja keras demi sebuah penghidupan yang lebih baik untuk ibuku yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga sementara ayahku seorang yang lumpuh akibat kecelakaan motor. sungguh pilu hati ketika orang terkasih sakit dan kita sebagi anaknya hanya bisa menyelipkan do'a di setiap sujud panjang.

Kulangkahkan kaki dengan berat untuk meninggalkan ibu dan Abah serta satu adik perempuanku tapi ini adalah sebuah pilihan. kulirik ibuku ketika dia sibuk membantuku dalam mengepak barang yang akan ku bawa ke kota. Ku dengarkan setiap nasehat lembutnya.

"nanti kalau sudah sampai di kota telpon ibu! jangan lupa makan" kata umma berujar menasehatiku. Aku menyahut lembut untuk menenangkan hatinya, aku faham gelisah hatinya anak perempuannya akan pergi jauh, jauh dalam pandangan matanya.

"nanti Syabilla akan sering telpon ibu" jawabku mantap agar kegelisahan di wajahnya sedikit lebih tenang.

"jangan kecewakan ibu ya Bill, kalau di kota jaga diri baik-baik dan ingat hafalanmu jangan sampai lupa" kata ibu lagi berujar, seperti biasa dia selalu bisa menyembunyikan ketenangan di wajahnya padahal Syabil tau dia berat melepas pergi tapi ini pilihanku.

aku masih ingat sebuah kata-kata "merantau lah kalian maka akan tau rasanya rindu"

24 Desember 2014 aku memantapkan hati untuk merantau meninggalkan tanah kelahiran, meninggalkan kisah cinta yang kurajut dengan pelan. Sebenarnya merantau ini adalah pelarianku pelarian dari rasa kecewa dari seseorang yang telah berkhianat, dia mengatas namakan cinta meminta menunggu tapi yang kudapatkan adalah kepahitan.

masih segar dalam ingatan dia berkata manis bahkan manisnya bisa mengalahkan madu.

"Syabilla tunggu aku " Begitu bodohnya aku terbuai dengan kata-kata manis itu, seperti kerbau di cocok hidungnya aku dengan siap dan pasti menunggu. Tapi bagai di sambar petir di siang bolong ketika aku harus di hadapkan sebuah kenyataan dia, ya dia yang menjadi keinginan dan harapanku justru telah menghancurkan hatiku dengan meminang orang lain dengan alasan

"maaf Bill aku telah mencintainya" kata lelaki itu, sungguh kejam memang tapi yang ku rasa saat itu aku ingin berlari jauh, sejauh mungkin meninggalkan sosok yang menjadi penghancur mimpiku.

"Syabilla ingin pergi umma" kata itu langsung terucap dari mulutku, tangan ini masih bergetar detak jantung seakan bertalu. Umma kaget mendengar kata-kata itu.

"kenapa tiba-tiba Syabil? " tanya umma kepadaku. Aku tak mampu menjawab tapi keinginanku adalah tetap pergi jauh.

"Amran.. apa ini ada hubungannya dengan Amran? " tanya Umma penuh selidik, tapi yang kulakukan hanya menggeleng dengan kencang agar umma tak curiga.

"Syabilla " kata umma dia bingung harus berkomentar apa untuk menenangkan putrinya, sementara airmataku sudah tak maampu ku bendung lagi "apakah sakit hati itu sesakit ini" pikirku melayang jauh harapanku pupus ketika dia jatuh cinta dengan orang lain.

***

Roda taksi yang ku tumpangi berputar membelah jalan raya, hiruk pikuk mobil lalu lalang tanpa henti semua orang sibuk dengan rutinitasnya. Aku menyibukkan diri dengan hafalanku mencari-cari apakah ada yang terlupakan. Musik di dalam mobil sama sekali tidak mengganggu, aku masih sibuk dan tenggelam dalam hafalanku.

Setelah kurasa cukup untuk mengingat kembali hafalanku tak terasa di luar hujan yang awalnya rintik-rintik kini sudah mulai menurunkan butir-butiran besar.

Hujan di luar sana mengalihkan pandanganku hujan yang deras sesekali menghantam kaca mobil yang ku tumpangi.

Setelah sekitar 4 jam sampailah aku di kota tujuan kota seribu sungai kota intan orang menyebutnya. kota itu tak terlalu besar juga tidak terlalu kecil tapi makmur. di sini terkenal dengan pendulang intan serta pusat perdagangan.

Aku dengan setia menunggu jemputan, sahabatku yang bernama Ayya akan menjemputku di sini. Keheningan yang kurasakan ketika menunggu tapi hatiku telah mantap demi melupakan sebuah sosok dan meraih mimpi yang lebih baik.

"Syabilla" panggilan itu mengalihkan lamunanku yang sempat terpatri mengikis hati yang pilu.

Aku tersenyum kepada sahabt baikku yang bernama Ayya perempuan manis yang baru saja menyelesaikan sekolah pendidikannya kini berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah swasta yang menjunjung tinggi sunnah dan Al qur'an.

"lama menunggu? " tanyanya kepadaku.

"lumayan lah" sahutku dengan lembut

"ayo naik"

***

"asramanya sederhana tidak apa-apa? " tanya Ayya kepadaku.

"ini lebih dari cukup" kataku

"Syabil aku kangen" kata Ayya langsung menubrukku aku yang tidak siapa langsung terdorong pelan kebelakang tapi tidak sampai jatuh untuk menyambut pelukan rindunya.

"mulai sekarang kita adalah saudara, apapun masalahmu jangan di simpan sendiri dan tentang Amran aku harap kamu melupakannya dia bukan laki-laki yang tepat untukmu" kata Ayya mulai mewanti-wantiku yang kulakukan hanya senyum dan mengangguk patuh.

"ini kamar kita dan itu ranjangmu yang di tingkatan paling bawah" kata Ayyah mengarahkanku.

Kulihat ada dua ranjang tapi bertingkat rupanya Ayya lebih senang tidur di atas jadi dia menyisakan untukku yang bagian bawah.

Inilah hidupku inilah kisahku dimulai dari asrama perempuan ini aku belajar tentang mandiri dan hidup tanpa bergantung dengan orang tua.

Vous aimerez aussi