[TOLONG TINGGALKAN JEJAK - UPDATE SETIAP HARI] Rexan Alexander Danadyaksa. Tampan, pintar dan tajir. Dia adalah CEO dari Danadyaksa Group. Tak hanya itu, ia juga dikabarkan akan segera menikah dengan seorang supermodel internasional. Sempurna? Tunggu dulu. Semua itu sirna ketika Rexan tidak sengaja memergoki calon tunangannya itu berselingkuh dengan pria lain. Dan lagi muncul masalah baru ketika Rexan dengan sengaja melakukan one night stand bersama wanita lain dan membuat wanita itu hamil, sehingga berujung ke pelaminan dengan terpaksa. Tapi apa jadinya jika wanita ini berhasil membuat seorang Rexan Danadyaksa jatuh cinta terhadapnya? Apakah mereka akan hidup bahagia bersama selamanya? "Aku mencintaimu bukan hanya karena bayi ini, tetapi aku tulus mencintai dirimu. Terima kasih karena kamu telah hadir dalam hidupku dan terima kasih karena kamu telah membuatku jatuh cinta kepadamu." - Rexan Alexander Danadyaksa. copyright by Hanny Susanto [22 September 2020] -- Jangan lupa untuk selalu dukung cerita ini ya, terima kasih!^^
Chelsea Keana Rhea. Seorang gadis berwajah cantik khas asia. Meskipun ia hidup dengan kehidupannya yang sangat biasa, tapi gadis ini bukan sembarang gadis dari keluarga biasa. Gadis ini adalah anak dari keluarga Nurtanio Group.
Hidupnya tidak seindah apa yang orang lain pikirkan. Hidupnya sangat complicated, bahkan Ayahnya sendiri pun rasanya sangat tidak menginginkan dirinya.
Gadis itu melangkahkan kakinya keluar dari dalam Bandara Soekarno-Hatta. Setelah bertahun-tahun, akhirnya ia kembali ke tanah kelahirannya.
Angin kencang menerpa wajah Chelsea kala itu. Refleks ia memejamkan matanya, menikmati hembusan angin malam pada malam itu. Tiba-tiba saja kakinya terhenti, matanya melihat ke langit yang dipenuhi bintang malam itu, "Ma, Chelsea pulang. Chelsea kangen mama," bisiknya pada dirinya sendiri.
Tak lama setelah itu, Chelsea pun kembali berjalan lagi untuk mencari kendaraan agar ia bisa pulang ke rumah yang sudah bertahun-tahun ini ia tinggalkan.
Tetapi tiba-tiba saja—
Bruk!
"Aduh!" Refleks Chelsea bersuara setelah tak sengaja seseorang menabrak dirinya. Beruntung saja mereka berdua tidak jatuh dan menjadi pusat tontonan di sana. Tapi yang jelas, Chelsea mendengar kalau ada barang yang terjatuh pada saat mereka berdua bertabrakan, tapi entah apa itu.
"Maaf, aku ga sengaja. Kamu ga apa-apa?" tanya seorang laki-laki bersuara berat itu. "Ada yang luka?" Dia kembali bertanya lagi.
Chelsea mengangguk pelan, "Iya, ga apa-apa. Ga ada kok, santai aja," balasnya. "Kamu sendiri ga apa-apa?"
"I'm okay, thank you. Kalau begitu, aku permisi dulu," kata laki-laki itu. Dia pun bergegas pergi dengan buru-buru dari hadapan Chelsea sesaat setelah itu.
Namun tiba-tiba Chelsea melihat ada sebuah cincin yang tergeletak manis persis di samping kopernya. Dahinya menyerngit bingung, "Ini cincin siapa?" tanyanya pada dirinya sendiri. "Atau jangan-jangan ini adalah—Hey! Tunggu!" Pekik Chelsea. Tapi hasilnya nihil, orang tersebut sudah begitu jauh darinya dan tak mungkin juga untuknya mengejar laki-laki itu saat ini.
Baiklah kalau begitu, cincin ini akan aku simpan. Lain waktu kita bertemu lagi, aku pasti akan mengembalikannya kepada dia Batin Chelsea.
===
Suara dentuman musik yang cukup keras menggema di sebuah klub malam di kawasan Jakarta Selatan.
"Weh weh weh, udah bro. Mau seberapa banyak lagi yang lo mau minum?" tanya Gerald, yang langsung mengambil gelas yang berisi minuman keras dari tangan sahabatnya itu. "Lo kenapa sih, Rex? Kalo ada masalah tuh ya cerita. Jangan kayak gini," katanya lagi.
Orang yang bernama Rexan itu tersenyum sinis, "Berantakan. Semuanya berantakan," jawabnya.
"Apanya yang berantakan?" Tanya Marcell.
"Tau apa sih yang berantakan? Ganteng udah, tajir juga udah, terkenal, punya calon istri supermodel. Apalagi yang kurang coba?" Timpal Jodie.
Rexan mendengus kecil, "Semuanya berantakan. Semuanya!" tanyanya.
"Atau ini karena— gimana lamaran lo di Hongkong kemaren? Lo belom ada cerita apa-apa tuh," kata Calvin.
"Gak ada lamar-lamaran. Bukan gue yang kasih surprise ke Karin, malahan gue yang dapet surprise." Rexan mengusap wajahnya kasar dengan kedua tangannya.
Jodie menyerngit bingung, "Hah gimana-gimana maksudnya? Gue ga ngerti," katanya.
"Karin... selingkuh." Akhirnya Rexan bilang pada teman-temannya itu.
"HAH?!" Kata Marcell.
"Ah lo becanda kali."
"Lo udah pasti salah liat itu."
Rexan berdecih, "Apanya yang salah liat? Orang jelas-jelas gue liat pake mata kepala gue sendiri," katanya.
Gerald menghela nafasnya panjang, "Tuhkan Rex, udah gue bilang apa. Dari awal kan gue udah bilang kalo Karin itu bukan perempuan yang pas buat lo. Dia itu ga bener. Keliatan kok," katanya.
"Terus gue harus gimana? Gue pikir she's the one. Ternyata apa? Ini yang gue dapet," kata Rexan.
"Udah lah Rex. Lupain dia. Banyak kok cewek yang mau sama lo, yang jauh lebih baik dari pada Karin dan lo bisa dapetin itu. Jangan cuma karena cewek itu, hidup lo jadi stuck. Life must go on, bro," kata Calvin. "Dan satu lagi, Tuhan mematahkan hati seseorang supaya orang itu gak jauh lebih sakit dari pada ini, Rex.
Marcell berdecih, "Hilih. Sok bijak banget lo. Cewe aja belom punya," katanya.
"Yeh, jangan sembarangan. Gini gini juga gue mah ahli dalam hal percintaan," kata Calvin tak mau kalah.
Tiba-tiba suara ponsel milik Gerald berbunyi. "Bentar ya guys, ibu negara telepon nih," kata Gerald. Ia pun segera mengangkat telepon tersebut di luar klub. Tak lama setelah itu, Gerald pun kembali ke dalam klub.
"Aleena, bro?" tanya Jodie.
"Iya lah. Siapa lagi?" balas Gerald. "Udah ah gue mau balik. Udah di suruh balik," katanya.
"Yaelah buru-buru amat sih," kata Calvin.
Gerald berdecih, "Lo mau gue pulang-pulang dipenggal sama doi? Gue masih mau hidup weh," katanya. "Lagian juga gue sebenernya udah janji gamau ke klub setelah nikah. Tapi gara-gara gue kasian aja nih sama si bajingan ini, makanya gue ke sini."
"Kurang ajar," kata Rexan.
Marcell terkekeh pelan, "Yaudah ah bentar lagi juga gue mau balik."
"Eh iya, minggu depan istri gue ulang tahun. Gue rencananya mau bikin party kecil-kecilan gitu. Kalian dateng ya?" kata Gerald. "Terutama lo, Rex."
"Dih apaan kok gue?" kata Rexan.
"Oke kalo gini gue pasti dateng."
"Sama gue juga dateng ah."
Gerald menoyor kepala Rexan, "Iye lo harus dateng. Ada seseorang yang mau gue kenalin ke lo. Sahabatnya Aleena. Cantik loh, lo pasti demen dah. Baru balik dari Paris."
"Waaaah! Setuju nih gue yang begini-begini. Pokoknya Rex, lo harus dateng. Kalo perlu gue jemput dah," kata Jodie.
"Yaudah yaudah iya. Gue dateng." Rexan mengiyakan tawaran Gerald.
"Mantap. Yaudah kalo gitu. Gue balik duluan ya. Udah ditunggu bumil dirumah," kata Gerald.
Marcell mengangguk, "Oke bro, salam untuk bumil ya."
"Oke. Anterin Rexan tuh. Gue takut dia mati di jalan," kata Gerald.
Rexan berdecih, "Sialan."
===
Chelsea memandangi batu nisan yang bertuliskan nama ibunya dengan sendu. "Hai ma, Chelsea datang." Ia menarik nafas dalam-dalam. "Mama apa kabar?" tanyanya lagi.
"Chelsea kangen banget sama mama. Aneh ya rasanya bisa serindu ini, bahkan Chelsea belum pernah bertemu mama sedikit pun sejak Chelsea lahir." Sebuah senyum mengembang di bibir gadis itu. "Chelsea baik-baik aja ma disini. Mama ga usah khawatir ya. Chelsea tau, kemana pun Chelsea pergi, pasti mama selalu ada disamping Chelsea untuk mendampingi. Mama tau ketakutan terbesar Chelsea kembali pulang apa?" Gadis itu menganggukan kepalanya sambil tersenyum nanar, "betul ma, Chelsea takut untuk bertemu kembali dengan papa." Ia menghela nafas panjang, mencoba menahan air mata yang sudah hampir keluar dari pelupuk matanya.
"Apalagi sejak pernikahan tante Maura sama papa. Seakan-akan, Chelsea bukan bagian dari keluarga ini lagi," katanya dengan suara bergetar. mata yang sedari tadi ia tahan, kini akhirnya keluar membasahi kedua pipinya.
"Chelsea sayang papa, tapi kenapa papa bersikap kayak begini ke Chelsea? Padahal Chelsea sendiri gak tau, dimana letak salah Chelsea, ma," tanya Chelsea sambil tersedu-sedu.
Langit sore itu mendadak berubah menjadi gelap, suara guntur mulai berbunyi, seakan-akan juga ikut merasakan kesedihan yang gadis itu alami.
"Yaudah ma, kalo gitu. Chelsea pamit dulu. Udah sore, lain waktu Chelsea akan ke sini lagi buat nengokin mama. Bye ma, Chelsea sayang banget sama mama," kata Chelsea terakhir sebelum ia pergi dari pemakaman ibunya.
Saat Chelsea hendak membalikkan badannya untuk pulang, tiba-tiba saja—
"Astaga!" kata Chelsea sambil mengelus-elus dadanya.
"Ma—maaf kalo aku bikin kamu kaget. Aku cuma mau kasih ini." Laki-laki itu menyodorkan sebuah sapu tangan kehadapan Chelsea.
Chelsea kebingungan, "Ini... untuk apa?" tanyanya.
"Untuk mengelap air matamu."
"Oh, makasih," kata Chelsea kemudian ia menerima sapu tangan dari laki-laki tersebut.
Laki-laki itu mengangguk pelan, "Sama-sama. Kalo gitu, aku permisi dulu. Oh iya, aku cuma mau bilang satu hal sama kamu. Seberat apapun masalahmu, kamu pasti bisa melewatinya. Jangan sedih-sedih lagi, nanti cantiknya hilang," katanya. "Kalo gitu, aku permisi dulu."
Mendengar ucapan laki-laki itu senyum di bibir Chelsea pun mengembang. "Ada-ada aja," katanya. "Eh tunggu! Sapu tangannya gimana?"
"Pegang dulu aja. Siapa tau, kita akan ketemu lagi," pekik laki-laki itu.
Bersambung...