R&R Mall - Bali, Indonesia | 11.00 WIB
Setelah insiden tadi malam, dimana Tuan Alexander beserta keluarga barunya berhadapan dengan para penagih hutang sembari disaksikan kurang lebih seribu tamu undangan, kini Farel dan Alea berada di sebuah Mall besar yang ada di Bali. Sebenarnya Farel sempat menolak, namun Alea selalu mahir mendesak, lantas apa Farel dapat menolak? Jawabannya, tentu saja tidak.
Alea dan Farel yang tengah berjalan beriringan terpaksa mengehentikan langkahnya kala mereka tak sengaja melihat kehadiran Fricila, wanita yang semalam menjadi salah satu penyebab adanya hutang itu, entah Alea yang memang penasaran karena Farel tak berniat mencampuri urusan mereka. Waktunya terlalu berharga hanya untuk sekedar menyaksikan drama yang Fricila ciptakan. Namun pertanyaannya tetap sama, apa Farel dapat menolak Alea? Jawabannya tetap, tidak.
"Jangan permalukan kami Sila!" kata salah seorang wanita yang berada di samping Fricila, Alea tebak jika wanita itu merupakan teman Fricila.
Alea dapat melihat wajah Fricila begitu pucat, bahkan kini Fricila yang mulai mengeluarkan seluruh kartu kreditnya.
"Ayolah, sayang..." Ajak farel mulai jengah.
Namun bukannya mengikuti apa yang Farel katakan, Alea justru melangkah sembari menarik tangan kekar Farel ke arah dimana Fricila berada.
"Maafkan saya, Nona. Tapi memang seluruh kartu ini sudah tak dapat digunakan."
Mendengar itu, ketiga teman Fricila saling melempar pandang, lantas pergi meninggalkan Fricila sendiri— mungkin mereka terlalu malu akan hal itu.
"Tunggu—
Ujaran Fricila menggantung di udara kala pandangannya terpaku pada Alea dan Farel yang ada dihadapannya. Keduanya begitu romantis dengan lengan kekar Farel yang melingkar di pinggang ramping Alea.
"A-- Alea." Fricila merasa tenggorokannya mendadak sakit, memalukan sekali bukan?
Alea menaikan sebelah alisnya, menatap Fricila dengan tatapan yang begitu sulit diartikan namun tak dapat dipungkiri jika raut wajah Alea begitu sumringah.
"Ap-- apa kau mau membantuku?" tanya Fricila sudah sangat merasa malu.
Alea melirik Farel yang hanya diam dengan wajah datarnya, seperdetik kemudian kembali memfokuskan diri pada Fricila, "Tidak! Aku hanya ingin melihat penderitaanmu, aku tak tau bagaimana berteman lewat materi, tapi melihat teman-temanmu yang meninggalkan mu karena penderitaan mu, aku cukup merasakan itu."
Deg!
Sudah memalukan dirinya sendiri, kini tertampar oleh kenyataan pahit, mengapa hidup Fricila mendadak rumit? Fricila pikir setelah Elisa menikah dengan David Alexander, semuanya akan berubah. Dirinya akan hidup bahagia dan bergelimang harta.
"Ah, satu hal lagi. Apa kau benar-benar memiliki hutang sebanyak itu?" kekeh Alea merasa miris dengan segala hal yang mantan ayahnya dan keluarga baru ayahnya itu hadapi.
Sebelum Fricila menjawab, Alea sudah lebih dulu buka suara, "Ayo kita pergi, sayang." ucapnya lembut pada Farel.
Mendengar panggilan sayang dari sang pujaan hati membuat Farel ingin segera membawa Alea ke altar, ah— sungguh tak sabar akan hal itu.
"Tetap panggil aku dengan panggilan itu, sweetheart." balas Farel setengah berbisik. Jangan tanya bagaimana Alea kali ini, Alea benar-benar merasa malu, jika bukan karena ia kelas pada Fricila, dirinya tak akan memanggil Farel dengan embel-embel sayang, diamana harga diri Alea?
Farel membungkukan tubuhnya, kemudian mencuri satu kecupat di bibir Alea, "Tak perlu malu, beberapa hari lagi kita akan menikah."
Shit! Alea semakin tersipu dibuatnya, tak bisakah Farel berhenti menggoda Alea di tempat umum?
***
BRAK!!
"Sila! Apa yang kamu lakukan, sayang? Ada apa?" Dengan tergesa Elisa menghampiri Fricila. Melihat raut wajah tak bersahabat yang Fricila pancarkan membuat Elisa merasa khawatir, bagaimana tidak? Pasalnya Elisa tak pernah ingin melihat anaknya kesulitan.
Fricila menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur milik Elisa setelah melempar tas kesembarang arah, "Seluruh kartu kredit ku di blokir, teman-teman ku meninggalkan ku dan Alea semakin mempermalukan ku!" kesal Fricila.
Elisa mengernyitkan dahinya bingung, "Alea?"
Tak ada jawaban yang Fricila berikan, Fricila pikir semuanya sudah dirinya katakan, lantas apa lagi? Dirinya terlalu muak dengan hari ini dan tadi malam, dimana dirinya berhasil dipermalukan dihadapan semua orang. Bahkan, tamparan yang David layangkan padanya pun masih begitu ia ingat dengan jelas.
"Oh ya, apa kau tau? Kita mendapat undangan dari pria yang membeli Alea." Elisa bangkit, ia berniat mencari sebuah undangan mewah yang di kirim ke hotel ini, khusus untuk keluarga Alexander. Mungkin orang-orang yang bertugas menyebar undangan tau jika keluarga Alexander ada di hotel ini.
Fricila ikut bangkit, "Undangan?" tanyanya dan meraih undangan dengan tebal sekitar tiga puluh halaman. Fricila lagi-lagi menganga melihat sebuah undangan yang memang memiliki design khusus nan anti mainstream.
"Acaranya diselenggarakan lima hari lima malam," tuturnya. Sungguh, Fricila tak dapat berkata-kata.
Alea Anastasia & Farel Arga Alres
"Dia benar-benar menghilangkan marga Alexander," gumam Fricila, jelas saja jika Elisa mendengar itu semua, namun wanita itu lebih memilih untuk tidak memperdulikannnya.
"Apa dia meminta restu pada Papah?" Kali ini Fricila bertanya pada Elisa, namun Elisa menggeleng sebagai jawaban.
Itu berarti, Alea benar-benar mengasingkan David, ah tidak— lebih tepatnya David yang mengasikan Alea.
Cukup lama keduanya terdiam dengan pikiran mereka masing-masing, memikirkan apa Farel membeli Alea dari David untuk dinikahi dan dicintai? Mengingat saat Elisa bertemu di acara peresmian perusahaan cabang Arles, Mereka begitu romantis dan terlihat saling mencintai. Begitupun dengan Fricila, saat melihat Alea untuk yang kedua kalinya bersama Farel, mereka begitu terlihat menikmati waktu mereka.
"Mengapa tak aku saja yang Papah jual," gumam Fricila merasa menyesal, mungkin jika dirinya yang dijual, dirinya akan hidup bahagia dengan bergelimang harta.
Namun pada dasarnya, konsepnya tak seperti itu.