webnovel

Awkward

Di sebuah hotel di Jakarta, 17 September 2016.

Riku dan Tori sama-sama duduk di pinggir kasur, hanya memakai pakaian dalam dan saling membelakangi.

Mereka baru menyerahkan keperawanan dan keperjakaan masing² pada satu sama lain. Tapi mereka gak merasa puas, bahkan merasa bingung dan gak bisa berkata apa-apa.

"Tadi gak sakit, kan Tori?"

"Sakit... Tapi yaudahlah."

"Sori, ya. Gue gak maksud buat nyakitin Lo."

"It's okay, Rik. Gue tau. Ini cuma ngebuktiin sih apa kita bener 'belok' atau ngga. Secara kita udah 21 taun, wajar lah ya kita hook up,"

"Dan apa yang lo rasain sekarang? Apakah Lo merasa udah lurus?" Tanya Riku.

"Ngga. Gue tetep merasa gak nyaman pas dipenetrasi. Rasanya kayak diperkosa."

"Begitupun gue, Tor. Walaupun gue belum pernah ML sama cowok, tapi entah kenapa gue tetap gak nafsu sama Lo. Makanya gue butuh waktu lama buat ereksi tadi."

"Iya. Gue rasa kita emang gak bisa berubah balik ke jalan yang benar atau apa pun itu. Percuma dipaksa juga kalo gak suka."

"Bener, Tori. Dan hubungan Lo sama gue gak bakal berubah. Kita tetap sahabatan."

"Iya, Riku."

Riku dan Tori akhirnya meninggalkan kamar hotel itu keesokan paginya. Sebelumnya, mereka tidur satu kasur namun berpakaian dan tetap saling membelakangi.

Tak akan ada yang curiga tentang yang sebenarnya, pikir mereka.

Riku sampai di rumahnya, dan melihat Tenn sedang membetulkan mobil mereka. Tenn memang cowok banget, beda sama Riku yang agak letoy dan "nyeni". Riku berpikir, kalo seandainya Tenn bukan kakak kembarnya, pasti dia bakal naksir sama Tenn.

Riku akhirnya lanjut ngerjain tiga tugas: psikologi klinis, desain karakter, sama PR structure and grammar dari jurusan Psikologi + DKV di Binus dan les bahasa Inggris di LIA yang diambilnya.

Emang berat jalanin dua jurusan sambil les bahasa Inggris segala, tapi Riku cenderung ngelakuin segala sesuatu dengan sekaligus kalo gak sakit dan kebetulan asma dan depresinya gak pernah kambuh lagi.

Sedangkan di saat yang sama, Tori nginep di kosnya di Salemba karena lebih deket sama RSCM-FKUI tempat dia kuliah dan belajar praktek. Dia juga ngerjain referat patologi dan keperawatan anak yang jumlahnya sama² mencapai 50 lembar. Besok pagi harus presentasi pula. Udah kayak skripsi aja emang, dan sering dianggap sebelah mata padahal sama beratnya kayak kedokteran. Tapi mau gak mau harus dijalanin, pikir Tori.

Kemudian Riku dan Tori sama² buka gorden jendela kamar mereka.

Mereka melihat ke arah langit.

Banyak bintang yang bertebaran dan bersinar malam itu, namun tak lebih terang dari sang bulan.

Tiba-tiba ada bintang jatuh yang turun seperti komet Halley.

Mereka sama² menutup mata, dan berdoa dalam hati.

Kemudian mereka saling chat di WhatsApp.

"Eh Lo tau ga Rik? Temen SMA kita mau ngadain acara reuni,"

"Serius? Males banget ah."

"Tapi Vony sama Rizqi udah ngundang kita berdua loh."

"Hmm, nanti gue pikirin lagi deh." Kata Riku.

Tanpa pikir panjang, Mereka akhirnya memutuskan untuk ikut acara reuni tersebut pekan depannya.

Dan benar saja, banyak orang yang menganggap bahwa mereka berdua berpacaran, bahkan akan menikah setelah lulus kuliah tahun depan.

"Bro, kapan halalnya nih? Mudah²an taun depan lancar yak." Kata Bram, teman mereka.

"Gue doakan berjodoh." kata Vony.

Riku dan Tori hanya bisa tersenyum sumir mendengarnya, kadang mengiyakan.

Tibalah saat foto bersama. Bram memaksa Riku dan Tori untuk berfoto berdua sambil berpegangan tangan.

Mereka pun terpaksa menurutinya.

Namun, tangan mereka tidak terkunci satu sama lain layaknya menggenggam tangan-bahkan terlihat canggung seperti adik kakak. Tapi ironisnya mereka hanya bisa menyembunyikan yang sebenarnya dari semua orang. Mereka tersenyum tapi berteriak dalam hati.

Tori berhenti mengingat saat itu karena Tenn menyebut namanya sampai dua kali.

"Tori? Lo capek ya? Pulang aja gih, tidur. Yang nemenin Riku gue aja," kata Tenn.

"Gak apa-apa, Tenn. Gue masih mau liat Riku sampe dia sadar."

"Tapi bakal ganggu pekerjaan Lo ngga?"

"Ngga sama sekali, hehe."

Akhirnya mereka kembali ke kamar Riku dan tidur di sofa yang berseberangan.

Keesokan harinya, Riku sadar dan akhirnya bisa lepas oksigen untuk sementara, dan diganti jadi nasal cannula.

"Mama sama papa masih di London, belum bisa kesini. Tapi mereka bakal dateng besok," kata Tenn ke Riku.

Riku hanya mengiyakan.

Sedangkan Tori membantu Riku makan dan minum obat.

"Eh sori ya, gue pergi dulu ke kantor. Udah jam kerja nih, maklum lah eksekutif muda."

"Sombong lu, Tenn!" Kata Riku.

Tenn cuma cekikikan. Dia memang lebih sukses dan lebih maskulin daripada Riku, sehingga Riku sangat mengidolakannya dan menganggapnya sebagai kakak ideal.

Pintu ditutup.

Riku dan Tori merasa lega karena kini hanya ada mereka berdua, tapi tentu saja tidak ada niat mesum.

"Inget ga Rik? Waktu kita berduaan di hotel pas taun 2016? Sekarang hotel juga, bedanya Lo diinfus."

"Hahaha. Iya, tor. Canggung banget ya waktu itu kita ML. Itu terakhir kali gue ada interaksi romantis sama Lo."

"Haha. Emang."

"Jangan sampe orang tau kalau kita sebenarnya sama² belok."

Tiba² ada seorang perawat masuk ke kamar Riku, membawa sebuah nampan Snack.

Riku dan Tori sedikit kaget, dan menebak² apakah perawat itu mendengar apa yang mereka bilang.

Bersambung