Setelah insiden teriakan heboh Navy. Kini anak itu tengah rebahan di atas kasurnya dengan di temani lagu 'Lotto' yang di populerkan oleh EXO. Volumenya begitu keras bahkan terdengar sampai luar kamar.
"Nav." Seruan dari Vano tak di indahkan oleh Navy. Anak itu malah semakin menyamankan posisi rebahannya sembari memeluk 'Si Cinta' begitu erat.
"Navy." Teriak Vano sekali lagi di ambang pintu. Namun, karena suara dari Speaker yang tersambung dengan ponsel Navy, sangat kencang. Mengakibatkan Suara Tinggi Vano kalah dengan nyanyian yang kini sudah berubah menjadi lagu 'Fire' BTS.
"Aishh.." Vano mengacak-ngacak rambutnya Frustasi. Dalam hati laki-laki tujuh belas tahun itu menggeram kesal. Menarik nafas panjang kemudian membuangnya kasar, Vano pun berjalan menghampiri Navy.
"Navy bangun bego, gue mau ke warung mang Jajang lo mau ikut kagak?." Teriak Vano tepat di telinga Navy. Vano itu sebenarnya tipe-tipe manusia kutub, Jutek dan bermulut Cabe. Tapi kalo sudah berhadapan dengan Navy, Vano akan berubah menjadi rempong dan banyak Omong.
"Nav."
"Apaan sih?." Ketus Navy menjauhkan wajah Vano dari hadapannya kemudian mengubah posisi berbaringnya menjadi setengah duduk. Tak lupa mematikan musik yang masih memutar lagu 'Fire'. Membuat senyum kemenangan tercetak di bibir Vano.
"Ape?." Tanya Navy sebal.
"Gue mau ke warung mang Jajang lo ma--."
"Terus?."
"Gue belum selesai, Anjing."
Mendengar umpatan Vano. Navy hanya berdecak seraya Memutar bola matanya malas.
"Lo mau ikut ga?." Usai menekan emosi yang berdesakan ingin di keluarkan, Vano pun melanjutkan ucapannya yang sempat terpenggal oleh Navy.
Navy berdecak seraya melipat tangannya di depan dada. "Jadi, lo ganggu acara rebahan gue sama 'si cinta' cuma gara-gara mau ngajak gue ke warung Mang Jajang. Bedebah lo dasar laknat." Umpat Navy.
Vano mendengkus keras. Kemudian tangannya terangkat menggeplak kepala Navy.
"Heh.. Bambang. Kalo gue ga ngajak lo. Entar lo ngamuk bege. Gue ga bakal lupa waktu minggu yang lalu lo matahin gitar kesayangan gue gara-gara gue ga ngajak lo nongki di warung Mang Jajang. So, disini yang bedebah siapa? Lo atau gue? Punya kaca kan? Mirror mangkanya!" Cerocos Vano kesal, tak lupa mulutnya mengeluarkan hujan lokal.
Navy tersenyum kecut. Ia mengusap wajah tampan tiada taranya yang terkena cipratan air liur Vano.
"Dasar setan. Muka setampan Kim Seokjin gue kena najisnya si Vano." batin Navy menggerutu sebal.
"Gimana lo mau ikut?." Navy mengerjapkan matanya saat pertanyaan dari Vano tertangkap Rungu. Pandangan yang semula menatap Balkon kamar. Navy alihkan pada Vano lalu mengerjap polos. Setelah otak brilliannya memproses ajakan Vano. Navy pun langsung menggeleng keras.
"Ngga. Gue lebih milih rebahan terus mimpiin jalan-jalan bareng hyungdeul BTS sama EXO. Ketimbang jalan bareng lo yang mukanya ga ada glowingnya sama sekali."
Terdengar suara retakan Hati Vano yang mendadak emosi dan sakit hati mendengar perkataan kelewat jujur Navy. Lalu, tanpa pikir panjang lagi. Vano langsung menarik Rambut Navy yang akan kembali merebahkan dirinya di atas kasur.
"Dasar adek laknat lo. Muka gue ga ada glowingnya sama sekali? Terus apa kabar elo yang buluk hah?." Oke, Vano memang sensitif kalo bawa-bawa urusan ketampanan.
"Abang Lepas Anjirr.. rambut sehalus rambut Baekhyun gue rontok." Ronta Navy berusaha melepaskan Tangan Vano yang menjabak rambutnya.
"Bilang dulu kalo seorang Zevano Arian Kim Rayannaka itu ganteng plus cakep. Nanti gue lepasin."
Dalam kungkungan Vano, Navy mendelik tajam. What? Apa kata Abangnya? muka dia ganteng? Rasanya Navy ingin sekali tertawa ngakak mendengar ucapan penuh percaya diri itu.
"GA BAKAL. SAMPE GUE MATI PUN MUKA LO TETEP BURIK BANG. UDAHLAH TERIMA NASIB. APA SUSAHNYA SIH." Ucap Navy ngegas tak lupa dengan volume suaranya yang naik delapan Oktaf.
Dengan bahu naik turun, Vano pun melepas Tangannya dari rambut Navy. Kemudian berlalu dari kamar sang adik. Meninggalkan Navy dengan rambutnya yang tidak beraturan tak lupa wajah cengo yang ia tampilkan.
"Dih ngambeukan." Gumam Navy pelan. Ia tau, kakak beda satu tahunnya itu sangat menjunjung tinggi ketampanan. Jadi wajar saja sih kalo Vano ngambek. Tak ingin terlalu lama memikirkan Vano, Navy pun kembali membaringkan tubuhnya dengan memeluk 'Si Cinta'. Tujuannya sekarang adalah tentu saja melanjutkan acara rebahan nya yang sempat tertunda.
****
Darah tua..
Darahnya para Lansia...
Ya--
"Demi."
Demi menghentikan nyanyian yang baru saja ia mulai dengan lirik yang ia ubah. Ketika suara dingin seseorang memanggil namanya.
Dengan wajah yang penuh busa, Demi pun menoleh ke belakang. Baru saja mulutnya terbuka hendak berbicara. Namun orang yang memanggilnya tadi, lebih dulu melempar pakaian kotor tepat pada wajah Demi. Membuat Demi langsung membungkam mulutnya seketika.
"Cuciin baju gue." Pintanya dengan raut datar yang langsung menghadirkan delikan tak suka dari Demi.
"Dam, lo apa-apaan sih. Ini 'kan baju lo. Cuci sendiri lah." Protes Demi. Menyingkirkan baju-baju kembarannya itu.
"Sekalian. Lo 'kan lagi nyuci." Masih dengan raut datar dan nada dingin. Dami membalas protesan Demi.
"Ogah." Tolak Demi mentah-mentah. "Mesin cucinya kata Bunda lagi rusak, Dam. Ini aja gue nyuci baju punya gue, manual. Lo jug--."
"Terus?." Potong Dami seraya bersandar di ambang pintu. Tak lupa memberikan Deathglare nya pada Demi. Membuat Demi menelan ludahnya kasar.
"Emang gue peduli?." Lanjut Dami. "Beresin cucian lo terus cuci baju gue." Ucapnya lagi. Kemudian pergi dari hadapan Demi. Meninggalkan Demi dengan gerutuan dan sumpah serapah dari anak itu.
"Kalo gue ga inget lo itu kembaran gue, Dam. Udah dari dulu gue gadein lo ke tempat loak."
"Lo bilang apa?."
Demi gelagapan saat tiba-tiba Dami muncul lagi dengan tatapan sedingin es kutub. "L--lo sa-lah Denger Dam. I-iya l-lo salah denger. Gu-gue cuma bi-bilang ka-kalo gue ber-bersyukur bababa-banget pu-punya kembaran se-sega-seganteng lo. I-i-iya itu."
"Sial kenapa pake gugup segala." Umpat Demi dalam hati sembari memukul bibirnya pelan.
Dami menaikkan sebelah alisnya. "Telinga gue ga budeg. Sebelum lo gadein gue ke tempat loak. Lo duluan yang bakal gue jual ke tukang sampah."
Demi meneguk salivanya kasar. Ia mengangguk kaku. Lalu membiarkan Dami berlalu dari hadapannya.
"Anjir.. si Dami kayak setan aja. Tiba-tiba muncul." Ucap Demi pelan. Kemudian laki-laki itu mendesah kasar sembari menatap pakaian dia dan Dami yang menggunung.
"Astaga weekend gue di habisin buat nyuci baju doang?. Huhuhu.. malangnya jadi gue. Udah mah jomblo sekarang malah jadi babu dadakan si Damian" Ratap Demi sambil kembali menyikat bajunya dengan di selingi tangisan buaya yang jatuhnya malah menggelikan.
****