webnovel

ZEN: Didunia Fiksi

Seorang remaja pria yang meninggal karena menyelamatkan teman masa kecilnya. Remaja itu lalu ditemukan oleh sebuah cahaya dan diberikan kehidupan kedua, untuk menjelajahi dunia anime dengan system yang diberikan kepadanya. . . Perhatian: - Saya tidak memiliki karakter apapun yang ada didalam cerita ini. - Saya juga tidak memiliki gambar yang digunakan pada sampul. - Cerita ini akan beralur lambat namun kadang kadang cepat. - Saya adalah penulis baru, saya membuat novel ini hanya karena kesenangan semata dan untuk belajar. Jadi jika ada masukan, saya akan sangat amat terbuka untuk menerimanya.

AciaRhel · Cómic
Sin suficientes valoraciones
275 Chs

Dipanggil

Hajime merasakan sebuah getaran, saat dia sedang berada didalam toilet dari sekolah ini. Hajime dengan cepat membereskan urusannya disana, dan merapikan diri dan berlari keluar sekolah ini. Banyak murid dari sekolah ini sudah berbondong – bondong keluar dari kelas mereka masing – masing.

Namun saat Hajime menatap sekeliling mencari orang yang dikenalnya, namun tidak menemukan satupun. Hajime lalu melihat kelasnya tiba – tiba menerang dan hancur seketika saat itu juga. Keadaan ditempat itu akhirnya mulai ricuh akan kejadian tersebut.

Selang beberapa lama, beberapa guru mencoba mengevakuasi tempat itu dan menghubungi pihak berwajib. Hajime sendiri, berinisiataif untuk menuju kekelasnya. Namun naasnya, yang dia lihat sekarang tidak ada satu orangpun tersisa dari dalam kelas tersebut.

"Untung saja aku pergi ketoilet tadi" kata Hajime.

.

.

Zen membuka matanya perlahan setelah menurutnya dirinya sudah berpindah saat ini. Zen lalu melihat sekeliling, dimana saat ini dia berada ditengah kerumunan dari beberapa siswa sekelasnya yang ikut terbawa kedunia ini.

Zen lalu memperhatikan bahwa disebelahnya ada Shizuku, yang berusaha membantu sahabatnya Kaori untuk bangkit berdiri, karena saat itu dia sedang terjatuh. Zen lalu memperhatikan sekitarnya lagi.

Mereka saat ini berada diruangan yang sangat besar, dimana beberapa orang berpakaian jubah bewarna putih sedang mengelilingi mereka dan berpose seperti sedang berdoa. Mereka semua berpenampilan seperti uskup yang berada digereja – gereja.

Namun dari segerombolan orang itu, munculah seorang pria yang berpakaian berbeda dari yang lainnya dan maju kedepan dan memperkanalkan dirinya.

"Selamat datang di Tortus, para pahlawan pemberani" kata pria yang sudah berumur itu.

Pria itu terus mengoceh, sedangkan Zen tidak menghiraukan sambutan dari kakek tersebut, dan mencoba melihat sekeliling.

"Bagaimana Irene?" tanya Zen.

[Tenang Kak, dipastikan Kakak akan dianggap terlemah dari yang dipanggil disini] jawab Irene.

Tindakan Zen ini bukan tanpa alasan. Zen berniat membuatnya menjadi orang yang dibenci, agar dirinya dapat berpetualang dengan bebas nantinya. Zen saat ini memang berniat untuk menguatkan dirinya secara mandiri.

Selang beberapa lama pria itu mengoceh, akhirnya mereka dibawa kesebuah ruangan seperti aula perjamuan makan, dimana terdapat sebuah meja panjang dan kursi yang berada disetiap jengkal dari meja tersebut.

Walaupun beberapa siswa sempat bingung, mereka akhirnya mulai duduk dengan tenang saat ini ditempat itu. Semua siswa masih sunyi karena mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka saat ini.

Sedangkan guru yang bersama mereka, saat ini sangat khawatir dengan keadaan dari murid – muridnya tersebut. Bisa dilihat dirinya sangat cemas saat ini, sambil terus menatap muridnya satu persatu dan memastikan mereka baik - baik saja.

"Guru yang sangat berbakti" gumam Zen didalam benaknya setelah melihat tindakan gurunya tersebut.

Zen saat ini duduk disebelah Shizuku, karena hanya Shizuku yang akrab dengannya. Lalu disebelahnya, Shizuku masih menenangkan sahabatnya yang saat ini memikirkan seseorang yang menurutnya, orang tersebut tidak selamat saat ini.

"Tenanglah, jika dilihat dari orang yang berada disini, menurutku orang yang berada diruang kelas kita saja yang berada disini. Sedangkan tadi Hajime pergi kearah toilet, dan mungkin dia selamat dan tetap berada disana" kata Zen yang mencoba menenangkan Kaori.

Mendengar perkataan Zen, Kaori mulai menatapnya dengan mata yang berbinar, seakan mencari harapan dari apa yang dikatakan Zen tadi.

"Benarkah begitu Zen-kun?" tanya Kaori.

"Iya, jadi tidak usah khawatir untuk saat ini" kata Zen.

"Baiklah, terima kasih Zen-kun" jawab Kaori yang memikirkan perkataan Zen mungkin ada benarnya.

Namun tiba – tiba saja, beberapa pelayan membawakan mereka makanan. Tidak seperti siswa yang lain, yang tidak mempunyai nafsu untuk makan, tetapi mereka mempunyai nafsu yang lain, setelah melihat pelayan yang cantik membawakan mereka makanan.

Zen melahap makanannya itu dengan senang. Pemandangan ini tidak luput dari semua orang yang berada ditempat itu. Bahkan Shizuku menatap Zen dengan tatapan aneh. Karena menurutnya, Zen bersikap sangat santai saat ini.

"Zen-kun, aku tahu kamu lapar, tetapi bisakah kamu membaca situasi saat ini" kata Shizuku, karena saat ini semua orang menatapnya aneh.

"Kenapa? Cepat atau lambat, kita harus menerima kondisi kita. Jadi apa salahnya jika aku menerimanya duluan" kata Zen.

Mendengar itu, beberapa Siswa tertegun. Sedangkan Aiko selaku guru mereka, akhirnya merasa lega, bahwa salah satu siswanya bisa tenang menanggapi situasi ini.

Lalu seorang Kakek yang membawa mereka keruangan ini mulai mejelaskan apa yang sedang terjadi. Zen tidak menghiraukan perkataan pria tersebut dan terus menyantap makanannya, sedangkan siswa yang lain sangat fokus mendengar Kakek tersebut.

Penjelasan Kakek itu intinya, mereka dipanggil sebagai pahlawan dan diberkahi oleh dewa yang bernama Ehit, untuk melawan ras iblis. Sebenarnya Kakek itu bisa mengatakannya seperti itu, namun entah mengapa dia mengoceh sangat panjang membuat Zen sangat bosan mendengarkannya.

Namun seorang mengebrak meja, dan membuat Zen tersendak akan tindakannya itu. Aiko-sensei saat ini sangat marah, karena menurutnya pria yang mengoceh sedari tadi, hanya menggunakan muridnya sebagai alat perang.

Disampingnya, Shizuku dengan cepat memberikan sebuah air kepada Zen. Namun setelah dia meminum air tersebut, Shizuku tidak mengira bahwa Zen akan memakan kembali makanannya, karena dia mengira dia akan melakukan sesuatu.

"Terima kasih Shizuku-san" kata Zen

Namun perdebatan mereka berakhir, setelah Kakek itu mengatakan bahwa mereka tidak bisa kembali kedunia asal mereka. Ruangan itu tiba – tiba saja mulai ricuh karena perkataan Kakek tersebut, terutama Kaori yang kembali depresi.

"Semuanya tenang, tidak ada gunanya mengeluh kepadanya. Dan aku memutuskan untuk bertarung menyelamatkan manusia didunia ini" kata Kouki yang menggebrak meja dengan keras.

"Hah... dasar idiot" gumam Zen kecil, namun bisa didengar oleh Shizuku.

Perdebatan itu berlanjut, karena Aiko-sensei sangat tidak setuju dengan pernyataan dari Kouki tersebut, bahkan beberapa siswa juga mulai terpancing karena perkataannya.

"Bagaimana denganmu Zen?" kata Shizuku yang membisikan sesuatu kepada Zen.

"Apa yang bisa kita lakukan? Jika kepala batu itu sudah berkomentar" balas Zen.

Perkataan ini sebenarnya membuat Shizuku kesal, karena Zen sedang menghina teman masa kecilnya sekaligus orang yang disukainya. Namun menurut Shizuku, perkataan Zen ada benarnya saat ini.

"Lalu, apakah kamu juga akan ikut berperang?" tanya Shizuku.

"Perang? Ini bukan perang, tapi pembantaian" kata Zen didalam hatinya.

Shizuku yang menunggu jawaban Zen, sangat aneh melihat pria tersebut, yang saat ini terseyum menyeramkan.

"Zen!" kata Shizuku yang menyadarkan Zen dari fantasinya itu.

"Ah maafkan aku, apa yang kau tanyakan tadi Shizuku-san?" tanya Zen.

"Aku bertanya, apakah kamu juga akan ikut berperang?" tanya Shizuku.

"Tentu" jawab Zen singkat