webnovel

Permintaan tak terduga

Pagi hari sebelum jam alarm berbunyi, Aku sudah bangun dari tempat tidurku, tepat jam 05:00

Kenapa Aku sudah bangun pagi-pagi begini?

Alasannya sederhana, karena Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak karena mimpiku baru-baru ini.

Aku bermimpi tentang kematian Ibuku. Aku akhir-akhir ini terus bermimpi tentang hal itu, kecelakaan yang melibatkan ibuku dan membunuhnya, bukan karena Aku trauma atas kematian Ibuku, lagi pula kejadian itu sudah 3 tahun yang lalu, jelas Aku tak akan trauma akan hal itu, tapi entah kenapa akhir-akhir ini Aku malah merindukannya, seorang Ibu yang menemaniku dalam suka duka.

Hubunganku dengan Ayahku mulai rusak setelah kematian Ibuku, tapi Aku tak terlalu mempermasalahkan hal tersebut, bagaimanapun Aku masih bisa hidup meskipun hubungan Aku dengan Ayahku memburuk.

Aku membersihkan sebentar kasurku yang sangat berantakan, sepertinya Aku tanpa sengaja telah mengacak-acak tempat tidurku sendiri saat tidur tadi. Setelah membereskan kasurku, Aku memutuskan untuk turun dan mencari sarapanku.

Kamarku berada di lantai dua rumahku, jadi Aku harus menuruni tangga dulu sebelum bisa mencapai ruang tengah untuk memakan sarapanku.

Saat aku menuruni tangga Aku bisa melihat seorang wanita muda sedang menyiapkan meja makan, saat menyadari keberadaanku wanita muda itu segera menyapaku.

"Selamat pagi, Kazuki.....Sebentar lagi makanan akan siap, jadi kau tunggu saja dulu!"

"Iya.... Ibu!"

Z

Mungkin kalian akan merasa heran kenapa Aku memanggilnya 'Ibu' padahal Ibuku sudah meninggal.

Ibuku memang sudah meninggal, lalu siapa wanita muda di depanku, jika kalian berpikir kalau dia adalah Ibu tiriku, jawaban kalian benar, dia memang Ibu tiriku, Ayahku menikah dengannya setahun yang lalu.

Hubunganku dengan Ibu tiriku jauh lebih baik dari pada hubunganku dengan Ayahku sendiri, mungkin karena sifat Ibu tiriku jauh lebih baik dari Ayahku yang mudah depresi karena kehilangan wanita yang dicintainya, meskipun hubunganku dengan Ibu tiriku tidak bisa dikatakan sangat baik, tapi setidaknya tidak separah hubunganku dengan Ayahku sendiri.

Aku tak menyalahkan Ayahku, mungkin aku juga akan depresi sepertinya kalau aku yang mengalaminya apa yang terjadi padanya, meskipun sebenarnya Aku juga sangat sedih saat Ibuku meninggal, tapi Aku bisa mengatasinya seiring berjalannya waktu.

"Ibu, Apa Ayah sudah pergi kerja?"

"Ya... dia pergi tepat setelah kau turun!"

Begitulah Ayahku, selalu saja pergi sebelum Aku bangun tidur, dia akan bangun pagi-pagi sekali dan langsung pergi kerja tanpa bertemu denganku dan pulang malam sekali, setelah Aku pergi tidur.

Bahkan Aku lupa kapan terakhir kalinya kami saling bertatap muka, dia hanya akan mengurung dirinya di dalam kamarnya saat liburan dan tak pernah menunjukan mukanya kepadaku.

Setelah selesai dengan sarapanku, Aku segera melakukan persiapan untuk pergi ke sekolah. Karena Aku bangun terlalu pagi tadi, Aku tidak perlu terlalu terburu-buru menyiapkan semua keperluan sekolahku.

Letak sekolahku tak terlalu jauh dari rumahku, jadi Aku lebih suka berjalan kaki dari pada menaiki kendaraan.

Segera setelah Aku sampai di sekolah Aku langsung melihat keanehan terjadi di sekolahku.

Semua temanku berbisik membicarakan seseorang, meski begitu Aku masih bisa mendengar mereka samar-samar.

"Aku dengar Ayah dari Silvia meninggal dunia tadi malam...katanya sih, karena kecelakaan!"

"Benar... bahkan tadi pagi Aku menonton berita yang menyajikan kecelakaan itu!"

"Sekarang mungkin saja Silvia tidak masuk sekolah!"

"Betul... Sayang sekali. Padahal Aku ingin sekali melihat wajah Silvia pagi ini!"

Karena penasaran, Aku memberanikan diriku bertanya pada gerumulan siswa yang sedang berbisik-bisik itu.

"Apa ada sesuatau yang terjadi kepada Silvi?"

Seorang gadis di antara mereka menjawabku.

"Sebetulnya tadi malam Ayah Silvia meninggal dunia!"

"Meninggal dunia?.... Kenapa dia meninggal dunia?"

"Mobil yang dikendarai oleh Ayah Silvia menabrak pembatas jalan, kemudian mobil tersebut ditabrak oleh sebuah truk dan Ayah Silvia tewas di tempat saat itu juga!"

"Bagaimana dengan Silvi?"

"Kurasa dia tidak masuk sekolah hari ini, tapi Aku yakin dia baik-baik saja!"

"Begitukah!"

Aku segera pergi dari tempat mereka dan langsung menuju kelas, Aku melihat mereka semua sedang berisik membicarakan Silvia.

Aku tak terkejut saat melihat mereka semua seberisik itu, mengingat di depan sana saja sudah berisik, apa lagi di dalam kelas ini.

Seorang lelaki menyusahkan langsung datang mehampiriku dan berkata dengan suara menyebalkannya.

"Kau tahu tadi malam Ayah Sil-"

"Aku sudah tahu!"

Aku langsung menyela perkataannya sebelum dia selesai. Aku tak ingin mendengar suara menyebalkannya pagi ini.

Aku duduk di kursiku, lalu Aku melihat ke samping mejaku dan mendapatkannya meja tersebut kosong.

Aku menutup mataku sambil sedikit mendesah dan setelah Aku membuka mataku, Aku bisa melihat seorang gadis berdada besar muncul di depan mataku.

"Apa yang kau inginkan dariku?...Kate!"

Kate menunjukan senyum beraninya dan berkata dengan tegas.

"Kau sudah mendengar tentang Silvi, kan?!"

Kenapa dia menanyakan hal itu? Karena semua orang sedang membicarakannya, tentu saja Aku mengetahuinya.

"Ya...lalu?"

"Aku ingin kau untuk..."

"Tidak..!!!"

Aku segera menolaknya begitu Aku menyadari apa yang dia akan minta Aku lakukan. Dia pasti menyuruhku menyelidiki kematian Ayah Silvi.

"Aku belum menyelesaikan perkataanku!"

"Tapi Aku sudah tahu apa yang kau inginkan! Dan jawabanku adalah tidak!"

"Kau tahu, cepat atau lambat kau pasti akan menerima permintaanku, meskipun itu akan muncul dari orang lain!"

Dia mengatakan hal yang aneh, Apa maksud dari perkataannya barusan, apa jangan-jangan maksudnya.

"Apa maksudmu akan ada orang yang mengajukan permintaan yang sama denganmu!"

"Tepat!"

Dan dugaanku tepat sasaran, memangnya akan ada orang yang meminta hal yang sama denganmu, kupikir kurang dari 10% hal itu akan terjadi.

"Lalu, Siapa dia?"

"Sang Tuan Putri!"

"Maksudmu Silvi, tapi kenapa dia harus meminta permintaan yang sama denganmu?"

Memang orang yang paling masuk akal yang akan meminta hal tersebut selain Kate adalah Silvi, tapi kenapa dia bisa meminta permintaan itu padaku, dan bukan polisi.

"Karena permintaanku berkaitan denganya!"

Kate mengatakan hal yang sudah pasti, dan hal itu juga Aku sudah ketahui, tapi bukan Aku yang seharusnya dia mintai tolong.

"Hah... tapi kurasa dia tidak akan meminta bantuan dariku!'

"Apa kau mau taruhan? Bagaimana kalau yang kalah harus mentraktir yang menang di Restoran di dekat rumahmu"

"Maksudmu Restoran hambuger itu?..... baiklah, tapi hanya satu macam buger saja!"

Sepertinya taruhannya cukup menarik, lagi pula kemungkinannya memang sangat kecil jika Silvi meminta bantuan dariku, jadi Aku menerima tantangannya.

"Apa kau takut kalah!"

"Tidak, Aku tidak takut kalah... Aku hanya tak mempunyai uang lebih akhir-akhir ini dan Aku juga mulai bosan dengan burger yang ada di sana!"

Lagi pula makan terlalu banyak burger juga tidak baik untuk tubuh, tapi Kate pasti akan menertawaiku kalau Aku sampai mengatakannya, karena biasanya Aku tidak terlalu memperdulikan apa yang Aku makan.

"Baiklah!"

Sepertinya Kate tidak mempermasalahkan hal tersebut lagi, syukurlah jika dia tidak punya keluhan lagi. Kemudian kami berdua berjabat tangan sebagai tanda bahwa taruhann telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Setelah itu bel tanda jam pelajaran pertama berbunyi.

Kate segera duduk di tempat duduknya, yaitu di depanku, Aku bisa dengan jelas melihat rambut coklat bergelombangnya yang indah di depanku.

Aku segera mengalihkan pandanganku ke sampingku, tempat yang seharusnya Silvi duduk, yang sekarang kosong.

Setelah itu datang seorang guru wanita, yang seingatku adalah wali kelasku.

Dia segera mengumumkan kepada kami suatu hal yang membuatku kesal.

"Kalian pasti tahu kalau kemarin malam Ayah Silvia meninggal dunia, jadi Aku sebagai wali kelas, ketua kelas, dan wakil ketua kelas akan menjenguk Silvia!"

Kenapa Aku merasa kesal dengan pengumuman guru tersebut, itu karena Aku adalah Ketua kelas dan Wakilnya adalah orang yang duduk tepat di depanku.

"Bu guru, sepertinya Kazuki tidak ingin ikut menjenguknya, jadi biarkan saja Aku yang menjenguknya!"

Kata-kata menyebalkan ini berasal dari mulut orang yang paling menyebalkan di sekolah ini, yaitu Gogoh. Meskipun itu benar tapi Aku tidak bisa membiarkannya, karena Aku bisa membayangkan apa yang akan dilakukan oleh orang aneh itu.

Dia pasti akan menangis begitu dia sampai di rumah Silvi, sambil mengatakan hal-hal aneh seperti. "Aku turut, bersedih akan kepergian ayahmu, jadi Aku akan menggantikan Ayahmu untuk melindungimu" atau "Aku akan menjadi ksatria yang akan menjagamu sampai akhir hayatku" bahkan mungkin "Kau pasti sedang bersedih, Aku akan menghapus air matamu dengan cintaku" dan membuat malu saja.

Jadi, daripada membiarkan Gogoh berbuat ulah, Aku memutuskan untuk berkata.

"Tidak, Aku tidak keberatan!..... Jadi, Kapan kita akan berangkat?"

"Setelah ini, jadi bersiaplah Aku akan menunggu kalian di pakiran mobil!"

Aku melihat ke arah Gogoh, dia sepertinya sangat kecewa, Aku bahkan bisa melihat dia hampir menangis.

Setelah bu guru itu meninggalkan kelas ini.

Gogoh segera menghampiriku dan berkata.

"Kau pasti tidak ingin direpotkan dengan hal seperti ini, jadi.... biarkan aku menggantikanmu!"

"Dari pada Aku harus membiarkanmu berbuat ulah, Aku lebih suka pergi ke rumah Silvi!"

"Sudahlah Kazuki, Bu Guru sudah menunggu kita!"

Dengan begitu, Aku dan Kate pergi meninggalkan kelas, dengan Gogoh yang menangis dengan cara yang sangat berlebihan di dalamnya.

Kami berjalan menuju tempat parkir mobil untuk menemui Bu Guru

Kami melihat sekeliling tempat parkir, dan menemukan bahwa Bu Guru sedang menunggu kami di samping mobilnya.

"Maaf, membuat Ibu menunggu!"

"Tidak... Aku juga baru sampai, kok!"

Kate meminta maaf, karena kami berdua sedikit lama, karena tadi kami sempat menerima ganguan dari Gogoh. Tapi sepertinya Bu Guru juga baru sampai ke tempat parkir, jadi hal tersebut sama sekali bukan masalah.

Kami segera memasuki mobil Bu Guru dan segera melaju ke rumah Silvi.

Saat kami sudah setengah jalan akhirnya Kate memecahkan keheningan di antara kami dengan sebuah pertanyaan.

"Bu Guru, Apa Ibu sudah mendapatkan kabar tentang keadaan Silvia?"

"Belum, Ibu hanya tahu bahwa Ayahnya akan dimakamkan hari ini!"

"Begitukah!'

Kate tampak kecewa atas jawaban dari Bu Guru, sepertinya Kate sangat khawatir dengan keadaan Silvi.

"Memangnya ada apa? Apa kau cemas atas keadaan Silvi?"

"Tentu saja! Apa Kau tidak cemas akan keaadan Silvi?"

"Tidak!"

Aku segera menjawabnya dan langsung diteriaki oleh Kate dan Bu guru secara bersamaan.

""DASAR TAK BERPERASAAN!!""

Hei, Aku mempunyai perasaan, kalau tidak Aku tidak akan merasa kesal berada di dalam mobil ini bersama kalian.

"Kalau Aku cemas atau tidak akan keadaan Silvia, itu sama saja, tidak akan merubah keadaan yang dialami Silvia!"

"Tapi, setidaknya kau harus khawatir akan keadaan temanmu sendiri!"

"Aku dan Silvi tidak terlalu berteman dekat!"

"Tapi, tetap saja kalian teman, kan!?"

Secara teknis kami memang teman, meskipun bukanlah teman dekat. Jadi, Aku hanya menganggukan kepalaku saja sebagai jawaban.

"Kalau memang begitu... kau harus merasa cemas akan keaadaannya!"

"Sudah Aku katakan sebelumnya.... Aku merasa cemas atau tidak, itu tak akan merubah keadaan... jadi, lebih baik Aku tidak merasa cemas!"

"Dasar manusia tak berperasaan! Setidaknya kau harus prihatin pada temanmu sendiri."

"Hal itu sangat tidak berguna! Aku tidak peduli dengan orang lain yang tak ada hubungannya denganku!"

"Kenapa kau selalu seperti itu.... Kau benar-benar menyebalkan!!"

"Kau juga sama saja! kau juga sama menyebalkannya!"

"DIAM!!"

Tiba-tiba bu guru menyela perkelahian kami, Aku dan Kate langsung menghentikan perdebatan kami dan melihat ke arahnya.

"Sudahlah kalian, hentikan perkelahian kalian! Sebentar lagi kita akan sampai!"

Memang tak terlalu terasa kalau waktu cepat berlalu saat kita sedang bertengkar, apa lagi kalau lawannya adalah Kate.

Tapi, sebetulnya Aku masih mempunyai satu pertanyaan yang aku pendam dalam hatiku selama perjalanan ini. jadi, Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Bu guru, Apa Aku boleh bertanya sesuatu?"

"Apa itu?"

"Siapa nama Bu guru?"

Ciiittt

Saat aku bertanya begitu, tiba-tiba Bu guru langsung menghentikan mobil secara mendadak, sampai menyebabkan tubuhku maju ke depan.

"Aku tak tahu kalau kau serius atau tidak, tapi tak mengetahui nama wali kelasmu sendiri... itu sangat keterlaluan.... bahkan untukmu!"

Kate berkata begitu sambil menghela nafasnya.

Aku melihat wajah Bu guru yang sedikit merah. Sambil membetulkan letak kacamatanya, Bu guru berkata.

"Huh... namaku Rina Ariani... seharusnya namaku ada di buku absen dan jadwal pelajaran!"

"Aku terlalu malas melihat buku absen dan juga nama guru di jadwal pelajaran!"

Setelah itu mobil kami kembali melaju dengan kecepatan perlahan.

Kate yang duduk di sampingku berkata setelah menghela nafas.

"Kau harus menghilangkan kebiasaanmu melupakan nama orang.... kau setidaknya harus tahu nama wali kelasmu dan juga guru-gurumu yang lain!"

"Kau sendiri seharusnya sudah tahu, kalau Aku itu tidak suka mengingat nama orang yang tidak penting bagiku!"

"Tapi nama wali kelas itu penting!... Apalagi kau itu ketua kelas!.... akan memalukan kalau kau sendiri tak mengetahui nama wali kelasmu!"

Bu guru yang sedang menyetir di depan juga ikut menegurku, dengan mengatakan.

"Benar yang dikatakan Katrine, Kau harus mengingat nama guru-gurumu, Aku agak heran kenapa orang sepertimu memiliki nilai yang bagus!?"

"Itu karena Aku sering membaca buku dan Aku adalah orang yang akan selalu mengingat hal yang penting bagiku dan memlupakan hal yang tak penting!"

"Bagaimana nama wali kelasmu dan guru-gurumu tak penting?!.... Aku ingin bertanya siapa saja nama lengkap teman sekelasmu yang kau ingat?"

"Silvia Antoni, Gogoh Imang dan Katrine Wilson!"

"Hanya tiga saja! Bagaimana kau bisa mengingat ketiga nama itu dan melupakan yang lainnya?!"

Bu guru kembali bertanya dengan raut wajah heran dicampur kesal, mungkin dia benar-benar kesal karena Aku tidak bisa mengingat namanya.

"Pertama, Aku mengingat nama Gogoh karena dia selalu berisik di kelas dan selalu mengganguku saat jam istirahat!"

Kataku sambil mengingat kembali wajahnya yang menyebalkan dan hal itu langsung membuat Aku sangat marah, kenapa Aku bisa membayangkan wajahnya yang menyebalkan itu.

"Kedua, Aku mengingat nama Silvi karena si bodoh Gogoh selalu berisik saat mengatakan namanya!'

Sekarang Aku mulai tenang dan kembali mengatur nafasku, setelah tadi Aku kesal mengingat wajahnya.

"Dan yang Ketiga, Aku mengingat nama Kate karena kami selalu satu kelas dari kami masih duduk di bangku sekolah dasar, tidak mungkin sejak kami di taman kanak-kanak."

Kataku sambil menujuk Kate yang duduk di sampingku menggunakan jempolku.

Kate kemudian menangkatakan.

"Kami memang selalu satu kelas dari kami masih TK, jadi Aku tahu kebiasaannya yang selalu melupakan sesuatu yang tak terlalu penting seperti nama seseorang.... tapi saat SD dan SMP, dia masih bisa mengingat nama Wali kelasnya dan beberapa guru-gurunya.... meskipun dia sekarang sudah melupakan semua nama guru-gurunya!"

"Begitukah!... kalau begitu bagaimana kalau Katrine mengajarimu cara mengingat nama-nama guru dan juga nama teman sekelasmu, kalau kau terus seperti itu, kau bisa dianggap orang sombong!"

"Sebetulnya diriku memang sedikit sombong dan hal itu percuma saja!... jika Ibu menyuruh Kate untuk mengajariku cara mengingat nama seseorang... karena Aku melupakan mereka bukan karena ingatanku lemah... Aku hanya tak suka mengingat sesuatu yang tak terlalu penting dan berguna... Bahkan Aku sekarang sangat ingin melupakan wajah dan nama Gogoh, tapi sayangnya dia bukan orang yang mudah untuk dilenyapkan.... kalau Aku menginginkannya, Aku bisa mengingat nama semua orang di kota ini... tapi itu sangat merepotkan dan tak berguna!"

"Jadi, kau hanya akan mengingat sesuatu yang penting dan berguna bagimu saja!"

"Ya, bisa dikatakan begitu!"

Sementara kami terus mengobrol, waktu tak terasa telah berlalu dan kami akhirnya sudah sampai di rumah Silvi. Bisa dikatakan kalau rumah Silvi cukup besar, meskipun tak sebesar rumah Kate.

Kami bertiga langsung turun dari mobil dan kami juga membawa bingkisan yang tadi sempat kami beli di jalan sebagai ucapan bela sungkawa.

Terlihat di luar rumah Silvi sudah ada banyak tamu yang mengenakan baju berwarna hitam, kami langsung masuk ke rumah Silvi yang terbuka lebar dan melihat Silvi yang sedang duduk bersama dengan seorang wanita paruh baya yang masih menangis, kemungkinan dia adalah Ibunya.

Silvi langsung menghampiri kami, setelah dia melihat kami datang.

"Kami turut berbela sungkawa atas kepergian ayahmu dan ini ada sedikit hadiah dari teman sekelas kita untuk menghiburmu!"

"Ya, terima kasih banyak!"

Kate langsung mengucapkan bela sungkawanya dan memberikannya bingkisan yang tadi kami beli, sebetulnya bingkisan ini dibeli oleh uang Kate sendiri dan bukan uang teman sekelas kami, dan hadiah itu juga inisiatip Kate sendiri yang ingin membelinya, jadi dia seharusnya tak perlu mengatakan hal itu, tapi itu sebenarnya tak terlalu masalah untukku, karena uang saku yang dimiliki oleh Kate sangat banyak, jadi membeli bikisan seperti ini tak akan terlalu mempengaruhi uang sakunya.

Aku mengalihkan perhartianku kepada wanita yang tadi bersama Silvi dan Aku menyadari kalau wajahnya mirip dengan wajah Silvi, bedanya hanya dari warna mata dan rambut, ditambah tinggi dan keriput di wajahnya.

"Apakah itu ibumu?"

Tanyaku sambil menunjuk wanita yang masih menangis itu.

"Ya, dia adalah ibuku! Aku akan memperkenalkannya kalian padanya!"

Setelah itu Silvi mendatangi ibunya dan kami mengikutinya dari belakang. Ibu Silvi segera menyusut air matanya dari matanya yang telah membengkak akibat tangisannya.

"Ibu, ini temanku Kazuki Ifsa dan Katrine Wilson, dan ini adalah guru wali kelasku Bu Rina Ariani!"

Setelah itu Ibu Silvi segera berdiri dan memperkenalkan dirinya.

"Salam kenal, Aku ibunya Silvi, namaku Resti Antoni!"

"Salam kenal, Aku ibu wali kelas Silvi, namaku Rina Ariani!"

"Selamat pagi, Aku teman Silvi, namaku Katrine Wilson, tetapi Kau bisa memanggilku Kate!"

"Kazuki!"

Bu guru dan Kate menyambut salam perkenalan Ibu Silvi dan memperkenalkan kembali nama mereka, sedangkan Aku hanya menyebutkan nama panggilanku saja.

"Bu Resti, apakah bisa kita bicara sebentar!"

"Ya, tentu saja!"

Setelah itu, Ibu guru dan Ibu Silvi langsung pergi meninggalkan kami bertiga, sepertinya ada yang mereka ingin bicarakan berdua dan mereka juga tampak tak ingin mengganggu kami.

"Silvi, Apa kita bisa bicara berdua saja? Ada yang ingin Aku bicarakan!"

"Ya, bisa saja! Tapi Bagaimana dengan Kazuki?"

"Dia bisa menunggu di sini seperti patung, jadi kau tenang saja!"

Siapa yang akan menunggu di sini seperti patung? Dan lagi apa yang ingin kau bicarakan? entah mengapa, hal itu membuatku sangat khawatir. Selagi Aku memikirkan itu, ingatanku kembali ke waktu di ruang kelas, saat kami membuat taruhan.

Sial, jadi ini alasannya begitu percaya diri, dia sudah tahu kalau dia akan pergi ke rumah Silvi, karena dia adalah wakil ketua kelas. Jadi, dia bisa meminta kepada Silvi untuk meminta pertolonganku untuk mengungkap kebenaran kematian dari ayahnya.

Aku tak boleh membiarkan rencananya berhasil. Aku sebenarnya tak terlalu keberatan mentraktirnya makan, tapi permintaan Silvi pasti sangat merepotkanku, dan Aku sangat tidak mau direpotkan oleh permintaan yang sangat menyusahkan.

"Apa yang ingin kau bicarakan memangnya sampai Aku tak boleh mendengarnya? Lagi pula lebih baik kau bicara di sini saja! Dan bagaimana kalau jenazah Ayah Silvi akan dibawa untuk dimakamkan selagi kalian bicara?"

"Sebetulnya Ayahku sudah dimakamkan!"

Setelah dia mengatakan itu, Aku menyadari kalau Aku tak bisa melihat adanya tubuh yang tergeletak kaku di sekitar sini.

"Sudahlah Kazu, kau menunggu saja di sini! Lagi pula ini adalah pembicaraan para gadis!"

"Jangan panggil Aku Kazu!"

Lagi pula Aku tahu hal apa yang akan kau bicarakan dengannya, dan itu bukanlah sesuatu yang bisa kau sebut pembicaraan para gadis.

"Kau boleh saja ikut besama kami! Itu jika kau mau memakai pakaian perempuan!"

"Siapa yang mau memakai pakaian perempuan?! Lagi pula kau juga tak membawa pakaian perempuan selain yang kau pakai!"

"Silvi pasti mempunyai pakaian perempuan di rumahnya. Jika kau mau memakainya, Aku bisa meminta Silvi meminjamkannya"

"TIDAK MAU!! Lagi pula pakaian Silvi pasti lebih kecil dari tubuhku, jadi Aku tak bisa memakainya"

"Bagaimana kalau besok? Aku sudah membeli pakaian wanita yang cocok dengan ukuranmu! Bila kau mau memakainya besok, kau boleh ikut dengan kami!"

"Kenapa kau membeli pakaian wanita yang cocok dengan ukuranku?! Dan lagi kenapa kau tahu ukuranku?"

"Tentu saja Aku tahu ukuranmu! Bagaimanapun terakhir kali kau membeli pakaian, Aku ikut denganmu dan malah memilihkanmu pakaian yang pas denganmu! Jadi, tentu saja Aku tahu ukuranmu!"

Ya, itu benar. Aku memang memintanya menemaniku membeli pakaianku, karena Aku tak mau berjalan ke mall sendirian dengan tujuan tak jelas. Jadi, Aku memintanya untuk menemaniku untuk membeli pakain di toko yang dia kenal.

"Jadi, kalau kau mau memakainya besok, Aku akan mengizinkanmu ikut!"

"Tidak, Aku tidak mau!"

"Kalau begitu, kau bisa menunggu di sini sampai kami selesai, Kazu!"

"Jangan panggil Aku Kazu!!"

Dengan begitu Kate membawa Silvi menjauh dariku, Aku melihat ke sekelilingku, beberapa orang menatapku karena keributan yang tadi Aku dan Kate buat.

Entah mengapa, Aku merasa kalau membiarkan Gogoh membuat keributan di sini, jauh lebih baik dari pada terlibat keributan seperti ini.

Jadi karena malu, Aku memutuskan untuk duduk di sofa sambil menunggu mereka selesai dengan menundukan kepalaku, menyembunyikan wajahku yang kesal.

Z

Setengah jam telah berlalu dari saat mereka berdua (Kate dan Silvi) meniggalkanku sendirian, dan sekarang Aku bisa melihat mereka berjalan ke arahku.

Aku langsung menegak habis minuman yang diberikan oleh seorang pembantu di rumah ini yang melihatku sedang duduk sendirian di sofa.

Memang sangat memalukan duduk sendirian di dalam rumah orang lain, padahal banyak sekali orang yang ada di dalamnya.

Dan seorang yang membuatku dalam keadaan seperti ini, hanya tersenyum kepadaku tanpa mengucapkan kata maaf sedikitpun.

"Kalian lama sekali!"

Aku menatap tajam ke arah Kate dan dibalasnya dengan senyuman.

"Kami ini gadis, jadi pembicaraan kami lebih lama dibandingkan kalian para pria!"

"Jadi, bagaimana hasil pembicaraan kalian?"

"Pembicaraan gadis tak boleh didengar oleh lelaki!"

"Jadi, kau tak mau memberitahuku?"

"Tidak!"

Dia masih bisa tersenyum dengan berani, padahal Aku sudah menatapnya dengan tajam. Dasar gadis merepotkan.

"Apa kalian akan pulang sekarang? Atau kalian ingin makan dan minum dulu?"

Memecah ketegangan di antara Aku dan Kate, Silvi segera menawarkan kami makanan dan minuman.

"Tidak, Aku sudah minum dan saat ini Aku sedang tidak lapar!"

"Maaf, saat ini Aku sedang diet! Jadi, Aku tidak bisa makan saat ini!"

Mendengar penolakan dari kami berdua, Silvi hanya diam dan kemudian duduk di samping kiriku, Kate juga langsung mendudukan pantatnya di samping kananku, sekarang Aku berada di tengah-tengah mereka.

"Jadi, apa yang ingin kalian lakukan sekarang?"

"Bagaimana kalau kita hanya mengobrol biasa saja!"

"..."

Untuk memecahkan keheningan, Silvi bertanya apa yang ingin kami tanyakan, dan Katelah yang menjawab, sedangkan Aku hanya diam saja.

Mereka berdua kemudian mulai berbicara mengenai suasaan di kelas saat mengetahui kalau Ayah Silvi meninggal, kemudian arah pembicaraan mulai ke arah pembicaraan yang mungkin adalah obrolan yang biasanya dibicarakan oleh para gadis, yang Aku sendiri tak terlalu memahaminya.

Aku yang terjebak di antara mereka berdua hanya bisa mendengarkan mereka saja dan tak bisa pergi kemanapun.

Kenapa para wanita selalu terlalu banyak bicara, bahkan sampai sekarangpun Bu guru itu tak kembali-kembali, sejak dia mengajak Ibu Silvi mengobrol, dan sekarang Aku juga terjebak harus di antara obrolan dua orang yang ada di sampingku. Aku sedikit bersyukur tadi Aku tak ikut dengan mereka, untuk pembicaraan para gadis, kalau tidak, Aku pasti sudah dibuat pusing oleh mereka sedari tadi.

Sekarang waktu sudah berlalu lebih dari 15 menit sejak merak mengobrol dan Bu guru baru kembali dari obrolannya dengan Ibu Silvi. Aku berharap sekarang Aku boleh pulang, atau kembali ke sekolah juga lebih baik, dari pada terjebak di sini dengan obrolan mereka.

"Baiklah, karena kita sudah cukup menggangu mereka dengan kedatangan kita! Jadi sekarang lebih baik kita kembali ke sekolah dan melanjutkan pelajaran kita!"

"Tidak sama sekali! Kami malah sangat bersyukur kalian mau datang dan menjenguk Silvi!"

Bu guru menghampiri kami bersama dengan Ibu Silvi.

Kami bertiga segera berdiri, Bu guru kemudian memimpin kami ke arah pintu keluar.

"Kami minta maaf, karena telah menggangu kalian, kami sekarang akan kembali ke sekolah... sekali lagi kami ucapkan bela sungkawa kami yang sebesar-besarnya."

"Sudah Aku katakan, kami tak terganggu sama sekali, jadi kau tak perlu minta maaf..... hati-hati di jalan dan terima kasih atas ucapan bela sungkawanya!"

Begitu kami sudah sampai di luar rumah, Bu guru memberikan kalimat minta maafnya karena telah mengganggu keluarga Silvi dan ucapan perpisahannya. Sebetulnya di sini Akulah yang paling diganggu, jadi lebih baik kalian meminta maaf kepadaku.

"Silvi, semoga kau tabah atas cobaan ini dan sampai ketemu di sekolah hari senin depan!"

"Ya, terima kasih telah mengkhawatirkanku dan hati-hati di jalan!"

"....."

Kate mengucap salam perpisah dan Silvi menjawabnya, sedangkan Aku hanya berdiam diri saja.

Kami bertiga langsung berjalan ke arah mobil Bu guru, dan Aku langsung masuk ke dalam dan menghempaskan tubuhku di bangku belakang mobil, disusul oleh Bu guru dan Kate.

Bu guru segera menghidupkan mesin mobil, lalu dia memutar balikan mobilnya dan kembali berjalan menuju sekolah.

"Kenapa kau terlihat paling kelelahan di antara kami, padahal dirimulah yang paling tak melakukan apa-apa?"

"Tentu saja Aku kelelahan setelah mendengar obrolan kalian yang tak berguna sama sekali"

"Dasar kau! Kau lebih baik bergaul dengan teman-temanmu di sekolah dan mulai menghafal nama-nama mereka!"

"Itu terlalu merepotkan! Sekarang Aku ingin tidur dan jangan membangunkan Aku sebelum kita sampai ke tujuan!"

Dan begitulah, Aku jatuh tertidur selama perjalanan kami kesekolah.

Z

Aku sedang berdiri sambil menunggu kedatangan seseorang di depan sebuah restoran cepat saji, yang menjual hamburger sebagai menu utama, selagi Aku menunggu, Aku mengingat kembali kejadian siang tadi.

Setelah kami sampai ke sekolah tadi siang, Kate langsung menyeretku ke tempat sepi, sebelum masuk ke dalam kelas.

"Apa kau masih ingat tentang taruhan kita?"

Itulah kata-kata yang dia katakan begitu kami berada di tempat sepi. Tentu saja Aku masih ingat tentang taruhan tersebut.

"Ya... Aku masih ingat!"

"Baguslah! Begitu Silvi masuk sekolah, dia pasti meminta bantuanmu! Aku bisa menjaminnya!"

"Jadi, apa yang kau inginkan!"

"Tentu saja... janjimu, kau akan mentraktirku, bukan?"

"Ya, tentu saja. Jadi, kapan kau ingin kita pergi?"

Dasar gadis ini. Dia jelas-jelas lebih kaya dariku, tapi dia masih saja memintaku mentraktirnya demi kesenangannya dan penderitaanku.

"Bagaimana kalau sepulang sekolah? Nanti kita bertemu di depan restoran jam 5 tepat!"

"Baiklah... Aku akan menunggumu di sana!"

Dan begitulah, kenapa Aku bisa berada di depan restoran ini.

Aku melihat jam tangan yang berada ditangan kiriku.

Jam 16.45.

Masih ada 15 menit lagi sampai waktu pertemuan kami. Aku melihat ke sekeliling, memastikan kalau mobil Kate sudah dekat atau belum, tapi Aku tidak bisa melihat satu mobilpun yang melintas di depan mataku.

Kalau itu dia, dia sudah pasti tidak akan terlambat dan selalu datang tepat waktu. Tapi, seharusnya dia sudah tahu akan kebiasaanku, yang selalu datang sekitar 30 menit sebelum waktu pertemuan.

Tapi saat ini sosoknya masih saja tak bisa dilihat.

Aku kembali mengedarkan pandanganku dan Aku melihat sebuah mobil berwarna hitam melaju ke arahku dan dia tepat berhenti di depan mataku.

Pintu belakang mobil terbuka dan keluarlah seorang gadis cantik, dia memakai kaus berwarna merah dan ditutup dengan sebuah blazer sedangkan dia bawahnya dia hanya memakai celana jeans ketat saja, meskipun pakaiannya hanya seperti itu, entah mengapa, kalau dia yang memakainya, pakaian itu tampak sangat keren.

"Datang lima menit sebelum waktu janjian, seperti yang diharapkan darimu!"

Kataku setelah gadis itu, Kate, keluar dari mobil, lalu menutup pintu mobil tersebut dan mobil tersebut pergi meninggalkan kami.

"Dan datang 30 menit sebelum waktu janjian, seperti yang diharapkan darimu!"

"Kalau kau sudah tahu kebiasaanku, kenapa kau tak datang 30 menit yang lalu saja!"

"Aku tidak datang terlambat, lagi pula saat kencan lelaki memang yang harus menunggu, benarkan?"

"Ini bukan kencan! Lagi pula kenapa sopirmu meninggalkanmu? Kenapa dia tak menunggu saja di sini?"

"Tentu saja, karena dia hanya akan menggangu kencan kita, dan kau juga yang harus mengantarkanku pulang saat kita selesai nanti..... Dari pada membicarakan hal tak penting di sini, lebih baik kita masuk saja!"

Kata Kate sambil melangkah mendahuluiku masuk ke dalam restoran.

"Sudah Aku katakan kalau ini bukan kencan!"

Aku mengikutinya dari belakang sambil membantah ucapan kencannya itu. Dasar gadis merepotkan, dia tak hanya menyuruhku mentraktirnya, tapi dia juga memaksaku mengantarnya pulang.

Begitu kami masuk, kami dapat melihat suasana khas dari restoran cepat saji, ada meja dan bangku yang tersusun rapi dan juga ada sebuah konter untuk memesan makanan sekaligus kasirnya.

"Kazuki... Katrine... lama tak bertemu... Apa kalian sedang kencan!?"

Begitu kami mendekat ke arah konter kami disambut oleh seorang pelayan yang tampaknya berusia sekitar 20 tahunan, masih cukup muda.

"huh?..."

Aku memasang tampang heran terhadap pelayan di depanku. Bagaimana dia bisa tahu namaku dan Kate? Apa dia seorang peramal? Atau apa hanya Aku yang lagi-lagi melupakan nama dan wajah seseorang? Kate yang tampaknya mengetahui keadaanku dari melihat wajahku langsung menjawab.

"Kau bisa mengatakannya begitu, Kak Roni!"

Roni, jadi itu namanya. Saat Aku melihat nama yang terjahit di atas seragam pelayan dari orang di depan kami dan di sana tertulis Roni. Jadi namanya sudah pasti Roni.

"Begitukah... kalian memang sangat serasi!"

Sangat serasi? Apa orang di depanku ini rabun? Bagaimanapun kalian melihatnya, kami itu sangat tidak cocok.

"Jadi apa yang ingin pasangan muda kita ini pesan?"

"Aku memesan Cheese burger dan juga jus jeruk!"

"Aku burger yang paling murah dan cola!"

"Baiklah, pesanan diterima! Harganya hanya Rp 20.000 untuk kalian!"

Sepertnya kami mendapatkan potongan harga, tapi sebetulnya dia itu siapa? Kenapa dia bisa memberikan potongan harga kepada kami? Sudahlah itu tidak penting sekarang, yang penting Aku bisa sedikit berhemat.

Aku mengeluarkan uang Rp 20.000 dari dalam dompetku dan menyerahkannya kepada pria yang ada di hadapan kami.

Kami berdua duduk di meja paling ujung dekat dengan jendela.

"Kau pasti bertanya-tanya kenapa dia bisa mengenal kita dan kenapa dia bisa memberikan potongan harga kepada kita!"

Begitu kami duduk, itulah hal yang pertama kali diucapkannya. Seperti yang diharapkan dari Kate, dia dapat dengan mudah membaca pikiranku.

"Hm."

Aku menganggukan kepalaku sebagai jawaban. Kate kembali membuka mulutnya.

"Dia adalah anak dari pemilik Restoran ini! Jadi dia memiliki hak untuk memberikan potogan harga kepada kita!"

"Begitukah! Jadi bagaimana dia bisa mengenal kita dan kenapa dia ada di depan kasir?"

"Dia akan mewarisi Restoran ini, jadi dia saat ini sedang latihan untuk menjadi pelayan yang baik dan untuk kenapa dia bisa mengenal kita, apa kau masih ingat pesta ulang tahun Restoran ini 3 bulan lalu?"

"Ya, Aku mengingat sebagian dari isi acara tersebut! Memangnya ada apa?"

Sekitar 3 bulan yang lalu Restoran ini mengadakan pesta ulang tahunnya yang ke-53 tahun, dan kedua keluarga kami diundang, karena seingatku kedua Ayah kami merupakan teman dari pemilik Restoran ini. Tapi, karena orang tua kami tak bisa datang, Ayahku yang masih mengurung diri di kamar dan Ayah Kate yang sedang pergi keluar kota, jadi kamilah yang pergi menggantikan mereka.

"Dia saat itu menjadi pelayan di restoran ini, dan saat itu dialah yang melayani kita dan bahkan kita juga berbincang-bincang dengannya selama 1 jam!"

Jadi begitu, Aku tak terlalu ingat dengan wajah pelayan yang saat itu menemani kami dan juga isi pembicaraan, meskipun hanya Kate dan dia yang paling banyak bicara, dan aku hanya merespon saat namaku disebut oleh mereka.

"Baiklah Aku mengerti! Tapi kenapa kau bisa mengingat wajah dan namanya padahal kau hanya bertemu dengannya satu kali saja!"

"Dia juga bisa mengingat wajah dan nama kita, bukan? Jadi yang sebetulnya salah di sini sebetulnya adalah kau!"

"Tapi, kau tahu dari mana kalau dia yang akan mewarisi Restoran ini dan bukan orang lain?"

"Dia sendiri yang mengatakannya, apa kau tak bisa mengingat sedikitpun isi pembicaraan kami waktu itu?"

"Aku hanya berpikir isi pemicaraan kalian itu sangat tak berguna. Jadi, Aku tak mendengarkan kalian!"

"Dasar kau itu.... lebih baik kau sedikit memperbaiki sifatmu itu!"

"Akan Aku pikirkan."

Saat kami berbicara, pesanan kamipun datang.

"Maaf membuat kalian menunggu!"

Roni meletakkan pesanan kami diatas meja, kemudian dia meninggalkan kami berdua sambil berucap.

"Aku tak ingin menggangu kencan kalian lagi, jadi Aku akan pergi saat ini!"

Baguslah kalau dia tak akan mencampuri urusan kami lagi.

"Baiklah, saat ini Aku akan mulai serius!"

"Kau serius, apa dunia akan segera kiamat?!"

Kate mengatakannya dengan nada bercanda dan mulut yang tersenyum, tapi Aku tak menanggapi candaanya dan juga senyumannya.

"Kenapa kau ingin sekali, Aku membantu Silvi?"

"Kenapa? Aku hanya ingin menyelesaikan masalah seorang teman!"

"Kurasa masalah Silvi hanyalah kematian Ayahnya saja dan dia juga pasti tak akan meminta bantuanku untuk menguak kenapa kecelakaan itu bisa terjadi, kalau kau tidak ikut campur! Seharusnya kita tak perlu ikut campur di dalamnya, karena polisi dapat menyelesaikannya sendiri."

"Tapi, dia belum mengucapkan permintaannya padamu sampai kita bertemu dengannya nanti di sekolah. Bisa jadi dia membatalkan niatnya untuk mengungkapkan misteri kecelakaan Ayahnya!"

Dia masih bisa tersenyum sampai saat ini, padahal Aku mengunakan nada yang sangat serius dan bahkan tatapan mataku saat ini sedang menusuknya.

"Kalau begitu, kenapa kau meminta Aku mentraktirmu sekarang dan bukannya setelah Silvi mengatakan permintaannya!"

"Aku hanya ingin ditraktir olehmu, sudah sangat lama terakhir kali kau mentraktirku makan! Lagi pula, Aku yakin kalau Silvi akan meminta bantuanmu, cepat atau lambat. Jadi mentraktirku sekarang tak masalah, kan?"

Memang benar kalau Aku sudah sangat lama tak mentraktirnya, meskipun memalukan, tapi Akulah yang selama ini ditraktir olehnya.

"Baiklah Aku tak masalah dengan mentraktirmu! Tapi kenapa kau sangat ingin Aku untuk membantunya! Aku yakin kalau kau mempunyai alasanmu sendiri!"

Kate mengehela nafasnya, sebelum akhirnya dia mengucapkan alasan sebenarnya. Sepertinya dia tahu kalau percuma saja dia terus menyembunyikan alasannya, karena Aku pasti akan terus memaksanya mengaku.

"Kau sudah tahu, kan... kalau Aku sudah diberi tahu oleh bibi... misteri dari arti namamu itu?"

Yang dimaksud bibi oleh Kate adalah Ibuku, tapi apa hubungan misteri arti namaku dengan kasus kali ini.

"Ya, tentu saja. Memangnya apa hubungan kematian Ayah Silvi dengan misteri namaku!"

"Aku akan menjelaskan pelan-pelan saja! Pertama, Aku ingin bertanya apa arti dari namamu?"

"Padahal Kau sudah tahu semua arti namaku, tapi kenapa kau malah bertanya lagi arti namaku?"

"Sudahlah jawab saja!"

Kali ini Kate menaikkan suaranya dan menatapku tajam. Kalau sudah begini lebih baik menurut saja, akan menjadi sangat buruk jika Aku malah membuatnya semakin marah.

"Baiklah..... Namaku KAZUKI."

"K untuk kekuatan, masksudnya Aku harus memiliki kekuatan untuk menghadapi apapun."

"A untuk amanat, maksudnya Aku harus menjaga semua amanat yang dipercayakan padaku."

" U untuk ungkapan, maksudnya Aku harus mengungkap semua misteri yang ada di sekitarku dan juga sebagai ungkapan syukur dari Ibuku."

" K untuk keberanian, maksudnya aku harus berani menghadapi apapun."

"I untuk ikatan, maksudnya Akuu harus memiliki ikatan yang kuat dengan teman-teman di sekitarku dan menjaganya."

"Z... adalah suatu misteri yang harus Aku pecahkan."

Aku selesai mengucapkan semua arti namaku. Dan hanya Z sajalah yang tak kuketahui artinya. Bagaimanapun hanya Kate sajalah yang diberi tahu artinya oleh Ibuku. Memangnya kenapa hanya Kate diberi tahu dan bukannya Aku yang merupakan anaknya dan juga pemilik nama itu yang diberi tahu.

"Baguslah kalau kau masih mengingatnya! Meskipun arti namamu lebih bagus dibandingkan dengan wajud aslinya"

"Hentikan candaanmu itu dan cepat memberitahukan alasanmu!"

Kemarahanku semakin memuncak karena Kate hanya selalu mengatakan hal-hal yang tidak berguna saja.

"Santai saja, sebelum Aku memberitahukan alasanku, Aku akan memberitahukanmu kenapa kecelakaan ini memiliki misteri!"

Katanya sambil memegang burgernya, kemudian dia mulai memakan burgernya sampai habis.

"Kalau begitu, cepat katakanlah!"

Kataku kemudian mulai memakan burgerku yang sedari tadi tak Aku sentuh.

"Pertama waktu kejadiannnya, apa kau tahu kapan kejadian itu terjadi?"

"Tidak, Aku hanya tahu kalau kejadiannya kemarin malam!"

"Menurut koran yang Aku baca, waktu kejadiannya adalah jam 19.15, padahal jam pulang kantornya adalah jam 18.00 tepat. Bukankah itu aneh?"

"Ada kesenjangan waktu 1 jam lebih sebelum kejadian, memang agak aneh. Apa yang dia lakukan sebelum kecelakaan terjadi?"

"Menurut Silvi, Ayahnya tak suka mebuk-mabukan dan pergi bersama teman-temannya, jadi kemungkinan dia pergi ke bar dan mabuk-mabukan itu tidak mungkin!"

"Kalau dia tak mabuk, berarti dia mungkin mengantuk!"

"Kata Silvi, Ayahnya sangat teliti dan berhati-hati. Ayahnya akan tidur di hotel dekat dengan kantornya jika dia mengantuk atau kelelahan setelah dia menelepon rumah. Jadi, Aku pikir hal itu juga tak mungkin!"

Kalau tak mabuk dan kantuk, lalu apa yang menyebabkan kecelakaan itu. Belum lagi apa yang dia lakukan selama 1 jam sebelum kecelakaan itu terjadi.

"Baiklah, lalu apa lagi yang membuat kecelakaan ini menjadi misteri bagimu?"

Kate sedikit mengambil nafas sebelum menjawabku.

"Yang kedua adalah lokasi kejadiannya yang aneh!"

"Lokasi kejadian? Apa maksudmu?"

"Kau akan tahu nanti, setelah kau melihat tempat kejadiannya!"

"Begitukah!"

Ya, apapun alasannya itu tak masalah untukku saat ini. Masalahnya saat ini adalah Kate yang sedari tadi terus mengulur-ulur waktu saja.

Aku yang mulai tak sabar langsung menatapnya tajam, lebih tajam dari sebelum-sebelumnya dan bertanya.

"Aku akan memikirkan alasan dibalik kematiannya nanti, tapi saat ini katakan saja alasanmu menyuruhku untuk melakuan tugas ini!"

"Baiklah... baiklah... akan Aku katakan, tapi sebelum itu, berhentilah membuat wajah menyeramkanmu itu!"

Aku yang mendengar jawaban Kate, langsung mengendurkan otot-otot wajahku. Kate meminum sedikit jus jeruknya dan mulai menjelaskan alasannya.

"Alasannya sangat sederhana... karena kasus kali ini berhubungan dengan kematian!"

Apa? Apa maksudnya? Apa arti Z di namaku memiliki arti yang sama dengan kematian. Tidak mungkin namaku berkaitan dengan kematian. Memang ini adalah kasus pertamaku yang berhubungan dengan kematian seseorang, biasanya Aku hanya menangani kasus sederhana seperti kehilangan barang atau seseorang yang menghilang atau melarikan diri. Tapi apa maksudnya dengan kematian.

"Apa maksudmu? Apa arti namaku itu kematian?"

"Kau akan menemukan artinya jika kau bisa menebaknya!"

"Jangan menjawabku dengan jawaban yang tak jelas itu!"

"Kau harus berpikir! Tapi Aku yakin kali ini kau pasti bisa menebaknya!"

Aku mulai berpikir, kata-kata yang dimulai dengan huruf Z yang berhubungan dengan kematian, tapi tak ada satu katapun yang masuk ke dalam kepalaku.

"Dari pada memikirkan arti namamu, lebih baik kau berpikir tentang kasus ini... Bagaimana menurutmu? Apakah ini sebuah kasus kecelakaan atau merupakan kasus yang lain?"

"Tentu saja ini kecelakaan!"

"Ya, Aku setuju!"

Dengan begitu kami mengahabiskan semua makanan dan pergi dari Restoran ini.

Z

Dua hari setelah Aku dan Kate makan di Restoran. Aku melihat ke dalam ruang kelas. Di dalam sana terdapat banyak sekali siswa yang berkerumunan. Bukan karena ada pengumuman penting, bukan juga karena ada tugas yang diberikan oleh guru, tapi mereka sedang mengucapkan bela sungkawa mereka kepada Silvi.

"Silvia, Aku turut berduka cita!"

"Aku harap kau bisa tabah menerima cobaan ini!"

"Silvia, Aku akan selalu menemanimu dalam suka maupun duka! Bahkan Aku akan ikut bersamamu ke ahirat jika kau meninggal nanti!"

Aku bisa mendengar sesuatu semacam itu di dalam kelas, dan tentu saja orang yang mengucapkan kalimat terakhir adalah Gogoh, dan Gogoh juga mendapat pukulan gratis dari para anak perempuan akibat ucapannya.

Dasar, dia masih tak bisa belajar dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Aku hanya menyenderkan punggungku pada daun pintu yang terbuka sambil terus mengamati mereka, sampai seseorang mengejutkanku.

"Apa yang sedang kau lakukan? Berdiri di depan pintu sambil memasang wajah aneh seperti seorang pencuri!"

Aku mengabaikan candaan yang dilontarkan orang itu, Aku hanya menatapnya sebentar sebelum Aku menjawab.

"Apa kau tak bisa melihatnya, Kate? Kursiku saat ini sedang di duduki oleh orang-orang yang ingin mengucapkan ucapan duka cita!"

Kataku sambil menunjuk ke arah kursiku yang sedang digunakan oleh orang yang tak kukenali, Kate juga ikut melihat ke arah yang Aku tunjuk.

"Begitukah, jadi kau tak bisa duduk di kursi keberuntunganmu itu. Sayang sekali!"

"Apanya yang kursi keberuntungan, Aku malah menyebutnya kursi kesialan!"

"Kau duduk di samping gadis blasteran yang cantik dan kau juga duduk di belakang gadis cantik yang memiliki dada terbesar di seluruh sekolah! Dan kau mengatakan itu kursi kesialan!"

Kate berkata begitu dengan wajah yang dibuat-buat sambil membusungkan dadanya yang sudah besar menjadi tampak lebih besar. Hentikan membusungkan dadamu, kau bisa membuatku 'menyerang'mu! Tidak, kurasa sebelum Aku bisa 'menyerang'mu, Aku akan dibunuh terlebih dulu olehmu.

"Justru karena Aku duduk di samping dan belakang gadis yang sangat diincar oleh banyak orang, Aku menyebutnya dengan kursi kesialan!"

Kate menghela nafas dan bertkata "Baiklah, Aku mengerti". Dia kemudian maju ke depan, ke arah meja Silvi berada.

"Aku tahu kalian ingin mengucapkan rasa duka cita kalian, tapi sebentar lagi pelajaran akan dimulai, jadi bisa kalian duduk di tempat kalian masing-masing!"

Kate mengatakan hal itu sambil tersenyum, dan orang-orang yang sebelumnya mengerumuni Silvi pergi ke tempat duduk mereka masing-masing dengan patuh, tanpa sedikitpun keluhan terdegar saat mereka meninggalakn meja Silvi. Seperti yang diharapkan dari Kate.

Terkadang di saat-saat seperti ini Kate memang bisa sangat diandalkan, dia telah menyelamatkanku dari kaki yang pegal akibat terlalu lama berdiri, dan Silvi dari mendengarkan dan menjawab setiap ucapan duka cita teman-temannya dan juga kepanasan dari dikerumuni oleh banyak orang.

Aku duduk di kursiku, kemudian Aku mengeluarkan buku catatanku. Sejenak Aku mengengok ke samping, dan Silvi langsung menyerahkan sebuah kertas begitu Aku melihat ke arahnya. Aku langsung membuka kertas tersebut, dan isinya sesuai dengan apa yang Aku pikirkan

'Temui Aku nanti saat istirahat di perpustakaan sekolah! Aku akan terus menunggumu sampai kau datang.'

Sepertinya Aku tak bisa menghindar lagi, setidaknya Aku sudah menyiapkan beberapa spekulasiku mengenai kecelakaan Silvi, mungkin dari beberapa spekulasiku, Silvi mungkin akan menerima salah satunya.

Aku membuang kertas yang telah Aku baca dan kembali sibuk dengan persiapanku sebelum kelas dimulai.

Z

Setelah bel istirahat berbunyi, beberapa anak langsung kembali mengerubuni Silvi, untuk menyampaikan rasa duka cita mereka, seperti tadi pagi.

Aku melihat ke arah Kate, Kate yang menyadari tatapanku mengangukkan kepalanya. Sepertinya dia sudah tahu apa yang akan terjadi saat istirahat dimulai, dia pasti telah menyiapkan beberapa solusi untuk mengeluarkan Silvi dari kerumunan orang yang telah mengepungnya dari berbagai arah.

Aku akan menyerahkan masalah di sini pada Kate, Aku lebih baik ke perpustakaan dan menunggu Silvi datang ke sana.

Aku hanya perlu menaiki 1 lantai sebelum Aku bisa sampai di perpustakaan, perpustakaan kami berada di lantai dua tepat di samping tangga, ada juga sebuah perputakaan lainnya, tapi di sana hanya ada buku pelajaran saja dan sangat jarang dikunjungi oleh siswa dan juga jaraknya dari sini lebih jauh, jadi Aku simpulkan kalau dia akan datang ke sini.

Saat Aku memasuki perpustakaan, Aku bisa melihat beberapa siswa yang tampaknya sedang megerjakan tugas mereka atau sedang asik membaca Novel, Aku mengambil sebuah buku dan duduk di bangku paling pojok yang terhalangi oleh sebuah rak.

Setelah menunugunya 15 menit, Silvi akhirnya menampakan wajahnya di perpustakaan, meskipun dia telah dibantu oleh Kate, dia masih saja membutuhkan banyak waktu untuk keluar dari kerumunan tersebut.

Aku yang melihatnya langsung berdiri dan menampakan wajahku sampai dia bisa melihatku, Silvi menyadari keberadaanku dan datang menghampiriku.

"Maaf membuatmu menunggu! Padahal Aku yang memintamu datang kesini!"

Silvi meminta maaf sambil menundukan sedikit kepalanya, sepertinya dia jauh lebih sopan dari pada Kate saat meminta maaf kepadaku.

Untuk pemberitahuan saja, Kate tidak pernah meminta maaf kepadaku duluan, selalu saja Aku yang pertama kali meminta maaf, dan dia juga selalu berperilaku sopan di hadapan orang lain, tapi tak pernah sopan di hadapanku, meskipun Aku juga tak terlalu ingin diperlakukan sopan olehnya, tapi setidaknya hormati diriku sedikit saja.

"Tak apa, cepat katakan saja apa keperluanmu!"

Kataku sambil kembali duduk di kursiku, Silvi juga ikut duduk di kursi sampingku.

"Aku ingin meminta bantuanmu, Aku ingin kau membantuku untuk menemukan siapa pembunuh Ayahku!"

Aku langsung menatap wajahnya dengan wajah terkejut, tidak percaya dengan apa yang dia katakan tadi. Pembunuh? Apakah Ayahnya dibunuh oleh seseorang.

Memang benar ada adegan di dalam film-film yang menampilkan adegan penyabotasean pada mobil hingga mobil tersebut mengalami kecelakaan, untuk membunuh sang targetnya. Tapi pada kenyataannya, hal tersebut jarang sekali dilakukan, karena hal itu sangat mudah di ketahui oleh polisi, apalagi kalau penyabotaseannya dilakukan di dalam tempat parkir, yang jelas-jelas ada kamera CCTV-nya.

"Apa katamu tadi?"

Aku menanyakan kembali apa yang dia katakan sebelumnya. Untuk memastikan kalau Aku tidak salah dengar.

"Aku ingin meminta bantuanmu, Aku ingin kau membantuku untuk menemukan siapa pembunuh Ayahku!"