webnovel

Detektif yang menyebalkan

Siang hari setelah sekolah, Aku dan Silvi kembali ke tempat kecelakaan Ayah Silvi terjadi, Aku melihat dengan teliti tempat terjadinya kecelakaan dan melihat ke arah mobil yang dikendarai oleh Ayah Silvi datang.

"Tampaknya jalan ini bukan jalan yang berbahaya!"

Komentarku setelah memperhartikan jalan yang dilalui oleh mobil Ayah Silvi, dan Silvi juga mengangguk menyetujui.

"Ya, begitulah. Jarang terjadi kecelakaan di kota ini, bahkan ini adalah kecelakaan pertama yang terjadi di jalan ini!"

Silvi nampaknya juga mengetahui tentang kondisi jalanan ini dan kecelakaan yang terjadi di kota ini.

"Apa karena hal inilah, kau berasumsi kalau Ayahmu dibunuh?"

Kali ini Silvi menggelengkan kepalanya, dan Aku nampak heran melihat reaksi Silvi. Kalau bukan karena ini, Apa yang menjadi alasan Silvi berasumsi kalau Ayahnya dibunuh.

"Aku yakin Ayah dibunuh karena Ayah sangat dibenci oleh teman sekantornya atau ada orang yang sangat iri dengan Ayah dan ingin Ayah menghilang!"

Alasannya sangat kekanankan dan egois, Aku berbalik untuk melihat ke arah dimana mobil Ayah Silvi melaju dan dari sana Aku melihat sebuah mobil melaju ke arah kami, mobil tersebut berhenti tepat di hadapan kami.

Seorang pria muda yang mengenakan mantel keluar dari mobil dan menghampiri kami, lalu diikuti oleh dua orang yang berpakaian seperti polisi.

"Apa yang dilakukan oleh dua murid SMA di sini?"

Dia mengatakannya dengan nada yang mengintimidasi, penampilan dan gaya bicaranya menambah tekanan yang diberikan, belum lagi gaya rambutnya yang acak-acakan, dia malah lebih mirip seorang berandalan dari pada anggota kepolisian.

"Kami hanya sedang menyelidiki kecelakaan yang dialami oleh Ayahnya!"

Kataku sambil melihat ke arah Silvi, lalu pandanganku kuarahkan ke arah matanya, dan kami saling menatap atau lebih tepatnya saling mengintimidasi dengan tatapan kami.

"Itu adalah tugas detektif sepertiku, bukan bocah sepertimu!"

Dia mengatakannya dengan suara mengintimidasinya lagi, dan kali ini dia juga menempelkan jari telunjukannya ke dadaku dan menekannya kuat-kuat.

Aku sama sekali tidak goyah akan intimidasinya, Aku malah membalasnya dengan seringaiku.

"Apa kau yakin kalau kau seorang detektif, kalau dilihat-lihat kau seperti orang tua yang mencoba untuk memeras anak kecil!"

"Kau berani juga, bocah!"

Dia menekan jarinya terus di dadaku, Aku sedikit terdorong karena tekanan darinya, tapi Aku masih bisa berdiri dengan kedua kakiku.

"Sudahlah tuan Detektif, kita tidak harus mengganggu mereka berdua!"

Seorang dari dua orang yang mengikuti 'detektif' di depanku ini mencoba menghentikannya, tapi pria di depanku malah melototi mereka berdua, lalu pandanganya kembali padaku.

Dia mengangkat jarinya dari dadaku. Akhirnya dadaku bisa terbebas dari tekanan yang diberikan olehnya.

"Apa Aku boleh mengetahui namamu, bocah?"

"Ibuku mengajariku untuk tidak memberikan namaku kepada orang asing!"

Dia nampak sedikit terkejut mendengar ucapanku tadi, dia melepaskan mantel yang dikenakannya dan memberikannya kepada dua rekannya di belakang.

Sekarang nampaklah kemeja lengan panjang dan rompi hitam, ditambah dasi bergaris-garisnya.

Dia tampak atletis, tapi hal tersebut tidak menakutiku sama sekali, karena Aku juga cukup percaya diri dengan kemampuanku.

"Kau bisa juga bicara seperti itu, bocah!"

"Aku biasanya memang selalu bicara seperti itu saat Aku bertemu dengan orang asing!"

Aku mengatakannya sambil mengangkat kedua bahuku, Aku tidak berbohong saat mengatakannya tadi, memang itulah yang sering Aku ucapkan jika Aku bertemu dengan orang asing.

"Kalau begitu, kau bisa memanggilku Conan! Sekarang Aku bukan orang asing lagi, benar?"

Apa dia bercanda atau itu memang nama aslinya atau hanya asal sebut saja, apa dia berpikir dia seorang siswa SMA yang tubuhnya mengecil lalu memngenakan kacamata, kemudian secara sembunyi-sembunyi membantu polisi menangkap penjahat.

"Apa kau ingin membuatku tertawa, jelas itu bukan nama aslimu!"

"Aku tidak akan memberikan namaku sembarangan..... Aku tidak ingin namaku ditulis oleh dewa kematian dan meninggal begitu saja, tanpa memecahkan kasus yang sedang Aku tangani!"

Apa sekarang yang dia ocehkan? Aku sama sekali tidak mengerti dengan otaknya.

Tiba-tiba seseorang mengetuk-ngetuk pundakku dengan mengunakan jari telunjuknya dari belakangku, Aku menolehkan kepalaku untuk melihat sang pelaku.

"Ada apa, Silvi?"

Silvi sedikit ragu untuk mengatakannya, jadi Aku sedikit menunggu sampai dia mengatakan apa yang ingin dia katakan.

"Dia adalah detektif yang datang ke rumahku untuk mewawancaraiku tentang kecelakaan Ayahku dan aktivitasnya, tapi dia terus memaksa dan menekanku untuk menjawab semua pertanyaannya!"

Silvi mengataknnya dengan suara yang pelan, tapi Aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

"Bukankah itu namanya mengintrogasi?!"

Aku mengatakanya dengan nada meledek, tapi tampaknya Conan tidak terlalu menanggapi ledekanku, dia malah mengambil rokok dari kotaknya dan menghidupnya, kemudian dia mengembuskan semua asap rokok yang dia hirup ke arahku.

Silvi terbatuk-batuk menghadapi asap rokok yang mengenainya, Aku hanya menutup hidungku karena tak tahan dengan asap yang mengenaiku.

"Apa kalian mau kami antarkan ke rumah kalian? Seharusnya orang tua kalian khawatir dengan keadaan kalian!"

"Kalau kalian bukan penculik yang sedang menyamar, kami akan ikut dengan kalian!"

z

"Dimana rumahmu?"

Setelah mengantarkan Silvi ke rumahnya, Conan menanyai letak rumahku, dia masih saja merokok meskipun yang duduk di sampingnya adalah seorang siswa SMA.

"Ibuku juga mengajariku untuk tidak memberitahukan kepada orang asing dimana letak rumahku!"

"Bukankah kita sekarang sudah menjadi teman, kau sudah mengetahui namaku dan Aku juga sudah mengetahui namamu!"

Conan mengatakannya dengan nada bercanda, jadi dia bisa juga mengunakan nada bercanda, Aku jadi kagum dengannya. Aku memang sudah memberikannya namaku, meskipun hanya samaran.

"Aku sudah banyak memiliki teman yang menyusahkan, jadi Aku tidak ingin memperpanjangnya!"

Aku memang mempunyai sudah mempunyai banyak teman yang menyusahkan, contohnya adalah Gogoh, lalu temannya Gogoh, lalu temannya Gogoh, dan temannya Gogoh, Aku mengatakannya karena Aku tidak mengetahui namanya.

"Kau bisa bencanda juga, Ryu!"

Ryu adalah nama samaran yang Aku berikan kepadanya dan asal kau tahu saja Aku tadi tidak bercanda sama sekali.

"Baiklah, Aku akan serius kali ini!"

Jadi selama ini Kau hanya bercanda saja, termasuk saat kau mengintimidasi Aku dan Silvi.

"Apa kau ingin tahu kenapa Aku mau mengantar kalian berdua?"

"Tidak!"

Aku memang tidak ingin mengetahuinya, Aku ikut bersamanya hanya karena Aku tidak ingin berjalan kaki ke rumah Silvi untuk mengantarnya pulang lalu, Aku juga harus berjalan kaki ke rumah Kate setelah mengantarnya pulang. Karena semua itu menyusahkan, jadi Aku menerima tawarannya.

"Lalu apa alasanmu ikut bersamaku, kalau kau tidak ingin mengetahui alasanku mengajakmu?"

"Aku hanya tidak ingin berjalan kaki saja!"

"Lalu kenapa kau tidak naik kendaraan umum saja?"

"Aku tidak mempunyai uang!"

Conan tampak terkikik dahulu sebelum dia akhirnya tertawa lepas setelah mendengar jawabanku. Bisakah kau hentikan itu, kau sekarang membuatku sangat marah.

Aku memang tak mempunyai uang, karena Aku lupa membawa dompetku yang masih tertinggal di kamarku dan Aku tidak ingin kembali ke rumah itu untuk sementara waktu, dan Aku juga tidak ingin pergi ke ATM untuk mengambil tabunganku yang diberikan oleh orang tua Kate, sebagai bayaran karena sudah mau menemani putri mereka di rumah besar mereka, karena jarak ATM yang jauh.

Bagaimana dengan makan siangku, tentu saja Aku memakan bekal yang telah dibuatkan oleh koki yang dimiliki Kate.

"Kau sangat lucu atau mungkin terlalu jujur! Aku akan tetap menjelaskan alasanku, karena Aku ingin kau berkerja sama dengan kami!"

Setelah dia puas tertawa dia kemudian mengatakan itu, meskipun dia masih cekikikan.

"Aku tidak ingin berkerja sama dengan penjahat!"

"Tenang saja, kami pembela kebenaran, meskipun terkadang cara kami terlihat seperti penjahat!"

"Kalau begitu, kalian memang penjahat!"

Conan tertawa sekali lagi setelah mendengar jawabanku, nampaknya dia sangat menikmati suasana ini, kemana sifat mengitimidasinya yang sebelumnya.

"Kemana Sifat mengintimidasimu yang sebelumnya!"

"Oh, yang tadi. Sudah Aku katakan kalau tadi itu hanya bercanda atau kau masih belum menyadari kalau tadi Aku benar-benar serius mengatakannya!"

Jadi itu memang hanya candaan, tapi sepertinya kau masih bercanda saat ini. Dia memang aneh.

"Bukankah saat ini Kau masih bercanda saja!"

"Itu karena kau terus bercanda, jadi Aku tidak bisa berhenti tertawa! Kau memang orang yang menarik!"

Asal kau tahu saja, Aku sama sekali tidak bercanda tadi.

"Jadi, dimana rumahmu?"

Kali ini Conan menggunakan nada yang sangat serius, nada yang sama saat kami pertama kali bertemu. Apa dia saat ini sedang bercanda atau dia benar-benar serius? Aku rasa yang manapun, Aku harus menjawabnya dengan serius.

"Aku akan menunjukan arahnya, saat Aku bilang berhenti, berhentilah!"

Lalu seorang yang saat ini sedang mengemudi menganggukan kepalanya, lalu dia melajukan mobilnya sedikit lebih cepat dari sebelumnya.

"Aku akan terus terang!"

Terus terang, Apa yang dia maksud dia dengan 'terus terang'? Aku langsung melihat ke arahnya, tapi pandangannya malah mengarah keluar jendela.

"Aku mencurigai Silvia sebagai pembunuh Ayahnya!"

Dia mengatakannya tanpa sedikitpu melihat ke arahku, jadi dia tidak bisa melihat kalau Aku sedang menatapnya dengan tatapan sangat tajam.

"Apa maksudmu?"

Setelah itu dia menolehkan kepalanya ke arahku, dan tampak tenang-tenang saja, meskipun dia sudah melihat ekspresi marahku, dia pasti sudah menduga kalau Aku akan marah jika dia mengatakanya.

"Aku sudah membaca isi diari Ibunya dan Aku sudah mengkonpirmasi kebenarannya sendiri langsung dari mulut Ibunya!"

Kali ini Aku nampak terkejut, dia sudah membacanya. Tidak, seharusnya Aku sudah tahu kalau dia sudah membacanya, bagaimanapun dia pernah pergi ke rumah Silvi dan memeriksa seluruh rumahnya.

"Dari eksperimu, Kau tampaknya juga sudah membacanya! Apa Aku boleh menjelaskan teoriku!"

Aku mengalihkan pandanganku dari wajah menyebalkannya, dan melihat ke depan.

"Di depan belok kiri!"

Dan Aku hanya mengarahkan jalannya mobil, tanpa menjawab pertanyaan Conan.

"Aku akan menganggap itu sebagai jawaban Ya, Aku curiga kalau dia sudah membaca isi diari Ibunya dan mengetahui tentang perceraian mereka, Apa kau pernah memikirkan hal tersebut?"

"Belok kanan!"

Aku tidak menghiraukannya sedikitpun dan hanya memberi intruksi jalan saja kepada orang yang mengemudi.

"Kau sepertinya juga tampaknya pernah memikirkan hal tersebut! Baiklah, akan Aku lanjutkan! Dia kemudian merencanakan pembunuhan Ayahnya atau mungkin juga Ibunya, mungkin saat ini dia sudah merencanakan pembunuhan Ibunya dan sedang menunggu waktu yang tepat!"

"Belok ke kiri, lalu di depan belok kiri lagi!"

Aku tidak merespon sedikitpun perkataan dari Conan dan dia terus saja mengoceh.

"Lalu dia memulai rencana pembunuhannya dengan mengajak mereka pergi ke taman bermain!"

"Di depan belok kiri lagi!"

Aku kali ini menolehkan kepalaku k earah Conan dan menatapnya marah. Aku tidak mengerti dengan yang dibicarakan olehnya.

"Apa yang kau maksud?! Jelas-jelas Ayahnya Silvi meninggal karena kecelakaan mobil, bukan dibunuh di taman bermain!"

Kali ini Conan menaikan alisnya, tanda dia sedikit bingung.

"Apa kau tidak menyadarinya?"

Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan.

"Di depan belok kanan! Apa?"

"Apa kau tidak menyadari kalau dia mengajak orang tuanya pergi ke taman bermain hanya sebagai pengalih perhatian mereka, agar dia bisa menjalankan rencananya!"

Pemikirannya sangat kekanakan, bahkan dia lebih kekanakan dari Gogoh, Apa dia terlalu sering membaca komik detektif atau semacamnya, dia sama sekali tidak masuk akal.

"Pemikiranmu sangat tidak masuk akal, dia mengajak orang tuanya ke taman bermain karena dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya!"

"Pemikiranmu terlalu naif, kau pasti mencurigainya, bukan? Tapi Aku rasa kau lebih mencurgai Ibunya sebagai pembunuhnya!"

Kali ini Aku benar-benar terkejut, bagaimana dia bisa mengetahui hal tersebut? Sepertinya dia bukan detektif gadungan.

"Eksperimu mengatakan 'bagaimana kau bisa mengetahunya?'. Tentu saja Aku mengetahuinya, Silvia adalah temanmu dan Kau pasti tidak ingin memikirkannya sebagai pembunuh Ayahnya sendiri, jadi jika kita menyingkirkan Silvia hanya ada satu nama saja yang mungkin Kau curigai, yaitu Ibunya!"

"Aku bisa saja mencurigai teman sekantor Ayahnya dan bukan Ibunya, lagi pula banyak kemungkinan yang lain!"

Kali ini dia mendengus saat mendengar balasanku. Dia memandangku sejenak, lalu perhartiannya beralih ke depan.

"Apa kau pikir Aku adalah orang bodoh! Aku mengetahui kalau Kau hanya siswa SMA, dan pastinya kau tidak akan mengetahui nama-nama teman sekantor Ayah Silvia, tapi lain ceritanya jika kau adalah teman sekantor Ayahnya!"

"Belok kiri!"

Aku memandang ke arah Conan dan menyeringai, kurasa dia sudah mulai marah, dia cepat berganti suasana hati juga.

"Kalau Aku yang menjadi teman sekantornya, Apa yang akan terjadi?"

"Maka Aku akan menargetkanmu sebagai tersangka utamanya!"

Kali ini seringai yang Aku pasang telah menghilang, kali ini Aku kembali menatapnya dengan tajam.

"Di depan belok kiri, lalu belok kanan. Apa maksudmu tadi?"

Kali ini seringai justru muncul di mulutnya, dia benar-benar menyebalkan.

"Kau orang yang sangat jenius, kau bisa memikirkan rencana dengan cepat, bahkan kau bisa mempermainkan polisi seperti ini.... kau memang orang yang patut diwaspadai, saat kau besar nanti kau pasti bisa menjadi detektif yang hebat atau penipu yang hebat!"

Kali ini Aku setuju dengannya, jadi dia juga menyadari kalau Aku hanya mempermainkan dua orang polisi di depan, atau lebih tepatnya yang sedang mengemudi.

"Maaf, tapi apa maksudmu dengan mempermainkan polisi?"

Tampaknya mereka berdua kebingungan dengan kata-kata Conan tadi, sepertinya mereka tidak menyadarinya sama sekali.

"Apa kalian sebodoh ini! Apa kalian tidak menyadari kalau kalian hanya dibawa berputar-putar olehnya!"

Seakan baru tersadar, mereka berdua saling memandang lalu melihat daerah di sekitarnya dan menghentikan laju mobil.

"Benar!..... dari tadi kita hanya berputar-putar saja!"

Kata seorang polisi yang duduk di samping kursi pengemudi.

"Apa kalian memang sangat bodoh? Atau polisi jaman sekarang memang sebodoh ini? kalian harusnya fokus juga pada suasana dan keadaan di sekitar kalian, bukan hanya pada isi pembicaraan orang lain!"

Conan memarahi mereka karena ketidak sadaran mereka.

"Maaf, kami tadi terlalu fokus dengan pembicaraan kalian!"

Kata polisi yang duduk di kursi pengemudi, lalu dia melajukan kembali mobilnya.

"Jadi, kemana kami harus mengantarmu?.... tapi kali ini tolong jangan mempermainkan kami lagi!"

Dia sekarang malah seperti memohon padaku, Apa harga dirinya serendah itu? Aku harap tidak semua polisi sepertinya.

"Maju ke depan lalu belok kiri dan lurus saja!"

Aku kali ini memberitahukan jalan ke arah rumah Kate.

"Tadi sampai mana pembicaraan kita?"

Conan bertanya kepadaku, tampaknya dia sudah lupa dengan apa yang kita bicarakan sebelumnya, karena sempat mengomeli mereka berdua.

"Kau mencurigaiku!"

Dia menepukan kedua tangannya, sepertinya dia akhirnya mengingat apa yang tadi dia ingin katakan, kemudian dia melanjutkan pembicaraan kami yang tadi sempat tertunda.

"Baiklah kita lanjutkan! Aku sudah menjelaskan semua alasanku mencurigaimu, sekarang Aku akan menjelaskan kenapa Aku mencurigai Silvia!"

Dia membenarkan dasinya yang sempat berantakan tadi, lalu membuang putung rokoknya begitu saja ke jalanan. Kau seharusnya memberikan contoh yang baik, bukannya malah memberikan contoh yang buruk.

"Aku mencurigainya, karena dia terlalu sempurna!"

Ya, Aku setuju denganya, Silvi memang terlalu sempurna, tapi jika dia suah bertemu dengan Kate, dia pasti akan menganggap kalau Kate sebagai wujud dari kesempurnaan itu sendiri, bukan hanya sempurna.

"Dia memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang sangat menarik, bahkan Aku sempat berpikir kalau dia seorang dewi saat pertama kali bertemu dengannya!"

Banyak orang yang mengatakan hal tersebut, mungkin Aku adalah satu-satunya lelaki yang tidak menganggapnya seperti seorang dewi saat pertama kali bertemu dengannya.

"Selain itu, dia juga memiliki otak yang sangat jenius, dia menempati peringkat pertama di sekolahmu, itu artinya dia lebih pintar dibandingkan dirimu!"

Ya, Aku juga setuju dengannya, dia memang lebih pintar dibandingkan diriku kalau soal pelajaran.

"Dia juga memiliki keterampilan yang sangat luar biasa, dia bisa memasak dengan sangat sempurna dan dia juga bisa melukis seperti seorang profesional!"

Silvi bisa melukis, Aku baru mengetahuinya sekarang. Bahkan Kate tidak bisa melukis, dia hanya bisa mengambar sketsa saja, jadi kurasa Silvi bisa mengalahkan Kate di bidang itu juga. Tapi kalau dipikir-pikir kembali, dibandingkan dengan mereka, Aku seperti tidak ada apa-apanya.

"Jadi wajar saja kalau dia bisa membuat sebuah rencana yang sangat sempurna, bahkan bisa membuat pembunuhan seperti sebuah kecelakaan!"

Aku kali ini sangat tidak setuju dengannya, kalau Silvi yang Aku kenal yang melakukannya, Aku sama sekali tidak bisa membayangkannya, Aku tidak bisa membayangkan Silvi yang selalu tersenyum dan menebarkan kegembiraan disekitarnya, mampu membunuh Ayahnya sendiri.

"Aku tidak bisa membanyangkan kalau Silvi yang membunuh Ayahnya!"

Seringai yang ditunjukan oleh Conan semakin melebar.

"Kau tidak bisa menilai buku dari sampulnya!"

Aku melotot ke arah Conan, setelah mendengar ucapannya.

"Kau tidak bisa membaca isi hati seorang manusia, seperti membaca buku!"

Aku mengeratkan tinjuku, bahkan Aku kali ini lebih marah dibandingkan saat Ibu tiriku menceritakan perasaannya yang sebenarnya.

"Dia mungkin terlihat seperti gadis yang baik-baik di luar, tapi kau tidak bisa mengetahui apa yang dirasakan, dipikirkan, ataupun... yang sedang dia rencanakan!"

"APA YANG KAU KETAHUI TENTANGNYAAAA!!!!"

Aku mengenggam kerah dari Conan, dan berteriak tepat di wajahnnya.

Mobil berhenti melaju dan kedua polisi yang duduk di depan segera memegangi tubuhku, mencoba untuk menghentikanku dari memukulnya.

"Tenanglah Ryu, maafkanlah dia! Dia memang seperti itu!"

"Ya, dia sebetulnya adalah pria yang baik!"

Baik apanya?! Memangnya ada pria baik yang mengatakan kalau gadis yang baik hati sebagai seorang pembunuh.

"Apa kau mengetahui kenapa Aku menjadi detektif?"

"APA!? KATAKAN SAJA!"

Aku masih menggenggam kerahnya dan membuat pakaiannya berantakan.

"Aku menjadi detektif karena Aku ingin mengungkapkan kejahatan seseorang, Aku akan mengungkap kegelapan dari hati seseorang dan Aku....."

Aku makin melototinya dan mencoba memukulnya, tapi kedua polisi tersebut menghalangiku.

"Aku akan mengungkapkan kejahatan hati dari seorang Silvia Antoni!"

"Kau hanyalah seorang penjahat!!!"

Aku melepaskan tanganku dari kerahnya dan melepaskan keempat tangan yang sedang menahanku.

"Aku turun di sini!"

Aku kemudian membuka pintu dan keluar dari mobil.

"Kau adalah detektif paling menyebalkan yang pernah Aku temui seumur hidupku!"

Sebelum Aku menutup pintu, Aku mengatakannya dengan suara yang cukup kuat untuk didengar olehnya.

Aku berbalik dan meningalkan mobil tersebut, tapi sebelum Aku menghilang di sebuah belokan, Aku sempat merilik mobil tersebut yang sekarang sudah melaju kembali.

Dia benar-benar menyebalkan, bahkan jauh lebih menyebalkan dari pada Gogoh.

z

Setelah sampai di rumah Kate, Aku langsung menghempaskan tubuhku di atas Sofa ruang tamu, Aku membenamkan kepalaku ke dalam bantal, Aku sangat kesal dengan perkataan yang diucapkan detektif gadungan itu.

Kate tampak heran memandangku. Kenapa Aku terlihat sangat kesal, mungkin itu adalah pertanyaan dalam pikirannya. Dia kemudian duduk di kursi di samping sofa yang sedang Aku tiduri.

"Apa lagi yang terjadi padamu?"

"Aku bertemu dengan orang yang jauh lebih menyebalkan dari Gogoh!"

"Lebih menyebalkan dari Gogoh? Seperti apa orangnya?"

"Dia adalah orang aneh yang bahkan wajahnya tidak ingin Aku ingat!"

Bahkan saat mengingat wajahnya, Aku langsung ingin menghajar wajahnya dan membuat wajahnya berubah bentuk.

"Oh ya, tadi Silvi meneleponku, karena saat dia mencoba meneleponmu teleponnya tidak angkat.... dia menanyakan apakah kau baik-baik saja?.... sepertinya ini ada hubungannya dengan orang yang membuatmu kesal!"

Tampaknya Silvi juga mengkhawatirkanku, Aku yakin Silvi pasti sangat tertekan saat diintrogasi olehnya.

"Sebaiknya kau meneleponnya, Aku takut dia masih khawatir!"

Aku mengadahkan tanganku ke arah Kate berada.

"Apa! Kenapa kau menengadahkan tanganmu ke arahku!"

"Hand phone-ku tertinggal di kamarku, jadi tolong pinjam punyamu!"

Aku bisa melihat wajah Kate yang berkedut dari sudut mataku, tampaknya dia kesal denganku.

"Kau menyedihkan, bisa-bisanya kau melupakan hand phone-mu sendiri!"

"Saat itu Aku sedang kesal, jadi Aku hanya mengambil buku, baju seragam, baju ganti dan kunci motorku saja!"

Ya, mau bagaimana lagi, saat itu pikiranku kacau, Aku benar-benar tidak memikirkan Handphone dan dompetku, bahkan jika diingat-ingat kartu ATM-ku ada di dompet, jadi Aku tidak bisa mengambil uangku, Aku benar-benar sial.

"Aku akan meminjamkan hand phone-ku untuk kali ini saja, karena Aku takut Silvi terlalu mengkhawatirkan dirimu dan menyalahkan dirinya!"

Kate menyerahkan smart phonenya kepadaku, Aku langsung mencari kontak Silvi, dan menghubunginya.

"Hallo, Kate! Apakah Kazuki baik-baik saja?"

Silvi tampak dengan jelas khawatir dari nada bicaranya, sepertinya dia benar-benar khawatir denganku.

"Aku baik-baik saja, Aku hanya kesal saja dengan sikapnya yang menyebalkan!"

"Kazuki? Apa itu kau? Apa kau baik-baik saja?"

Kelihatannya dia kaget saat mendengar suaraku yang sedang meneleponya.

"Sudah Aku katakan tadi, Aku baik-baik saja!"

"Begitukah, tapi Aku tadi tidak bisa menghubungimu... memangnya ada apa?"

"Hand phone-ku tertinggal di kamarku, jadi Aku meminjam hand phone Kate!"

Aku melihat Kate dari sudut mataku, dia tidak mengatakan apa-apa, tapi Aku bisa merasakan dari pandangan matanya, kalau dia melihatku seperti mahluk tidak berguna. Bisakah kau tidak memandangku seperti itu.

"Begitu ya, pantas saja nama yang tadi muncul di hand phone-ku adalah nama Kate!"

"Ya, begitulah!"

Aku duduk dari posisi tengkurapku, dan memiringkan kepalaku ke kiri dan ke kanan, untuk perengangan.

"Kalau tidak ada apa-apa lagi, Aku akan menutup teleponnya!"

"Aku hanya ingin tahu saja, Apa yang dia katakan padamu sampai membuatmu kesal?"

Dia akhirnya menanyakan hal itu, Aku rasa lebih baik Aku tidak mengatakannya dulu kepada Silvi.

"Aku tidak mau mengingat kata-katanya lagi, jadi sudah ya!"

Kemudian Aku menutup teleponku dan menyerahkannya kembali Smart phone Kate kepada pemiliknya.

"Kau lebih baik pulang dan mengambil hand phone-mu, akan menyusahkan kalau Aku tidak bisa menghubungimu di situasi gawat!"

"Aku tidak mau kembali ke rumah itu, kalau kau mau, kau saja yang mengambilnya untukku!"

Setelah Aku mengatakan itu, Kate langsung menatapku sinis.

"Untuk apa Aku mengambilnya untukmu!? Kau benar-benar pengecut, kembali ke rumahmu sendiri saja tidak mau!"

"Kalau kau tidak mau mengambilnya, kau bisa membelikanku sebuah smart phone yang sama dengan milikmu itu!"

Aku mengatakannya sambil menunjuk ke arah smart phone yang masih ada digenggamannya Kate.

"Kenapa Aku harus membelikannya? Bukankah kau bisa membelinya dengan uangmu sendiri? Bukankah Ayahku sudah mengirimkanmu uang untuk membayar usaha bermalas-malasanmu di rumah ini!?"

"Aku meninggalkan dompet dan kartu ATM-ku di kamarku!"

Setelah Aku mengatakannya, Kate memijit pelipisnya, dan bergumam dengan suara yang cukup untuk didengar olehku.

"Kau benar-benar pecundang!"

"Maaf, kalau Aku memang pecundang!"

Aku mengatakannya sambil menurunkan bahuku, Aku juga merasa diriku seperti pecundang di situasi seperti ini.

"Baiklah, Aku akan membelikannya, asalkan kau mau memakai... baju perempuan yang Aku belikan untukmu!!"

Apa tadi! Jadi, dia masih menyimpannya, dia benar-benar mau memaksaku memakainya rupannya.

"Huh!?... yang benar saja, kenapa Aku harus memakai baju perempuan!?"

Aku melototi Kate, kenapa dia harus becanda disituasi seperti ini, suasana hatiku semakin memburuk, tahu.

"Kalau kau tidak mau memakainya juga tidak apa-apa! Kalau begitu Aku tidak usah membelikanmu smart phone!"

"Tidak apa-apa!"

Aku lebih memilih tidak dibelikan apa-apa olehnya, dibandingkan harus memakai baju perempuan.

"Aku juga tidak akan memberikanmu makan!"

Perhartianku langsung tertuju pada kalimatnya tadi, dia tidak akan memberiku makan, kau mengatakannya seolah-olah Aku seekor binatang.

"Memberiku makan, kau mengatakannya seolah-olah Aku binatang peliharaanmu saja!... tak apa, Aku masih bisa memasak di dapurmu!"

Kali ini Aku bisa melihat seringai di bibir Kate semakin melebar, sialan apa yang dia rencankan sebenarnya.

"Aku juga tidak akan mengizinkanmu tidur di rumah ini!"

Apa tadi yang dikatakannya?! Apa dia ingin mengusirku?! Aku bisa saja menginap di penginapan, tapi masalahnya dompetku ketinggalan, jadi Aku tidak bisa menginap di sana.

"Apa kau begitu teganya kepada teman dari kecilmu ini?!"

"Aku tidak peduli!"

Dia mengatakannya acuh tak acuh sambil mengangkat kedua tangannya di belakang kepalanya, dia benar-benar seperti iblis saja.

"Bukankah Aku selalu menjagamu sedari kecil dan selalu mau memainkan permainanmu, bahkan Aku juga mau mengabulkan berbagai permintaanmu!"

Kali ini Kate memandang wajahku dengan ekspresi bosan.

"Aku juga berkali-kali menolongmu, apa kau masih ingat saat kita masih SD? Akulah yang selalu membelikanmu makanan saat kau kehilangan uangmu!"

Ya, Aku masih mengingatnya, Aku sering melupakan dimana Aku menyimpan uangku, jadi Katelah yang selalu membelikanku makanan atau membagikan setengah bekal makanannya kepadaku, Aku sangat berterima kasih padanya waktu itu.

"Lalu saat kau kehabisan uang untuk membeli sepatu baru, tapi kau tidak berani meminta uang kepada Ibumu, Akulah yang membelikannya untukmu!"

Ya, Aku juga masih ingat dengan hal itu, waktu itu Aku melihat sebuah sepatu yang menarik perhartianku, tapi Aku tidak punya uang dan Aku juga tidak berani meminta Ibuku membelikannya, jadi Aku meminta pada Kate untuk membelikannya, dan Aku sekali lagi sangat berterima kasih padanya.

"Dan ingat saat kita berdua pergi ke taman bermain saat SMP, kau kehilangan tiketmu dan Aku harus membelikanmu tiket.... karena kau juga melupakan dompetmu, Aku juga yang membelikanmu makanan saat itu!"

Aku juga menginat hal itu, Aku pergi bersama teman-temanku untuk merayakan kelulusan kami, meskipun Aku sekarang telah melupakan nama dan wajah mereka. Saat itu Aku sangat terburu-buru, jadi Aku melupakan dompetku, dan sialnya Aku juga menjatuhkan tiket yang diberikan oleh temanku yang wajahnya sudah kulupakan saat di perjalanan.

"Lalu saat ka-"

"AKU MINTA MAAF! Tolong jangan kau ungkit-ungkit lagi!"

Kate menghentikan gerakan mulutnya yang ingin mengatakan lagi pertolongan yang diberikan Kate kepadaku, setiap kali Kate mengatakannya entah mengapa Aku merasa semakin tidak berguna.

"Kalau begitu, bersujudlah di hadapanku dan memohon maaf!"

Aku sekali lagi melotot ke arahnya. Kenapa Aku harus besujud dan memohon maaf kepadanya, dia benar-benar ingin mempermainkanku.

"Kate, Aku tidak ingin bercanda lagi, jadi tolong jangan suruh Aku bersujud! Kalau kau serius mengatakannya, Aku lebih baik pergi dari sini!"

Kate nampak terkejut mendengar nada suaraku yang terdengar marah, Aku sekarang benar-benar tidak ingin bercanda, Aku tidak akan bersujud di depan siapapun.

"Baiklah, Aku hanya bercanda soal itu, Aku juga tidak benar-benar ingin mengusirmu! Nanti Aku akan menyuruh seseorang mengambil hand phone dan dompetmu!"

Kate merubah nada suaranya yang tadi sedikit keras dan memaksa, menjadi lembut.

"Terima kasih!"

Aku mengatakannya dengan suara pelan, yang mungkin tidak didengar oleh Kate.

".... Tidak masalah..."

Aku seperti mendengar Kate mengatakan "tidak masalah." Tapi saat Aku melihat ke arahnya, dia sudah pergi menemui seorang pelayan, yang kemungkinan adalah orang yang akan mengambil hand phone dan dompetku.

Aku mengacak rambutku frustasi, lalu berdiri dan meninggalkan ruang tamu. Sepertinya Aku harus berterima kasih lagi kepadanya.