Kamu adalah salah satu dari sekian juta rasa yang maya – Salsabila Putri.
***
"Gue nggak tahu kenapa lo tiba-tiba perhatian sama gue. Kita kenal aja belum lama. Saling kenal-mengenal bahkan belum pernah kalau kita nggak satu kelas. Sebenarnya... lo itu siapa?"
Andra tersenyum. Pandangannya jatuh ke bawah. Pikirannya berkelana entah sampai dimana. Yang pasti, ia cukup tersentak dengan pertanyaan Salsa.
"Gue bukan siapa-siapa. Bahkan nggak penting buat diingat kalo gue pernah hidup di dunia ini. Jadi, anggap aja gue manusia yang nggak pernah ada."
Dahi Salsa berkerut tajam. Tak mengerti apa maksud dari ucapan Andra barusan.
"Lo itu ada. Kalo nggak ada, kenapa sekarang gue bisa lihat lo coba?"
"Karena lo punya mata."
Salsa tertawa pelan. "Ya jelaslah. Gimana sih?"
"Itu artinya lo masih bisa merasakan apa yang dikasih sama Tuhan. Mata adalah jendela dunia. Lo punya dunia karena lo punya mata. Dunia bakal indah kalo lo bisa manfaatin mata. Dengan cara tataplah apa yang benar dan tutuplah yang salah."
"Gue...." Salsa kebingungan harus mengatakan apa.
Andra terbahak melihat wajah bodoh Salsa. Lantas ia mengacak rambut Salsa gemas.
"Gue ngomong kayak gini nggak bermaksud nyuruh lo ninggalin dunia lo yang dulu. Tapi yang gue mau lo bisa merubah cara pandang lo, Sal. Lo udah gede dan sebentar lagi dewasa. Apa salahnya coba mencari kehidupan lo sendiri?"
"Sekuat apapun gue mencoba merubah cara pandang gue yang menurut lo itu salah, tetep aja, Ndra, ini hidup gue. Kayaknya nggak perlu deh gue mencari tahu tentang apa itu kehidupan. Karena... gue aja udah hidup."
"Emang lo udah tahu tujuan hidup lo itu apa?" tanya Andra mulai mendesak Salsa yang masih bersikukuh dengan gagasannya.
"Mencintai. Tujuan hidup gue adalah mencintai mereka yang udah bikin gue bertahan sampai sekarang. Tanpa mencintai, mungkin gue nggak ada disamping lo sekarang."
"Kalau hanya cinta bisa bikin lo bahagia, lalu apa artinya kehidupan yang isinya selalu lebih dari sekadar kata cinta? Ingat, Sal. Kadang mereka, manusia, menyalahgunakan cinta untuk keuntungannya sendiri dengan mengorbankan perasaan orang lain. Lo nggak rugi?"
"Selagi mereka bahagia karena saling mencintai, gue rasa semuanya pasti baik-baik aja. Nggak ada kata rugi untuk rasa cinta."
Andra mendengus. Sudah ia duga, Salsa tipe manusia yang kaku, sulit diubah kalau dirinya saja belum mau untuk diubah. Meskipun percuma, namun Andra yakin sedikit demi sedikit Salsa pasti akan merubah dirinya dan mau merubah cara pandangnya.
"Lo bener-bener yakin ya sama yang namanya cinta. Kayak nggak ada perasaan takut bakal dirugikan."
Salsa mendekatkan wajahnya ke wajah Andra. Mengulas senyum tipis, "Gue nggak akan rugi kalau gue cintanya sama lo, Ndra."
Seketika tubuh Andra menegang. Bahkan untuk sekadar menggerakan matanya saja sangat susah. Matanya terus menyorot ke dalam iris sepekat malam didepannya itu.
Salsa mencintai Andra? Benarkah?
***
Andra terlentang diatas lapangan yang digunakan ketiga temannya bermain basket. Matanya tertutup rapat. Menikmati kedamaian yang hanya bisa didapatkannya saat bel pulang sekolah dibunyikan. Sekolah yang seluas ini hanya menjadi miliknya, menjadi tempat ia mencari ketenangan.
Hanya suara bola dipantulkan yang memenuhi gendang telinga. Hingga saat bola itu menggelinding mengenai pipi, Andra langsung bangkit. Menatap datar ketiga temannya yang hanya memasang watadosnya.
"Lo kenapa sih, Ndra? Kayak lagi ada masalah berat." tanya Dimas yang kini ikut duduk disebelah Andra diikuti Bagas dan Rafli.
"Dendam sama lo, Dim." sahut Rafli yang langsung mendapat anggukan dari Bagas.
Dimas menaikan sebelah alis. Lalu menatap Andra horor. "Lo dendam sama gue? Demi dua buff, salah apa gue sama lo, bro?" tanyanya memasang wajah terluka.
Andra yang risih dengan sikap berlebihannya Dimas langsung melayangkan jitakan mautnya tepat di dahi cowok itu.
"Dapet buff aja bangga. Gue aja yang dapet turtle biasa aja. Ya nggak, Gas?" ujar Andra sambik melirik Bagas jahil.
Merasa tersindir, Bagas hanya cengengesan. Ia menyembunyikan wajahnya dibelakang bahu Rafli yang lebar. Rafli memelototi Bagas. Merasa risih didekati cowok seperti Bagas.
Tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan Andra sampai membuat cowok itu kembali diam. Bagi Andra, diam adalah cara ampuh untuk menyelesaikan masalah. Karena diam, ia bisa memikirkan bagaimana caranya memecahkan sebuah masalah.
"Gue nggak akan rugi kalau gue cintanya sama lo, Ndra."
Entah kenapa kalimat itu terus terlintas dipikirannya. Sedari tadi ia tidak bisa melupakan kalimat itu. Sekadar kalimat yang mampu meluluhlantahkan segenap jiwa raga.
"Kalau ada masalah cerita sama kita, Ndra. Jangan dipendem sendiri, ntar jadi penyakit." ujar Dimas, menepuk bahu Andra bersahabat.
Andra menjauhkan tangan Dimas yang masih menempel di bahunya. Kepalanya menggeleng lemah. Kalau sudah begini, Dimas tahu persis kalau Andra sedang tidak ingin diganggu.
"Gue pulang dulu, ya. Keep calm, bro. I'm fine."
Setelah mengatakan itu, Andra melangkah menjauhi ketiga temannya. Dimas terus menatap kepergian Andra. Hingga ia berhenti saat Bagas dan Rafli menyadarkannya untuk kembali bermain basket.
Bersambung...