webnovel

Eps. 2 Mahasiswa Baru

Pagi hari di Universitas Cambridge, kampus Jurusan Fisika.

Beberapa bangku di belakang terlihat sudah terisi penuh hingga ke bagian tengah misalkan bangku bagian depan yang masih kosong.

Pagi yang mendung dan sedikit gerimis membuat beberapa mahasiswa datang terlambat kelas.

"Tiga menit lagi aku terlambat." gumam seorang gadis yang berlari di koridor mengenakan mantel basah juga sepatu boots coklatnya.

"Untung saja aku datang tepat waktu." gumamnya lagi berhenti di depan sebuah kelas.

Gadis berambut panjang yang di kuncir dua berkacamata itu segera melepas mantannya yang basah lalu menggantungnya di luar kelas, di dekat lokernya.

"Semua kursi penuh." gumamnya saat masuk menatap ke kursi bagian belakang.

"Jenia, kau duduk di depan saja. Tempat mu di depan bukan di belakang." ucap seorang pria tiba-tiba.

Tak menjawab, gadis itu pun lalu duduk di kursi depan yang berhadapan dengan meja dosen.

"Tac-tac."

Tiga detik berikutnya terdengar suara heels menyapu lantai dengan ketukan yang cepat.

"Miss Stacy ?" gumam lirih mahasiswa lain yang ada di kelas saat melihat dosen mereka datang.

"Untung saja, aku sudah duduk. Jika tidak pasti aku akan mendapatkan hukuman." batin Jenia menarik nafas kasar.

Gadis berusia 22 tahun itu lalu menaruh tas yang di bawanya ke meja. Jenia Gaudhyta, gadis polos dan lugu yang lebih sering menghabiskan waktunya dengan membaca buku itu beberapa kali pernah datang terlambat ke kampus.

Dan tentu saja jika terlambat tidak hanya dirinya namun semua aturan ini berlaku untuk semua mahasiswa di sana, akan mendapatkan hukuman.

Hukumannya bukan hukuman fisik yang mudah melainkan mengumpulkan penelitian fisika yang tentu saja membutuhkan banyak tenaga dan waktu untuk berpikir.

"Tok-tok." Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kelas.

"Masuklah." ucap Miss Stacy melempar pandangan ke arah pintu kelas yang terbuka diikuti semua mahasiswa yang mengadakan pandangannya ke pintu.

Seorang pria masuk kemudian berdiri di samping Miss Stacy.

"Minta perhatiannya sebentar, kalian semua mendapatkan teman mahasiswa baru.

Erlan perkenalkan dirimu." ucap dosen wanita killer itu kini beralih menatap mahasiswa baru di sampingnya.

Pria tadi kemudian maju dua langkah ke depan.

"Halo semuanya perkenalkan aku Erlan Fulton dari Soho. Senang berkenalan dengan kalian dan mohon bantuannya." ucap pria itu memperkenalkan dirinya dengan singkat.

Para mahasiswi di sana semuanya terlihat terpana melihat mahasiswa baru yang datang kali ini.

Bagaimana tidak terpana jika mahasiswa itu tak hanya tinggi namun juga tampan, nyaris sempurna dengan rambut hitam pekatnya yang kontras dengan kulit putihnya yang menambah kesan maskulin terpancar semakin jelas.

"Dia benar-benar tampan." batin Jenia yang juga mengagumi pria itu sama seperti gadis lainnya.

"Baiklah, silahkan duduk Erlan karena pelajaran sebentar lagi akan kita mulai." ucap Miss Scarlet tak mau berlama-lama untuk sesi perkenalan.

Erlan mengangguk dan segera mencari kursi kosong.

"Erlan, duduklah disini bersama ku." orang mahasiswi yang duduk di belakang menawarkan kursi kosong di sebelahnya, setelah meminta teman pria yang duduk di sana pindah ke kursi lain.

"Hey Erlan, jangan di sana. Di sini saja." seorang mahasiswi lain di sisi timur menawarkan kursi kosong.

Erlan diam tak menjawab lalu ia melihat kursi depan kosong satu, kursi di sebelah Jenia yang memang kosong sejak awal.

Jenia sendiri hanya diam saja tak berani menawarkan kursi untuk pria itu. Bukannya tak mau menawarkan, tapi dia malu menawarkan.

"Maaf, bolehkah aku duduk di sini ?" ucap Erlan berhenti di bangku Jenia.

Jenia terkejut seketika, "Y-ya tentu saja kau boleh duduk di sini." jawabnya gugup.

"Kenapa dia malah memilih duduk bersama Jenia ?" ucap para mahasiswi yang kecewa ternyata pria itu tak berminat duduk bersama mereka.

Entahlah Erlan sendiri tak pernah duduk bersama mereka karena menurutnya mereka sedikit agresif, berbeda dengan Jenia yang tampak tenang dan kalem.

"Permisi." ucap Erlan kemudian segera duduk di samping Jenia.

Jenia sendiri hanya mengangguk pelan sembari tersipu.

Pelajaran pun kemudian segera dimulai dan tak ada waktu baginya untuk terus menatap pria yang duduk di sampingnya.

"Apakah seperti ini rasanya duduk bersama pria tampan seperti dia ?" batin Jenia sesekali menatap Erlan dengan hati yang berdebar tanpa sebab juga tak menentu meskipun hanya menatapnya saja tak bicara padanya.

Satu minggu berlalu dan dalam waktu sesingkat itu Erlan Fulton berhasil menjadi idola di tengah para wanita di kampus tersebut. Tak hanya tenar di kelasnya saja tapi sampai ke seluruh isi kampus.

"Erlan, apakah kau mau menjadi kekasih ku ?" ucap seorang gadis di sebuah lorong.

"Maaf, aku tidak bisa bersamamu. Aku tidak cukup baik untukmu." jawabnya menolak tegas.

Jenia saat itu tak sengaja keluar dari toilet melihat hal itu meski tak bisa mendengar dengan jelas percakapan mereka.

"Jadi gadis dari jurusan seni itu juga menyukai Erlan ? Sepertinya tak akan ada tempat di hatinya untuk ku." gumam Jenia.

Ia pun kemudian berlalu dari sana dengan perasaan tak menentu karena sejujurnya ia mulai tertarik pada pria itu pada detik pertama saat melihatnya.

Erlan kemudian menatap kepergian gadis yang barusan menyatakan perasaan cinta padanya dengan tatapan aneh. Mata yang berkilat dan tajam seperti pisau yang akan mengiris sesuatu juga tersenyum miring.