webnovel

Arah Hati

Alan dibuat kalang kabut sendiri karena diminta untuk pulang ke Surabaya bersama Salsabila. Alan tahu kalau permintaan bundanya itu untuk pulang ke Surabaya, tidak lain dan tidak bukan karena permintaannya untuk segera mendapatkan cucu darinya. Hal yang mungkin akan membuat Salsabila akan kepikiran lagi. Tetapi semakin Alan mengabaikan, semakin bersikeras pula bundanya untuk memintanya segera pulang ke Surabaya. Alan benar-benar dilema akan hal ini.

"Mau menyiapkan apalagi, Lan?" tanya bundanya begitu Alan mengangkat telepon yang sejak tadi berdering. "Uang banyak, rumah banyak. Tinggal kamu lebih sering mesra-mesraan saja dengan Salsabila agar cepat jadi," lanjut bundanya terdengar ambigu di akhir kalimat.

Alan bahkan sempat kehilangan kata-kata mendengar tuntutan bundanya yang terdengar tidak ingin mendengar kata penolakan.

"Please, Bunda, kasihan Salsa. Bunda jangan tekan dia lagi, ya. Alan janji akan sebisa mungkin lebih sering menghabiskan waktu dengan Salsa. Hanya saja Bunda jangan meneka—"

"Sering berdua tetapi tidak melakukan apa-apa ya sama saja bohong, akan sia-sia juga. Begini saja, setelah acara pameran tahunan perusahaan selesai, kamu ajak Salsabila pulang ke Surabaya. Kalian berdua harus sering-sering liburan, dan rumah kita di sini bisa menjadi estimasi yang tepat."

Alan sebelumnya memang tidak begitu suka pulang ke Surabaya. Pulang ke Surabaya berarti melempar diri ke kubangan pertanyaan seputar pernikahan mereka setiap detiknya. Dan itu berarti menuntut Alan dan Salsabila untuk membohongi kedua orang tuanya.

Sungguh melelahkan untuk berpura-pura sebagai suami istri yang normal di depan orang tua Alan. Malah sekarang kegiatan pulang ke Surabaya akan dilatarbelakangi modus untuk diawasi dan didikte soal punya anak.

Ya, meskipun bundanya tidak mengatakan terus terang, tetapi Alan tahu mereka akan dicuci otaknya mengenai pentingnya punya anak, apalagi kalau pernikahan sudah menginjak tiga tahun.

Ini bahkan sudah pesan ketiga Alan terima hari ini yang isinya perintah bundanya agar mengingatkan Salsabila soal rencana kepulangannya ke Surabaya. Sayangnya, Alan belum mengatakan apa pun pada Salsabila. Alan sengaja melakukannya karena mengira bundanya akan melupakan ide itu. Nyatanya Alan lupa, bundanya itu punya ingatan yang masih terlalu bagus. Dan apa pun yang direncanakan harus terlaksana juga.

Sekarang Alan jadi dilema sendiri, enggan mengatakan rencana itu pada Salsabila. Hubungan Alan dan Salsabila sedang tidak begitu bagus. Akhir-akhir ini Salsabila sedikit sukar untuk dimengerti dan suka sekali mendebat perkataan Alan. Entah apa penyebab pastinya seorang Salsabila menjadi seperti itu. Mungkin karena marah soal Natasha … atau tentang malam di mana ia pulang mabuk dan berlaku kasar kepada wanita itu. Atau sesuatu yang Alan paling benci menduganya, yaitu karena kehadiran Rangga. Soal hubungan Salsabila dan Rangga, Alan sempat mencari informasi ke Alexa. Itu karena Dimas mengatakan, Alexa juga mengenal Rangga.

"Aku tidak begitu dekat dengannya, Mas. Kami hanya sempat berkolaborasi untuk beberapa job. Jadi kalau dibilang teman, bisa iya, bisa juga tidak," ujar Alexa waktu itu saat Alan menanyai tentang circle perkenalannya.

Alan hanya mengangguk kecil, kemudian kembali berujar, "Pria itu apakah dekat dengan Salsabila?"

Alexa terdiam dan mengamati wajah Alan sesaat. "Entahlah. Hanya saja aku melihat beberapa kali mereka mengobrol terlalu akrab. Bahkan aku dengar Rangga yang menolong Salsabila keluar dari pesta Pak Dewa setelah penyerangan Natasha."

"Mengobrol cukup akrab itu yang bagaimana?" tanya Alan dengan nada mulai tidak suka.

Alexa tergelak pelan. "Kamu sedang cemburu, Mas? Ini yang membuat kamu uring-uringan akhir-akhir ini? Astaga … kamu tidak bisa marah ke Salsabila dan melampiaskannya ke kantorku. Hebat sekali ya, Anda."

"Aku tidak cemburu!" elak Alan, tidak terima dituduh seperti itu oleh adiknya.

"Tidak cemburu tetapi menanyakan semua hal soal pria yang mengobrol akrab dengan Salsabila," goda Alexa kembali.

Alan mendengkus dan menepuk bantalan sofa.

Alexa kembali melanjutkan perkataannya, "Ya, setidaknya meskipun lambat, cupid sepertinya sudah bekerja dengan baik. Akhirnya setelah tiga tahun kamu bisa merasakan perasaan hangat pada Salsabila."

Mata Alan mendelik ke arah Alexa yang tergelak puas. Alan kehilangan kata-kata ditembaki rentetan-rentetan kalimat menggoda dari Alexa. Apa benar hatinya sudah terbuka untuk Salsabila?

"Aku hanya merasa bersalah soal Natasha, Al. Hanya saja jadi kebablasan seperti ini." Alan mencoba membela diri, agar Alexa tidak kembali melanjutkan godaannya.

"Kamu tahu benar Salsabila tidak butuh rasa bersalahmu, Mas. Kita sama-sama tahu bagaimana dia bereaksi saat kamu mengatakan rasa bersalahmu itu. Aku yakin Salsa tidak akan peduli. Salsa sudah terlatih mengetahui kamu punya seorang kekasih diluar sa—"

"Hentikan menghakimiku, Al. Akhir-akhir ini aku memang masih berhubungan dengan Meira. Tetapi beberapa hari ini juga hubungan kami telah putus. Jadi, sekarang aku benar-benar kembali menjadi seorang suami bagi Salsabila."

Alexa memang mengetahui hubungannya dengan Meira. Adiknya juga itu mengetahui kalau bahkan setelah pemberkatan sumpah pernikahan dengan Salsabila, Alan masih berhubungan dengan Meira. Tetapi itu tidak bisa dijadikan alasan, kedua wanita dalam hidupnya itu terus mengatainya hidung belang. Padahal Meira sudah benar-benar mengakhiri hubungan dengannya.

"Aku berbicara sebagai sahabat Salsa, Mas. Aku tahu betul kamu menyelingkuhi Salsabila dan masih berhubungan dengan wanita itu. Ingat ya Mas, wanita itu egois soal hubungan. Satu untuk satu. Tidak ada ceritanya berbagi pria atau satu untuk dua."

"Aku sudah mencoba menjelaskan padanya. Hanya saja akhirnya makin buruk. Aku mulai menyesal terbuka padanya," ujar Alan lagi.

Alexa beranjak dari kursinya dan pindah ke sofa di samping Alan. "Sebenarnya bagaimana perasaanmu pada Salsa, Mas?"

Reflek Alan bekerja dengan baik, pria itu langsung menoleh ke arah Alexa. Alan tidak tahu harus menanggapi dengan apa pertanyaan Alexa itu karena Alan pun masih ragu, jadi diam adalah pilihan yang tepat.

"Kalau kamu mau mengatakan rasa bersalah, aku rasa sudah cukup. Salsa tidak membutuhkannya. Tetapi kalau kamu bilang kamu ingin Salsa menjadi milikmu, dalam arti seutuh dan sebenarnya, maka aku akan membantumu."

Alan masih terdiam dan itu membuat kesabaran Alexa habis. Wanita itu kemudian menepuk pundak Alan ringan.

"Pikirkan baik-baik, Mas. Memang mencerna perasaan sendiri butuh waktu, Mas. Kirimkan aku sinyal secepatnya kalau sudah clear ya, Mas."

Setelah mengatakan kalimat penyemangat itu, Alexa kemudian keluar dari ruangannya karena akan ada meeting yang harus dihadirinya dan meninggalkan Alan terpaku sendiri di dalam ruangan Alexa.

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang mencokol di dalam kepala Alan. Perkataan Alexa banyak mempengaruhinya. Apakah ia harus membuka hati untuk Salsabila setelah tiga tahun mereka hidup layaknya hanya teman serumah saja?

Tetapi bagaimana dengan perasaannya pada Meira? Bukankah wanita itu memang memintanya untuk mulai menerima Salsabila. Rasanya sukar sekali, begitu sulit menggantikan Meira di dalam hatinya menjadi Salsabila.

Oh God! Kenapa sulit sekali menentukan arah hati.