webnovel

21. Pacaran

Kejadian yang tadi sudah terjadi antara Ilham dan Hany di depan kelas perhotelan dengan cepat sudah diketahui oleh satu sekolah. Terlalu cepat sampai Ilham bingung mendapat tatapan iri dari sebagian besar siswa yang berada di kantin.

"Gue nggak nyangka lo punya mantan secantik itu, Il."

Setelah duduk di meja yang sama dengan Reno yang sedang sendirian, Ilham mengernyit bingung. Mantan? "Maksudnya Hany?"

Reno mengangguk, "Dia sekarang dapat julukan 'mantan Ilham'."

Kok mantan? Kan Ilham menolak Hany tanpa melakukan proses pacaran terlebih dahulu, "Dia bukan mantan gue."

"Iya, bukan, terserah lo deh. Tapi gue tetap terkejut karena ternyata lo punya teman cewek semacam itu, bahkan dia juga sampai berani nembak lo."

Ilham juga terkejut dengan aksi nekat yang dilakukan Hany. Dia tidak menyangka teman masa kecilnya itu mengajak pacaran dengan cara memaksa, "Dia dulu nggak begitu. Dan gara-gara kedatangan Hany, hubungan gue sama Ana jadi rumit begini."

"Rumit?"

"Saat baru ketemu, Hany langsung peluk dan ngaku sebagai pacar gue. Karena nggak mau Ana salah paham, gue akhirnya bilang suka sama dia."

Reno tersenyum puas, "Jadi akhirnya lo terbebas dari friendzone juga? Kalian sekarang udah jadian dong?"

Jika memang sudah menjalin status pacaran, Ilham tidak mungkin bercerita begini, "Pernyataan cinta gue digangguin Refan, Ana belum kasih jawaban apa-apa."

Reno tertawa, "Pantesan dia nolak diajak ke kantin, ternyata dia nggak mau dapat protes dari lo."

Ilham mendecak kesal, dia ingin sekali protes pada Refan. Gara-gara cowok berkacamata itu, Ilham harus menunda mendengar jawaban Ana. Memang di kelas mereka duduk bersampingan, tapi akan memalukan jika guru menegur saat Ilham sedang menuntut jawaban dari Ana.

Lebih baik Ilham menunggu sampai semua jam pelajaran habis baru bicara dengan Ana lagi.

"Oh ya, jangan lupa pajak jadiannya ya! Gue mau kue buatan lo."

Ini kenapa minta pajak jadian pakai acara request segala sih? Kan Ilham belum mendapat jawaban yang pasti, "Lo sebenarnya pengen lihat gue jadian dengan Ana atau mau makan kue buatan gue sih?"

Reno menyeringai sambil menunjukkan dua jarinya, "Gue mau dua-duanya."

Ilham menghela napas. Sekarang sudah jam pulang sekolah, dan Ana tadi sudah pergi keluar dari ruang kelas duluan. Gadis itu terlalu cepat pergi sampai Ilham tidak sempat menahannya.

Kenapa dia dihindari sih? Apa Ana berniat menolaknya? Padahal gadis itu tidak pernah menunjukkan penolakan dari pendekatan yang sudah Ilham lakukan, jadi seharusnya semua dapat berjalan lancar.

"Arka mendekati anak baru yang tadi?"

Mendengar suara yang dikenalnya, Ilham langsung berhenti berjalan untuk mencari datangnya suara. Ada Ana yang sedang bersama dengan seseorang yang tidak Ilham kenal, tapi kalau tidak salah cowok itu merupakan salah satu anggota basket.

"Iya, Arka tadi di kelas terang-terangan deketin mantannya Ilham."

Ilham terpaku mendengar ucapan itu, Hany didekati Arka? Kok bisa? Mereka berada di kelas yang sama? Apa Hany baik-baik saja?

Meski dikatakan sebagai pacar idaman, Arka sebenarnya sering sekali berganti-ganti pacar. Tidak tega rasanya mengetahui Hany sudah menjadi incaran Arka. Tapi yang Ilham sukai adalah Ana, jadi yang menjadi prioritas utamanya bukanlah menolong Hany, melainkan membuat Ana tidak salah paham pada Hany.

Setelah melihat anggota basket tadi selesai bicara dengan Ana dan pergi, Ilham berjalan mendekati Ana yang sedang terdiam sambil menunjukkan wajah berpikir.

"Apa Ilham baik-baik aja ya?"

Ilham menaikkan salah satu alisnya mendengar gumaman Ana, "Kenapa dengan gue, An?"

Ana yang semula sedang sibuk berpikir langsung menatap Ilham yang sudah berada di hadapannya, "Sejak kapan Ilham di sini?"

"Sejak dengar Hany yang sedang didekati Arka."

"Ah, benar juga," tangan Ana memegang kedua lengan tangan Ilham sambil menatapnya dengan serius, "lo harus lindungi dia. Gue sama sekali nggak mau teman lo sampai dimanfaatkan oleh Arka."

Ilham mengerjap bingung, kenapa Ana bisa secemas ini? Bukannya tadi Ana mencemaskan dirinya? Kok malah berpindah dengan mencemaskan Hany? "Yakin nyuruh gue melindungi Hany?"

"Iya. Gue nggak mau teman lo sampai dijadikan pacar lalu putus dengan mudahnya hanya karena Arka yang nggak serius."

Tidak serius kok bisa sampai tahap pacaran? Ini hal yang sulit dimengerti untuk Ilham, tapi permintaan Ana lebih tidak bisa dimengerti lagi sih, "Lo serius minta gue melindungi Hany?"

Ana mengangguk pasti, "Gue sangat amat serius."

Ilham mendesah lelah, sungguh permintaan yang tidak masuk akal. Arka kan siswa yang cocok masuk kategori bermasalah dari segi penampilan, bagaimana Ilham bisa memberi pertolongan coba? Lagian jika Ilham melakukan itu, artinya dia akan lebih dekat dengan Hany dibanding Ana kan?

Kejam bangat sih perempuan ini menyuruh Ilham melindungi orang lain setelah mendapat pernyataan cinta darinya, "Lalu lo gimana?"

"Gimana apanya? Gue bisa ngatasin Arka sendiri kok, lo juga tahu kalau gue udah kebal sama dia."

"Ini bukan tentang Arka. Maksudnya, apa gue ditolak karena disuruh dekat dengan perempuan lain?"

Dengan gerakan canggung, Ana melepaskan tangannya yang sedari tadi memegang lengan Ilham, "Bu- bukan gitu."

"Terus, diterima?"

"Bukannya Ilham pernah mengatakan nggak ingin pacaran?"

Memang Ilham tidak mau memulai suatu hubungan yang dapat diakhiri hanya dengan kata putus, tapi di sisi lain Ilham tidak puas sekedar berteman dengan Ana saja, "Sekarang kondisinya beda, aku ingin jadi pacarmu."

"Maksudnya?"

Ilham menggaruk tengkuknya, agak canggung harus menjelaskan secara gamblang, "Aku nggak puas hanya menyandang status teman. Aku ingin mengenalmu lebih jauh, punya hak untuk merasa cemburu pada cowok yang dekat denganmu, dan ingin menjadi yang paling spesial dari sekian banyak teman cowok yang Ana miliki."

Ana menutupi wajahnya yang pasti sedang menunjukkan senyum terlalu lebar saking merasa senangnya, "Aku juga menginginkan hak yang sama kok."

"Jadi Ana mau jadi pacarku?" tanya Ilham yang tidak bisa menahan rasa antusiasnya.

Ana mengangguk, "Tapi maaf jika ke depannya aku bisa merasa cemburu pada Hany."

Ilham dengan gerakan ragu menyentuh pipi Ana menggunakan tangan kanannya, "Nggak apa-apa, cemburu merupakan wujud lain dari cinta. Jadi silahkan cemburu sebanyak apapun yang Ana mau, yang penting kamu nggak berniat berpisah denganku."

Mata Ana refleks terpejam sesaat merasakan sentuhan pada pipinya, "Aku yang justru merasa Ilham yang nanti minta putus duluan."

Jemari tangan Ilham berhenti memberi usapan pada pipi Ana, "Loh, kenapa? Kan aku yang ngajak pacaran, masa aku juga sih yang mengakhiri hubungan ini?"

"Aku nggak sefeminim dan secantik Hany," ucap Ana sambil menunduk, "aku pun nggak alim dan pakai hijab kayak Ajeng."

Ilham mengerti Hany dilibatkan karena sudah mengatakan suka padanya, tapi kenapa nama perempuan lain yang sudah berstatus pacar orang ikut disebutkan? Apa Ana mengatakan hal ini karena alasan penolakan yang Ilham berikan pada Hany?

Tangan kiri Ilham ikut memegang pipi Ana untuk mengangkat wajahnya agar mereka bisa saling menatap, "Yang kusukai itu kamu, jadi tetaplah jadi Ana yang kusukai ya?"

"Padahal Hany dan Ajeng jauh lebih baik dariku. Kenapa Ilham justru menyukai yang punya sifat tomboy sepertiku?"

Kenapa? Apa cinta perlu dipertanyakan alasannya? "Aku merasa nyaman saat sedang bersama Ana, dan kamu adalah perempuan pertama yang membuatku ingin menyentuhmu seperti ini."

"Kok kesannya aku cuma nambah dosa untukmu ya?"

Ilham tertawa pelan sambil menjauhkan kedua tangannya dari Ana, "Sejujurnya aku meminimalisir agar nggak nyentuh perempuan bukan karena memikirkan dosa, tapi aku nggak mau sebuah sentuhan membuatku melakukan kesalahan besar seperti yang udah Bang Yudha lakukan."

"Kok masih mengatakan hal itu sih? Ilham harus yakin iman Ilham tuh kuat. Kalau Ilham sendiri nggak yakin, terus bagaimana orang lain bisa percaya padamu?"

Inginnya juga percaya dan terus memperdalam ilmu agamanya, tapi godaan terkadang sulit ditolak, "Apa Ana nggak cukup percaya padaku?"

Ana tak menyahut. Dia sangat tahu Ilham hanya remaja pada umumnya, bahkan cowok ini beberapa kali menyuarakan pemikirannya yang bahkan bisa membuat Ana waspada. Agak sulit percaya hubungan pacaran ini bisa berjalan tanpa melakukan apa-apa.

"Baiklah, silahkan tingkatkan kewaspadaanmu dan tolak saat aku melakukan sesuatu yang nggak kau sukai. Aku mungkin bisa berjanji nggak akan mencium satu pun bagian tubuhmu, tapi siapa tahu khilaf."

"Baru beberapa detik kita pacaran dan Ilham udah berencana khilaf?" tanya Ana yang merasa begitu aneh dengan janji yang dibuat.

Ilham melirik ke arah lain sambil tersenyum canggung, "Khilaf mah nggak mungkin direncanain. Tapi kan aku remaja normal yang lagi dalam masa pertumbuhan, tolong anggap wajar aja karena udah dipikirin duluan."