webnovel

#6 MELARIKAN DIRI

"menyerahkan diri? Jangan bercanda!"

Secara cepat, aku mencari jam terdekat. Dan ternyata saat itu, jam menunjukan pukul 07:05.

"yosh! 1 jam lagi! Aku harus bergegas keluar dari sini."

Demam ku sudah sembuh. sebenarnya aku memang tidak terkena demam. aku hanya kedinginan sampai badan aku sedikit panas. Dan dengan diberi pengobatan oleh Hugo san aku sudah lumayan mendingan.

Aku pun mengambil beberapa uang dan memasukan ke saku. Aku tidak akan memakai tas karena hanya akan menghambat pelariannya.

Setelah siap, aku melihat sekitar dan keluar lewat gang kecil. Dengan sangat teliti, aku juga menghindari cctv yang berada di kota. Lalu aku pun berlari menjauhi pusat kota.

"Untuk apa aku berlari? Kenapa mereka mau menangkap ku? Apa yang terjadi bila aku menyerahkan diri?"

Karena aku kesal, aku pun mengkhianati pengorbanan kubo.

Aku pun berlari menuju rumahnya sendiri sambil menghindari pengawasan kamera dan para polisi yang terlihat mencurigakan. Saat di perjalanan aku memasuki gang sebagai jalan pintas untuk ke rumahku.

Tujuan aku sebenarnya bukan pulang ke rumah, tujuannya menyelamatkan adiknya dari kejaran para polisi. Saat sedang berlari di gang, aku terpeleset dan terjatuh.

"aw sakitnya."

Saat melihat sekitar, datang 4 orang yang mengelilingiku.

"oi oi. Bocah ngapain lari lari an disini? Ganggu kita lagi main saja."

"hei bos, bukannya dia yang muncul di berita ya? Pelaku pembunuhan yang kabur?"

"Aku tidak membunuh! Itu hanya salah sangka!"

"hah? Bocah seperti kamu diam saja."

"hmm...hei bocah. Gimana kalau kamu ikut kita? Kita juga pernah kabur dari penjara loh. Disini sangat nyaman loh. Ada banyak minuman, cewe cewe yang menghibur, dll."

"DIAM KALIAN SAMPAH!"

"hah? Kamu bilang apa?"

Salah satu preman tersebut pun memasukan kakinya ke dalam mulutku.

"oi, kalau kamu ngomong seperti itu lagi, aku tidak akan segan segan untuk menginjak mu loh."

"SIANGAN! (sialan)"

Aku tidak dapat berbicara dengan jelas karena di mulut ku terdapat kaki orang itu.

"oh, kamu sudah berani ya? Menarik juga."

Dia pun menendangku hingga keluar darah. Salah satu gigiku yang goyang pun copot. Hidungnya di penuhi darah.

Tanpa memikirkan keselamatanku, aku terus terbangun.

"hah? Setelah babak belur begitu tetap mau terbangun?"

Tangan bagian kiriku yang belum sembuh pun kembali menjadi luka yang gawat. Dengan cepat aku memegang tangan kirinya sambil meringis kesakitan.

"oh, dibagian itu sakit ya?" ucap preman tersebut sambil meletakkan kakinya di tangan kiriku.

"he...hentikan!" ucapku dengan suara lemah karena saat itu aku tidak dapat teriak.

"hah? Hahahaha! Jangan bercanda bocah!" preman itu pun mulai mengeluarkan tenaga nya ke kakinya.

"Gimana bocah? Rasanya enak kan? Mau nambah?"

Aku pun menarik nafas dalam dalam, dan berteriak, "TOLONG!!!"

"oi percuma saja kamu berteriak. Disini tidak ada orang selain kita."

"benar tuh. Siksa terus bos."

Mereka pun mulai menendang aku secara bersamaan. Penindasan tersebut berlangsung selama setengah jam.

"udahan yuk. Orang ini ngebosenin. Di sakunya juga cuma punya 1000 yen."

"ambil 1000 yennya dan pergi."

"oi bocah. Aku ingat kan lagi. Kalau lewat sini pastikan kamu bawa uang."

Mereka pun beranjak pergi dari tempat itu.

Aku pun merobek lengan bajuku dan menjadikannya sebagai perban di tangan kiriku.

Setelah itu pun aku menuju rumahku dengan kaki yang pincang dan tangan kanan yang memegang erat tangan bagian kiri.

Sesampainya di wilayah rumahku, aku melihat banyak polisi berdatangan ke arah rumahku.

Dengan dipaksakan, aku berlari menuju belakang rumah dan ingin mengeluarkan adiknya dari rumah tersebut.

Saat aku berada di belakang rumahnya, aku masuk lewat jendela dan mengendap ngendap masuk. Aku melihat adiknya yang hendak keluar rumah dengan baju sekolah yang sudah rapih.

"ada apa ini? Berisik sekali di luar."

Aku pun menyergap adiknya sendiri dari belakang dan membawanya keluar dari rumah. Adiknya selalu mencoba melepaskan sergapanku. Dia juga berusaha berteriak meminta tolong tapi tidak ada yang mendengar. Karena suaranya hanya keluar sepanjang 1 meter saja.

Karena adiknya terus menerus memberontak, dia berhasil lolos dari sergapanku dan mereka berdua pun terjatuh di lorong belakang rumah. Dengan cepat, dia berdiri dan memasang kuda kuda.

Adikku pun bertanya dengan nada yang kasar, "Siapa kamu? Jawab!"

Lalu dia pun mengamati tubuhku yang penuh dengan luka. Dia pun berkata dalam hati, "heh? Kenapa badan dia penuh dengan luka? Apa hanya dengan terjatuh di lorong ini dia menjadi seperti ini?"

Aku pun perlahan lahan mencoba untuk berdiri. aku pun mengangkat kepalanya dan menatap muka adikku. Adikku saat melihat muka kakaknya pun langsung terkejut. Dahinya mengerut, pupil matanya mengecil, tangannya menutupi mulutnya yang mengangap.

Aku pun berusaha berbicara, "i....ini...a..ku"

Dia pun bergegas menganangi lukaku.

"Jangan berbicara dulu kakak! Minum air dari botol ku ini." kosaki pun (nama adik kanata kato. Kanata kosaki) mengeluarkan botol yang di tasnya dan memberikannya ke aku. Dengan perlahan aku pun meminumnya. Kosaki juga dengan cepat memberikannya pertolongan pertama ke aku.

Aku pun perlahan lahan menutup matanya dan tertidur.

Saat terbangun, aku sedang tertidur diatas pangkuan adiknya.

"sudah berapa lama aku tertidur?"

"oh hanya sekitar 5 menit. Jadi apa yang terjadi? Polisi yang mengerumuni rumah itu musuh?"

Aku yang lukanya sudah ditangani adiknya, aku pun mulai duduk di samping adiknya.

"mungkin mereka sudah menggila. Setelah pandemi berakhir beberapa tahun belakangan. Kasus kejahatan mulai meningkat. Sekarang para polisi sudah banyak menahan orang orang. Bahkan yang salah paham seperti ku tidak akan di percaya. Mungkin karena stress yang disebabkan oleh pandemi. Kondisi ekonomi juga masih belum pulih."

"memang apa yang sudah kau lakukan?"

"teman ku kecelakaan tepat di depan ku. Aku dituduh membunuhnya. Sekarang mereka sedang mengejar ku."

"hmm bahaya juga. Aku tau rencananya. Nanti kamu bawa tas kecil ku ini yang berisi bekal makan siang ku. Dan tetap berlari dari sini. Aku akan pergi ke sekolah dan pura pura tidak tau."

"hati hati ya. Jangan sampai tertangkap mereka."

"aku pergi dulu ya."

Kosaki pun menyimpan tasnya disebelah aku dan pergi ke sekolah. Aku saat melihat adiknya berlari pun terharu.

"dia sudah tumbuh besar ya." ucap nya dalam hati.

"ok. Sekarang. Mari kita mulai kehidupan baru ku!"

Tiba tiba ada suara jejak kaki dari belakangku. Aku pun segera menoleh ke belakang. Dan ternyata....

"KETEMU! KEJAR DIA!"