Piiip ... piiip ... piiip ...
"Uuukhh..." Aku sedang meraba-raba bagian atas bantal untuk mencari ponsel yang alarmnya sudah berisik dari tadi, yap Dapat!
Aku segera duduk supaya tidak jadi tidur lagi, mataku masih mengantuk, karena tadi malam hujan membuat aku jadi betah tidur dan malas beranjak dari kasur dan selimutku. Kulihat jam masih menunjukkan pukul 05.07 pagi.
Eh? Ada pesan, siapa? Segera aku membukanya, ternyata dari Bimo.
> Si Anak baru:
[Hei, sudah bangun?
Nanti aku tunggu di gerbang sekolah,
Mau kasih roti buat sarapan]
Hahahaha tiba-tiba mau kasih roti? Bercanda kan? Kesambet apa dia semalam? Absurd banget. Lalu aku pilih untuk balas pesannya.
> Aku:
[Hahahaha???
oke!!]
Aku segera ambil handuk lalu mandi setelah itu siap-siap ke sekolah. Hari ini seperti biasa aku akan berangkat ke sekolah naik becak pak Toyo, mamah menyuruhku pakai jaket yang lebih tebal, karena memang setelah hujan udara akan jadi dua kali lebih dingin dari biasanya. Sebenarnya mamah sudah bikin mie rebus untuk sarapan, tapi aku bilang aku akan sarapan disekolah saja.
Tidak butuh waktu yang lama aku sampai di sekolah, lalu langsung jalan menuju gerbang utama setelah membayar ongkos becak. Dari jauh aku bisa lihat seseorang sedang bersandar pada gerbang sekolah yang setengah terbuka, ketika aku mulai dekat ternyata itu si anak baru sedang berdiri pakai Hoodie warna hitam yang dia kenakan diluar seragamnya dengan kantong keresek putih berada di tangan kanannya.
Aku berhenti di depannya dalam jarak lima langkah, senyumnya terbit sambil menatap langsung ke mataku, bikin aku sedikit salah tingkah. Lalu dia berikan padaku kantong kresek yang dia pegang, aku cuma bisa menatap benda itu dengan heran, masa sih ini ... "Itu roti, makan buat sarapan ya," katanya padaku.
"Hah? Ooh ... iyaa ... kirain becanda." ujarku heran.
"Hahahah, gak becanda." dia ketawa.
"Tapiii ... ini banyak banget rotinya." sambil aku lihat isi kresek yang berukuran lumayan besar itu.
"Aku gak tau kamu suka roti rasa apa, jadi aku beli semua varian rasanya," sahutnya enteng.
"Astaga ... tapi aku enggak bisa habisin semuanya," ku jawab dengan kembali mendongak menatap wajahnya.
"Bagi dengan teman-teman mu." dia bilang begitu sambil senyum padaku.
"Oh, boleh?" Tanyaku memastikan.
"Boleh, kalau gitu aku duluan ya, Ray? Jangan lupa dimakan rotinya," dia jawab sambil memasukkan kedua tangan ke dalam kantong Hoodie lalu jalan ke arah kantin belakang, kantinnya Pak Budi penjaga sekolah.
"Iyaa ... makasih yaa."
Dia jawab dengan senyum dan melambaikan tangan sambil lihat ke arahku lalu terus jalan membelakangiku. Aku sampai dikelas, dan kelas masih sepi baru beberapa orang saja yang sudah datang.
Sekitar 15 menit setelahnya Sari, Dwi, Galih dan beberapa teman sekelasku sudah mulai menampakkan batang hidungnya, seperti yang ku duga mereka langsung heboh dengan sekantung penuh roti di atas mejaku.
"Wuiiih ... ada roti, Mau dong. Belom sarapan nih!" Galih yang tangannya sudah mulai meraba-raba roti dimejaku seperti sudah tidak sabar ingin memasukkan roti itu ke mulutnya.
"Ambil aja lih," kataku mengamini.
"Tumben, Ray beli roti banyak gini. Mau mabok roti kamu? Wkwkwk," Sari menimpali.
"Ahahahah, enggak Sar, dikasih orang," kataku.
"Hah? Siapa?"
"Yaaah ... Ada, tetanggaku." ku jawab begitu karena aku tau Sari suka Bimo, aku merasa tidak enak padanya kalau bilang ini dari orang itu.
"Baik banget tetanggamu Ray, aku juga minta rotinya ya?" Kata Sari.
"Iya Sar, ambil aja." senyumku terbit sembari mempersilahkan.
"Psst ... itu beneran dari tetanggamu Ray? Bukan dari si Bimo?" Dwi tiba-tiba berbisik padaku, mungkin Dwi sadar kalau aku tidak ingin bilang siapa orangnya.
"Sssttt ... jangan bilang-bilang Wi." telunjukku berada dibibir.
"Hmm...oke."
"Kalau kamu mau ambil aja Wi."
"Iya deh, aku minta satu ya."
Kelasku jadi ramai dengan acara bagi-bagi roti, ada juga yang sampai heboh seperti anak TK yang berebut mainan. Aku? Sudah sedari awal aku ambil roti untukku, yang rasa moca susu, aku paling suka rasa itu. Tidak lama setelahnya bel masuk berbunyi, Bu Retno guru Biologi pun sudah di tempat untuk mengajar kami.
--×××--
Setelah jam pelajaran habis, Bu Retno memintaku dan Dwi mengantar buku tugas ke mejanya untuk nanti ia periksa. Sebelum sampai di ruang guru kami harus melewati koridor yang menghubungkan kelas-kelas dengan ruang guru, dan dari situ akan terlihat jelas ke lapangan upacara dan taman tengah, itu ... taman tempo hari yang banyak pohon besarnya dan rindang sekali.
Di lapangan upacara, tepatnya dibawah tiang bendera ada beberapa sosok yang kami kenali sedang berdiri disana sambil hormat pada bendera, itu adalah Bimo, Bayu, Akbar dan beberapa temannya yang lain. Untung saja hari ini mendung jadi tidak akan terasa panas matahari menyengat.
Dwi seketika jengkel karena lihat Bayu yang lagi-lagi kena strap, dia langsung merutuk gak karuan sambil mengeluarkan ancaman untuk Bayu yang tentu saja tidak dengar karna jarak kami masih cukup jauh, aku hanya ketawa lihat Dwi yang emosi dan bilang capek sebab Bayu sering sekali dihukum.
"Untung sayang, kalo gak udah ku tendang tuh anak!" ucapnya terdengar jengkel tapi setengah-setengah. Aku cuma bisa ketawa.
Dari sini juga terlihat geng kak Laras yang sedang ketawa-ketawa sambil nonton mereka yang kena strap dari arah koridor dekat aula, itu berlawanan arah dengan koridor yang sedang kami lewati. Tentu saja kami tidak bisa dengar dengan jelas apa yang mereka sorak-sorakkan karena jauh.
"Itu ngapain kak Laras and The Gank heboh bener nontonin orang kena strap?" Tanya Dwi
"Apa serunya nonton orang distrap?" kubalas dengan tanya pula
"Entahlah, caper (cari perhatian) kali!" jawab Dwi.
"Ooh.." kataku ber-oh ria. Tapi kenapa mereka kena strap ya?" Tanya Dwi pada akhirnya.
"Gak tau, bolos kelas mungkin?" Jawabku yang juga tidak tahu masalahnya.
"Nanti aku tanya si Bayu deh, minta di tabok tu anak emang!" Kesal Dwi.
"Tapi sayang?" Kataku sambil senyum jahil.
"Heheh iya sih, tapi kesel juga!" omel dwi lagi.
"Hahahah...udah yuk ah anter bukunya, Wi."
"Oh iya, ayok cepet! Kena semprot Bu Retno kita ntar."
Kami berlari-lari kecil menuju ruang guru agar cepat sampai, sebab buku-buku yang kami bawa juga berat jadi tidak bisa lari lebih cepat lagi, takut jatuh. Saat sampai di selasar ruang guru yang lebih dekat ke tiang bendera Aku menoleh lagi sekilas ke arah mereka yang di strap, dan ternyata Bimo juga sedang melihat ke arahku dengan senyum yang sudah tampak tersungging, lalu dengan muka memelas menggerakkan bibirnya tanpa suara seperti bilang 'PEGEL.'
"Pffft ... hahahaha." tanpa sadar aku ketawa dan bikin Dwi menoleh padaku.
"Kenapa Ray?"
"Hah? Gak papa, Wi" sahutku cepat. Sukurin, siapa suruh nakal! Hahaha. Kataku dalam hati.
Kami segera masuk ke ruang guru dan meletakkan buku-buku yang kami bawa di meja Bu Retno.