"Masih takut?" tanya Bimo padaku saat kami duduk berhadapan di sebuah cafe & resto yang terletak di lantai bawah. Aku menggeleng.
Kini aku sudah tenang setelah ketakutan karena nonton film horror, tidak akan lagi aku mau nonton film horror! jumpscare-nya tak main-main.
"Minum dulu, abis itu makan. Udah laper kan?" tanyanya lagi, ku jawab dengan anggukan. Masih tampak memerah hidungku, juga bulu mata yang masih sedikit basah. Ku putuskan menyedot sedikit matcha flute di hadapanku.
"Tadi kamu gak pipis di celana kan Ray?" ucapnya setengah berbisik untuk menggangguku.
"Huwaa ... Bimoooo !!!" hampir saja aku menangis lagi. Menyebalkan!
"Hahahhaha ... cup cup cup ... maaf yaa, besok-besok gak usah nonton horror lagi."
Aku mengangguk menanggapinya, kemudian makan sambil sesekali menarik cairan dalam hidung agar tak meler.
--o0o--
Akhirnya liburan semester yang kami nanti tiba juga, jalanan Yogyakarta sudah mulai padat oleh wisatawan hingga lewat tahun baru nanti, liburan semester memang bertepatan dengan liburan Natal dan Tahun baru.
Hari ini, rencana kami akan ke pantai bersama kawan-kawan yang lain, dan katanya sebentar lagi Bimo akan tiba untuk jemput aku. Sudah kusiapkan berbagai barang yang sekiranya akan ku butuhkan, baju ganti, sun block, sun screen, dkk. sudah masuk ke dalam tasku.
"Cieee ... yang mau jalan-jalan, tuh Bimo udah di bawah." Goda Mamah saat membuka pintu kamarku untuk bilang bahwa Bimo sudah sampai.
"Heheheh, iya mah." segera aku turun dibarengi Mamah.
Bimo sedang duduk di kursi terasku sambil memainkan ponselnya, kulihat mobil tante Ratih terparkir di depan pagar rumahku. Masa, mau ajak mamanya sih? pikirku saat itu.
"Bim! ngajak tante?"
Dia menoleh padaku, mendapatiku sudah berdiri di ambang pintu, "Hah? Tante siapa?" tanyanya bingung.
Haduuh, si pintar ini!
"Ya mama kamulah Biim," jelasku.
"Ooh ... enggaklah, ngapain aku ajak mama," alisnya bertaut, masih tak paham kenapa aku bertanya hal itu.
"Lah itu, mobilnya?" kataku sambil menunjuk mobil hijau army disana. Dia ikut melihat ke mana telunjukku mengarah, lalu memandangku kembali.
"Aku pinjem mobilnya, takut nanti pulang kamu capek, kalau di mobilkan bisa tidur."
"Ooo ...." mulutku membulat.
"Ya udah hayuk berangkat, ntar kesiangan jadi panas banget." Diambilnya tas barang yang ku sandang, sekaligus tas bekal yang sudah mamah siapkan untuk kami nanti.
"Tante, pamit dulu ya ... Assalamualaikum," ujarnya pada mamah.
"Mah, Raya pergi, Assalamualaikum," pamitku juga.
"Iya, Waalaikumsalam, hati-hati yaa ... kalau ada apa-apa kabarin." balas mamah.
"Oke mah!"
Kami melaju menuju rumah Dwi, karena harus jemput mereka dulu disana, Sari tak ikut kali ini karena ada acara dengan keluarganya. Akbar dan Bayu sudah kumpul di rumah Dwi, jadi kami menjemput mereka di satu tempat sekalian.
"Cuma kita ber-lima nih?" tanyaku.
"Enggak, nanti ramean. Ketemu di pantai aja."
"Ooh ... mama kamu libur? Tumben mobilnya bisa dipake?"
"Enggak, orang lagi libur akhir tahun, hotel pasti rame, jadi naik motorku tadi ke hotel, hahahaha."
"Astaga Biim, tante bisa naik motor kamu?"
"Bisaaa, mama tuh jagoan Raay, ini juga mama yang suruh bawa mobil, katanya biar nanti kalau pas pulang kamu capek kan tinggal tidur aja, susah kalau naik motor."
"Waah, baik banget siih tante Ratih, hehe."
Bimo hanya senyum menanggapi ucapanku barusan, dan masih fokus menatap jalan. Aku tidak tahu dia punya SIM atau tidak, sepertinya sih tak punya, kan masih di bawah umur. Tapi ya sudahlah, hehe.
Hari ini, Bimo sedikit beda, dia pakai oversized white tee dengan aksen aksara jepang di depan berukuran kecil, short pants berwarna beige dan sepatu converse rendah berwarna merah, jam tangan hitam kesayangannya tetap setia melingkar di pergelangan kirinya, serta bucket hat hitam polos melengkapi gaya kasual pacarku itu. Keren sekali!
Sedangkan aku, pakai skinny pants gelap dan yellow mustard tee agak longgar, stripe sandal kasual hitam melingkar di kakiku, rambutku di kuncir kuda agak rendah dan sedikit longgar agar tak sakit saat nanti di gerai lagi.
Cuaca hari ini cerah berangin, jadi tidak begitu terasa gerah meskipun terik matahari cukup menyengat. Tak butuh waktu terlalu lama, kami sampai di rumah Dwi, dan segera melaju lagi setelah mereka semua naik di bangku belakang. Tak lupa barang-barang mereka juga dibawa.
Pantai Siung berjarak sedikit jauh dari lingkungan kami, jadi memakan waktu cukup lama untuk sampai, itu kenapa kami memutuskan untuk pergi agak cepat.
Saat sampai, kami segera turun dari mobil dan membawa barang bawaan kami tadi untuk di letakkan di dekat tempat yang teduh. Ternyata, kawan-kawan yang lain pun sudah sampai lebih dulu. Tampak olehku kak Damar dan juga Agus, lalu kawan lainnya yang tak mungkin ku sebut namanya semua, terlalu banyak.
Angin laut segera menyapa kami, membuat perasaan ku jadi plong, Bimo meraih tangaku untuk mengikutinya. Ia berhenti di sebuah tempat teduh lalu menggelar matras disana agar bisa duduk, kami semua duduk agak terpisah-pisah karena tempat teduhnya tak ada yang cukup lebar untuk di tempati bersama.
Sebelum main air, kami putuskan makan siang dulu karena hari sudah menunjukkan pukul 2 siang, dan juga tidak lupa berdoa sebelum masuk ke area pantai tadi, karena Pantai Siung masih satu garis dengan laut selatan. Kau taulah reputasi laut selatan seperti apa.
Pantai ini masih sepi, jarang ada pengunjung kecuali penduduk yang tinggal di sekitar, masih asri dan bagus, tebing-tebing kokoh di sisi pantai sangat cantik. Ah ... pokoknya indah.
Bimo merebahkan kepalanya di pahaku, sambil main game ponsel miliknya, ku elus rambutnya yang mulai panjang itu, setelah makan siang justru kami malah mengantuk. Tapi tak mungkin tidur, untuk apa jauh-jauh kesini kalau hanya untuk tidur.
Aku masih duduk dengan Bimo meskipun kawan yang lain sudah terjun ke air, mereka seperti anak kecil, tertawa lepas sambil berkejaran di atas pasir pantai, kak Damar dan pacarnya yang tadi sudah berkenalan dengan kami tampak mesra sekali main siram-siraman air. Hehe
"Bim, main kesana yuuk ...."
"Males ah, masih panas, ntar aja agak sorean," jawabnya tanpa menghentikan aktifitasnya dengan posel itu.
"Tapi aku mau maiiiiinn ... ngapain duduk disini nontonin doang," rajukku.
"Itu Bayu sama Dwi juga masih duduk disana, belum main air," balasnya.
"Ish ... ck!" gerutuku sebal.
"Hehehe, jangan ngambek jelek!" ia mencubit hidungku.
Sebenarnya memang benar kata Bimo bahwa matahari bersinar terik sekali, beruntung aku bawa sun block, sun screen dan sejenisnya agar tidak terbakar sinar matahari. Ia kemudian berhenti main ponsel, lalu mengajakku ngobrol macam-macam agar aku tak merengek minta bergabung dengan yang lain untuk main air di bibir pantai.
Bimo itu, tidak suka panas. Kebalikan dariku yang tak suka hujan, dia justru sangat suka hujan dan cuaca dingin, pokoknya yang dingin-dingin dia suka. Sedangkan aku, sangat suka cuaca cerah berangin seperti sekarang ini, terlihat banyak awan putih bergulung di langit cerah itu sangat membuat aku nyaman.
Dia juga orang yang gampang kegerahan jika cuaca sedang terik. Benar-benar bertolak belakang denganku, mungkin dia saudaraan dengan Edward Cullen makanya tak suka matahari? Aku harus tanya tante Ratih kapan-kapan.
Bimo akhirnya mengajakku menyusul kawan yang lain main air laut setelah hari mulai sore dan matahari mulai meredup, ku naikkan ujung celana hingga bawah lutut dan mulai merasakan dinginnya air laut dan pergerakan pasir yang terseret air di bawah kakiku. Sedikit geli tapi menyenangkan.
Gerakan ombak ringan yang menyapu kakiku seolah menggoyahkan tapi juga memberi sensasi suka cita tersendiri. Ah, mulai hari ini aku akan suka pantai.
Masih terdengar tawa kawan-kawan yang lain, mereka bahkan sudah basah dan sudah berenang hingga ke area yang lebih dalam sana.
CRAT
Terasa basah baju ku karena cipratan air oleh Bimo, dia senyum lebar sambil bersiap akan menyiramku lagi, tapi kali ini dengan cepat ku balas perbuatannya tadi, jadilah kami saling siram sambil terkekeh, bahkan air nya terasa ada yang sedikit masuk ke mulutku gara-gara dia terus saja mencipratkan air itu ke arahku dengan tangannya.
Ku dekati dia yang masih tetawa melihat aku yang kewalahan karena terus dia siram, niatku ingin membalasnya dari dekat, tapi tanpa aku duga, dia mulai mengangkatku dengan meraih kedua pahaku, di junjungnya aku agak tinggi lalu mulai membawaku ke air yang sedikit lebih dalam, aku panik dan segera pegangan pada bahunya, juga tak henti memukuli bahunya sambil teriak-teriak, tapi tak ia hiraukan.
"Bimoooo ... turuniiinnn!!!"
BYUR!!
Oke, sukses aku basah kuyup karena dia menurunkanku di area yang sedikit dalam, tempat kawan-kawan yang lain tadi berenang. Dia masih saja menertawaiku, ku jitak kepalanya karena sebal. Hampir saja aku jantungan!
Dia memegang kedua lenganku, membimbing agar tak terseret jauh ketengah oleh ombak.
"Katanya mau main air, udah kan?" ujarnya seraya terkikik.
"Iya, tapi gak gini juga kali Biiim!!" sungutku kesal.
"Hahahaha, gak pa-pa lah, sekalian basah."
Aku memutar bola mata malas. Untung saja tadi bawa baju ganti. Cukup lama kami berendam di laut sambil bercanda tak jelas, apa pun yang kami bicarakan akan berujung tawa. Kini sebagian besar kawan yang lain sudah duduk menjauh dari air, mungkin sudah capek main air dari siang tadi.
langit mulai memerah, temaram akan tiba, Bimo menggendongku di punggungnya saat keluar dari air. Kini, semua cowok sedang mempersiapkan unggun, katanya mereka membawa jagung manis yang akan di bakar bersama-sama nanti, setelah numpang bersih-bersih di salah satu rumah warga, kami kembali berkumpul dengan yang lainnya di dekat unggun.
Kilat kemerahan di ambang air laut memantulkan temaram surya yang akan kembali ke peraduannya, mata kami semua tak lepas menatap indahnya kilauan itu. cantik sekali.
Bimo menggenggam tanganku saat itu, lalu membisikkan sesuatu yang membuat dadaku berdegup kencang dan menggurat rona merah di pipiku.
"Ray, aku ...