webnovel

VERNON 02

Tiba-tiba Vernon tertawa saat wajahnya dengan wajah Alea tinggal 5 centimeter. Dan Alea pun dapat bernapas lega.

Bug

"Sakit anjir!" Umpat Vernon saat Alea memukul pundaknya.

"Lagian elo ngerjain gue."

"Oh mau yang beneran? Ayo sini."

"Ih apaan sih." Ucap Visa sambil bergidik geli.

"Vernon!" Teriak beberapa siswi dari kejauhan.

Seketika Vernon langsung duduk di kursi rodanya melihat para siswi berlari menghampiri dirinya.

"Lea!"

"Eh iya."

"Jangan diem aja bego."

Kedua pundak Alea terlihat jelas naik turun saking marahnya mendengar kata bego yang Vernon lontarkan.

Tapi, tahan Lea. Ini ngga akan lama kok. Oke, sabar.

"Vernon, gimana kabar kamu?" Tanya salah satu siswi.

"Kabar gue baik."

"Mana yang sakit? Udah sembuh?"

"Separah itu ya sampe pake kursi roda?"

"Mau aku bantu dorong?"

"Kasian banget sih kamu ganteng."

"CUKUP! Plis, cukup! Bisa ngga sih kalian diem! Brisik tau! Pala gue sakit dengernya."

Suasana menjadi senyap seketika.

"Minggir. Lea, ayo pergi."

Para siswi pun langsung memberi jalan untuknya. Alea mendorong kursi rodanya, namun tiba-tiba rambutnya ditarik seseorang sampai tangannya terlepas dari kursi roda.

"Elo apa-apaan sih!" Ucap Alea pada siswi yang menarik rambutnya.

Vernon juga terkejut saat mendengar teriakan Alea dan segera membalikkan kursi rodanya.

"Gara-gara elo Vernon jadi begini!"

"Lepasin!" Alea terus meronta sampai akhirnya orang yang menarik rambutnya melepaskannya. Alea berbalik

"Indah? Lo apa-apaan sih?"

"Karena elo kan Vernon jadi begini?" Tanya Indah.

"Ya kalo udah tau kenapa nanya!"

Tidak terima dengan Alea yang meninggikan suaranya, Indah langsung menjambak Alea lagi. Alea tentu saja tidak mau kalah, dia ikut menjambak rambut Indah. Tempat itu langsung ramai dengan siswa siswi yang melihat pertengkaran antara Alea dan Indah.

Sedangkan Vernon, jujur dia ingin sekali memisahkan mereka tapi dia tidak ingin semua orang tau kalau dia pura-pura tidak bisa berjalan. Alhasil Vernon memutuskan untuk mengeluarkan suara singanya.

"BERHENTI."

Alea dan Indah langsung berhenti, dan semua menatap ke arah Vernon.

"Indah, lepasin Alea!"

Perlahan Indah melepaskan tangannya dari rambut Alea yang sudah sangat berantakan.

"Semuanya bubar!"

"Alea. Ayo pergi."

Alea mengangguk dan pergi dari sana bersama Vernon.

_

Sesampainya di kelas....

"Lea, rambut lo kenapa?" Tanya Eka.

"Gara-gara dia nih." Tunjuk Alea pada Vernon.

Vernon tersenyum miring. "Rasain."

Alea menggeram kesal. "Pengen gue tonjok tuh muka."

"Tonjok aja. Gue akan kasih hukuman tambahan."

"Oh gitu? Gue bakal tuntut elo."

"Emang berani?"

"Berani lah."

"Yaudah coba sana."

"Elo nantang?"

"Keliatannya?"

"Eh udah udah." Lerai Rafael.

"Selamat pagi." Ucap guru yang tiba-tiba masuk kelas. Bukan, tapi memang sudah waktunya jam pembelajaran.

"Pagi, Bu.." Jawab para siswa sambil duduk di bangku masing-masing.

_

Istirahat pun tiba...

"Lea." Panggil Raya, teman terdekatnya di kelas.

"Iya?"

"Kantin yuk."

"Ayok."

"Ngga. Alea ada urusan sama gue." Cegat Vernon.

"Ray, udah lo ke kantin sendiri aja. Ga pa-pa kan?"

"Oke, ngga pa-pa kok. Gue pergi ya." Raya pun pergi dengan melambaikan tangannya.

"Lo mau apa?" Tanya Alea.

"Jalan-jalan lah, yuk." Jawab Vernon.

Dengan malas Alea mendorong kursi roda Vernon dan keluar kelas.

...

Alea dan Vernon pun pergi ke taman sekolah. Disana udaranya cukup segar. Tidak banyak siswa yang duduk disana dan tidak bising juga.

"Alea, beliin gue camilan."

"Ga ada penolakan." Kata Vernon kembali karena tau pasti Alea mau memprotes perintahnya.

"Iya oke!"

Tinggallah Vernon sendiri disana. Suasana hening ini mengingatkannya pada orang tuanya. Dia benci ini. Itulah kenapa dia menyukai kerusuhan dan keributan. Ramai, melupakannya tentang kenangan buruk itu.

"Vernon."

Itu bukan suara Alea, melainkan suara Raja kakaknya yang 7 tahun lebih tua darinya.

Mengetahui kalau itu Raja, suasana hatinya langsung memburuk.

"Jangan sebut nama gue. Gue benci."

"Apa yang terjadi sama kamu?" Tanya Raja yang melihat adiknya duduk di kursi roda.

"Elo ngga perlu tau."

"Kamu ngga tau kakak khawatir?"

"Engga. Dan gue ngga peduli."

"Ver, ayolah. Kakak ngga mau kamu kayak gini terus. Ayo pulang, kita tinggal bersama lagi."

"Gue udah berkali-kali bilang sama elo Bang. Gue ngga mau pulang ke rumah itu!"

"Kita pindah. Gimana?"

"Engga. Gue ngga mau! Tinggal bareng sama elo malah bikin gue makin teringat sama papah mamah. Gue bisa gila lama-lama."

"Ver-"

"Pergi."

"Vernon."

"Pergi. Gue bilang pergi!"

Suara tinggi Vernon membuat siswa lain yang berada di dekata sana menatap ke arahnya.

"Oke, kakak pergi. Tapi ingat, kakak ngga akan nyerah buat bujuk kamu." Raja pergi dari sana, sedangkan Vernon masih dikuasai oleh emosinya. Vernon berdiri dari kursi roda dan menendangnya.

Tanpa Vernon tau ada Alea yang melihat semuanya dari kejauhan. Alea dalam hari bertanya-tanya, apa yang membuatnya semarah itu? Apa sesuatu masalah yang besar?

Alea mencoba mendekati Vernon.

"Vernon. Ini makanannya."

Vernon melirik makanannya lalu mengambilnya dengan kasar dan membuang makanan tersebut.

"Kok dibuang?!"

"Ngga peduli. Minggir." Vernon menabrak bahu Alea sampai membuatnya sedikit terhuyung.

...

Vernon pergi ke kelasnya dan mengajak kedua temannya, Eka dan Rafael untuk meninggalkan sekolah.

"Cabut."

"Kemana?"

"Kita obrak abrik jalanan."

Eka dan Rafael langsung tersenyum senang dan antusias untuk meninggalkan sekolah alias kabur.

Vernon, Eka dan Rafael pergi lewat gerbang belakang sekolah. Ini adalah jalur yang paling aman untuk kabur. Sudah berkali-kali mereka melakukan hal ini.

...

Brum Brum Brum

Vernon dan geng motornya beraksi. Ugal-ugalan di jalanan yang ramai membuat pengendara lain terganggu dan sekitarnya. Bahkan menjaili beberapa pengendara sampai pengendara tersebut terjatuh.

Mereka dengan bangganya melakukan itu tanpa memikirkan sekelilingnya.

Vernon kaya, tapi dia berani melakuan tindak kriminal seperti merampok. Iya, seperti yang akan dia lakukan sekarang.

Vernon dan anggota gengnya menghentikan sebuah mobil sedan.

"Keluar!" Bentak Vernon.

Keluarlah seorang wanita berumur 38 tahunan.

"Mau apa kalian?" Tanyanya dengan nada ketakutan.

"Uang! Cepat! Jangan berfikir untuk minta tolong, atau mau saya gores leher Anda dengan pisau ini?"

"O-oke. Saya kasih apa yang kamu minta." Tanpa berpikir panjang, wanita ini langsung menyerahkan sejumlah uang yang dia bawa dengan jumlahnya tidak sedikit.

"Good."

Setelah mendapatkannya, Vernon dan teman-temannya langsung pergi dari sana. Wanita ini pun langsung bernapas lega dan segera menghubungi polisi.

_

Vernon dan teman-temannya berkumpul di markasnya lengkap dengan beberapa merek minuman keras.

Eka, "Happy banget dapet korban yang tanpa perlawanan. Haha."

"Bener banget, ngga buang-buang waktu banyak." Sahut Rafael.

"Tapi kurang seru ah menurut gue. Gue lebih suka yang banyak perlawanan. Kan ngga asik pisau gue ini ngga ada noda darahnya." Ucap Vernon dihiasi dengan seringainnya bakal psikopat.

"Gue tau elo. Tapi inget Ver, dulu elo pernah hampir bunuh orang dan untung aja elo ngga di penjara."

"I don't care. Mau gue dipenjara nanti atau engga, gue ngga peduli."

"Bersulang?"

Anak-anak mengangkat gelas mereka masing-masing dan mengucapkan, "Bersulang!" Dengan bersamaan.

Di tempat lain, wanita yang menjadi korban rampok anggota geng Vernon sedang berada di kantor polisi.

"Bunda." Seorang gadis 17 tahun yang masih memakai seragam menghampiri ibunya itu.

"Bunda ngga pa-pa kan?" Tanya gadis itu yang tak lain adalah Alea.

"Ngga pa-pa sayang. Kamu ngga usah khawatir."

"Terus kenapa Bunda disini?"

"Bunda cuma mau melapor sayang, sudah banyak korbannya. Bunda ngga mau ada korban berikutnya. Geng motor itu harus ditangkap."

"Permisi, Bu. Apa ini anggota geng motor yang merampok itu?" Tanya polisi dan menunjukkan sebuah foto.

"Iya betul mereka. Tolong ya Pak, tangkap mereka. Mereka sudah sangat merugikan banyak pengguna jalan."

"Baik, Bu. Terima kasih atas laporannya."

"Tunggu, Pak. Saya mau liat fotonya sekali lagi."

Polisi pun menunjukkannya.

Benar, itu memang Vernon.

"Kenapa Alea?" Tanya ibunya.

"Eh ngga pa-pa kok. Makasih, Pak."

"Kalau begitu, kami permisi."

...

Sepanjang perjalanan Alea terus memikirkan Vernon. Iya, Alea sangat menyadari kalau Vernon salah tapi dia khawatir kalau Vernon benar-benar ditangkap nanti. Bagaimana ini? Haruskah dirinya mencegah hal itu? Tapi bagaimana caranya?

To be continued...