"Kau itu memang—"
"Memang?"
"Munafik!" jelas Ryo sambil tersenyum sinis. Mereka saling melangkah ke depan lalu berpelukan erat. "Lama tidak bertemu, ternyata Kyo benar ... kau jadi tambah menyebalkan!"
Kei tertawa ringan, bertemu dengan orang yang se-frekuensi dengannya bukanlah hal mudah. Namun, bukan hal mudah baginya untuk berhubungan dengan seseorang seperti Ryo karena ia seperti melihat dirinya sendiri.
Mereka memutuskan untuk pergi ke tempat lain. Memilih kafe sebagai tempat untuk bercengkrama, Kei dan Ryo butuh waktu sampai 30 menit untuk mencari kafe yang cocok. Karena mereka sama-sama tidak menyukai tempat ramai.
Sampai, mereka pun segera memesan apa yang diinginkan. Lalu, menikmati itu dalam diam.
"Aku tidak tahu kau mudah sekali bisa menjinakkannya."
"Itu mudah saja," gumam Kei menyeruput kopi hitam americano-nya. "Memangnya sesulit apa?"
Ryo tersenyum smirk mendengar kesombongan kakaknya itu. Ia pun ingin sekali menyiramnya dengan kopi capuccino panas di tangannya. "Sesulit kau melupakan Izumi!"
"Tapi, apa menurutmu yang itu lebih baik?" tanya Kei tidak sakit hati dengan ucapan pedas Ryo yang dengan mudahnya membahas masa lalu.
"Tergantung, menurutku dia tipe yang akan meledak pada waktunya." Ryo sedikit menundukkan kepalanya saat bertemu dengan beberapa rekan kerjanya. "Lalu, bagaimana rencanamu selanjutnya?"
"Aku memang tidak ada pilihan lain sekarang. Agar luka ini sembuh dan masuk dalam daftar penerima warisan, aku—."
"Ah, jadi itu tujuan utamamu. Kalau hanya itu, kenapa kau tidak menikahi yang lainnya saja. Kau ini terlalu jahat padanya!" ketus Ryo dengan nada sengau. Tubuhnya mendadak merasakan panas karena dadanya yang sudah terbakar amarah.
Kei terdiam sesaat, ia menatap layar ponsel yang terpampang wajah seorang wanita. Dia adalah Izumi. "Sebenarnya aku ingin tahu kenapa wanita itu sampai harus menolakku dengan cara seperti itu. Aku memang bajingan, karena aku tidak bisa melepaskan yang satunya!"
"Lalu, kenapa kau malah menghancurkan yang satunya?"
"Aku masih bisa bersikap baik padanya!"
"Jika hanya bersikap baik, serahkan saja padaku!"
"Kenapa kau ngotot sekali ingin menikahinya?" tanya Kei mulai tidak sabar. Ia pun dengan keras membalikkan ponselnya ke meja hingga membuat para pelayan mulai khawatir dengan perdebatan mereka.
"Aku sudah bilang, ketertarikanku berbeda denganmu. Aku menyukainya dengan hasrat untuk kepemilikan pribadi. Bukan karena warisan itu. Lagi pula, aku sudah cukup kaya!" timpal Ryo percaya diri.
Pria ini, enteng sekali bicaranya. Tetapi tidak dengan hal-hal gila yang dilakukannya. Ia banyak tahu tentang Ryo karena Kyo sering membahasnya.
Betapa nekatnya seorang Ryo jika sudah berkaitan dengan keinginannya.
Berbeda dengan yang selalu melangkah dengan hati-hati dan penuh ketelitian. Dirinya sangat tidak menyukai sesuatu yang tampak tidak jelas seperti sifat Ayaka.
Gadis itu, ia selalu curiga akan apa yang ada dalam dirinya dibalik semua sifatnya yang girly dan sangat menawan hati. Dirinya sudah sangat sering bertemu yang seperti itu di kantor dan di manapun berada.
Berbeda dengan sifat Izumi yang keras dan tampak lebih jelas dan tegas. Karena itulah dirinya lebih menyukai gadis itu ketimbang Ayaka. Ia tidak bisa percaya dengan mudah pada gadis bermulut dan bersikap manis seperti Ayaka.
"Kau ini rumit sekali, Bung!" cela Ryo tersenyum miring. "Jalani saja, jika kau merasa tidak bisa ... bilang saja padaku. Aku akan menggantikanmu. Jangan pernah bilang pada Kyo!" gertaknya.
Kei tertunduk menahan tawa. "Tanpa dibilang pun, dia sudah tahu harus apa!" Pria itu kembali mengetuk-ngetuk jarinya.
Orang-orang yang melihat mereka sudah mereda pun bernafas lega. Bagi mereka, keluarga Nakamura sudah seperti keluarga Yakuza yang sangat menyeramkan. Bukan rahasia lagi jika keturunan Nakamura memang memiliki sifat yang keras dan itulah yang membuat mereka sangat disegani. Apalagi ditambah dengan kekayaan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
Bagi siapapun, jika bertemu dengan keluarga Nakamura yang taat, itu adalah suatu pukulan yang sangat menyakitkan. Pasalnya, mereka sudah seperti musuh bagi lawan jenisnya. Tidak ada ruang dan kesempatan bagi orang-orang yang ingin mendekatinya.
Berbeda dengan Hashimoto yang terkesan lebih ramah dengan orang lain. Ditambah dengan faktor fisik yang mendukung. Karena itulah banyak dari keluarga Hashimoto yang tidak taat. Hal itu menjadi sangat menyulitkan Nakamura untuk mencari pendamping.
Tiba-tiba, mereka didatangi oleh beberapa gadis yang cukup cantik. "Hallo, Kai-kun!" sapa mereka bertiga.
"Sudah kubilang namaku, Kei. Nakamura Kei!" kesalnya meremas gelas di depannya.
Ryo yang tidak mengerti dengan siapa Kei berbicara, memilih diam dan hanya menatap lurus seorang gadis yang menurutnya paling cantik di antara ketiganya.
"Em, anoo ... dia siapa?" tanya mereka bertiga serempak.
Merasa terpanggil, Ryo hanya melambaikan tangan seraya berkata, "Nakamura Ryo, salam kenal!" ucapnya dingin. Ia tidak berniat untuk dekat dengan para gadis berisik itu.
"Ryo, apa kau adik tiri dari Kei. Ah, salam kenal Ryo-kun!" ucap salah satu yang paling tinggi di antara mereka.
Dua gadis itu tampak cerewet sekali. Berbeda dengan yang paling pendek di antara mereka. Namun, Ryo sama sekali tidak memperdulikanya. Ia berniat untuk melupakan nama mereka.
Setelah para gadis itu pergi, Kei tampak heran dengan sikap Ryo yang tidak semangat. "Kenapa, apa kau tidak suka. Bukankah mereka berasal dari Hashimoto?"
"Suka sih tidak, tapi aku sudah menemukan yang paling cantik. Sepertinya pas untuk Kyo!"
"Kenapa bukan kau saja?" tanya Kei semakin heran dengan sikap Ryo yang tidak jelas itu.
Sudut bibir Ryo sedikit terangkat. Ada semacam senyum yang menyiratkan maksud tertentu. "Mata dan hatiku hanya fokus pada calon istrimu!"
"Kau benar-benar memiliki sifat ibumu, ya!" sindir Kei cukup menusuk.
Tak mau kalah, Ryo pun mengatakan, "Kau juga seperti ayah. Plin-plan dan bodoh!" Ia pun beranjak dari duduknya dan berpamitan untuk pergi.
Kei hanya mengangguk saja. 'Ya Tuhan, aku benci sekali dengan sikap arogannya!'
Berjalan dengan tenang, Ryo tak sengaja bertemu pagi dengan ketiga gadis tadi. Ia pun memilih untuk tidak mempermasalahkan mereka dan melanjutkan perjalanan menuju mobilnya.
Mereka tak sengaja bertemu muka. Tertegun, Ryo seperti melihat gelagat aneh pada gadis yang paling pendek itu. 'Kenapa dia melihatku begitu?'
Karena merasa aneh, ia pun berniat ingin memanggilnya. Namun, gadis itu malah seperti menghindari tatapan matanya. "Hashimoto-san?" panggilnya dengan suara ramah. Tetapi tidak seramah saat dia bertemu Ayaka.
"Ryo-kun?"
Salah satu dari mereka mengatakan hal yang tidak terduga.
"Ryo-kun ... ada yang menyukaimu!" ucap gadis bertubuh tinggi itu dengasenum menggoda.
Tersenyum tipis, Ryo melirik ke arah lain. Kemudian menatap lurus mereka dan berkata, "Maaf, jangan menyukaiku. Aku sudah memiliki seseorang yang kusuka!"
"Apa itu Ayaka-chan?"
Suara gadis yang terlihat paling cantik itu akhirnya keluar juga.
To be continued...