webnovel

Bohong

"Mengujinya, dengan cara seperti itu. Apa kau bodoh!" bentak Kyo bernada tinggi. "Dia terlalu dan terlalu bodoh untuk diuji seperti itu, kau tahu. Aku bahkan sudah mengambil ciuman pertamanya, yang artinya ... DIA TIDAK BISA DIUJI DENGAN CARA ITU, SIALAN!"

Kyo merunduk memegang kepala dengan kedua tangannya, frustrasi. Padahal hanya melihat satu menit saja, Kyo sudah tahu jika Ayaka adalah gadis lemah yang bisanya menyusahkan pria.

Tetapi di balik itu semua, gadis itu punya perasaan yang dalam dan serius. Andai dirinya bukan anak kedua, pastinya akan sangat bersyukur memiliki gadis seperti Ayaka yang polosnya minta ampun.

"Jika kau begini terus, aku benar-benar akan mengambilnya darimu ... dan satu lagi, cepatlah bangkit dari trauma sialan itu, bajingan!" desis Kyo mendorong tubuh Kei hingga membentur pinggiran tangga.

Kei tertegun akan sikap Kyo yang menurutnya sangat berbeda. 'Apa yang kau lakukan padanya, Gadis Cengeng?' gumamnya dalam hati.

Kyo berlari menuruni tangga dengan perasaan berat dan sangat panas di hatinya. Dirinya tidak mengerti kenapa perasaannya begitu kiat pada Ayaka. 'Padahal bukan tipeku, kenapa aku jadi gila begini?'

Sebelum memasuki mobil, dirinya tak sengaja melihat Ayaka yang termenung di balkon menatap ke arah jalan. 'Huft ... meskipun Izumi sangat cantik, tapi gadis ini juga tidak kalah cantiknya. Aarrhh ... sudahlah!'

***

Setelah pertengkaran, Kei menatap pintu kamarnya. Dia merasa enggan untuk memasuki kamar itu. Kesal, benci, khawatir, semuanya bercampur menjadi satu saat berhadapan dengan Ayaka.

Namun, dirinya harus bisa menahan perasaan itu meskipun sangat sulit. Baginya, melihat Ayaka adalah melihat setengah dari Izumi. Bagaimana pun juga mereka sedarah. Pikirannya selalu terpusat bahwa mereka pasti tidak ada bedanya.

Tapi...

"Ayo ... tenanglah, dia hanya bocah. Lagipula dia tidak tahu hubungan seperti apa yang kujalani bersama Izumi. Kita baru dekat dan Izumi melakukan pelanggaran. Kali ini, aku tidak perlu lagi melakukan pendekatan dengan perasaan sebelum tahu perasaan apa yang dibawa gadis itu."

Dia memberanikan diri untuk masuk dan langsung tertegun dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seorang gadis dengan gaun putih selutut yang sederhana dan sopan tengah memandang ke arah luar jendela dengan tenang.

Tiba-tiba, angin berhembus kencang menerpa tubuh mungil itu dan menyebabkan rok-nya agak sedikit terangkat. Helaian rambut sebahunya pun juga berterbangan memperlihatkan lehernya yang putih mulus.

Bersamaan dengan hujan yang turun ke bumi membasahi tubuhnya. Aneh sekali, kenapa gadis itu membiarkan hujan membasahinya. "Hashimoto-san!"

Tubuh tenang itu mulai terusik saat satu kata keluar dan pendengarannya meresponnya dengan sangat baik. "Nakamura-san!" kejut Ayaka berlari menghampiri Kei.

"Tubuhmu basah, apa kau selalu begini?" tanya Kei, datar. Bukan begitu maksudnya, dirinya sebenarnya ingin mengatakan, kenapa kau mandi hujan. Kau bisa sakit dan mengganggu tidurku.

Ayaka memasang senyum manisnya. Tersenyum dengan mata dan bibir berbentuk seperti bulan sabit adalah pahatan sempurna bagi setiap mahluk bernama wanita. Senyuman itu terasa sangat halus dan tulus.

"Tidak, Nakamura-san ... saya tidak tahu jika akan hujan karena terlalu menikmati semilir angin yang tenang," ujarnya. Ayaka terdiam dengan wajah kebingungan saat Kei tidak berbicara lagi.

Apakah dia telah melakukan kesalahan atau dirinya telah salah menjawab pertanyaannya. Mungkin saja jawabannya terasa aneh. Ayaka tidak bisa berpikir jernih.

"Ayaka ... apa seperti ini baju kesukaanmu?"

Ayaka mendongakkan wajahnya. "Kenapa, Nakamura-san. Apakah terlalu terbuka, saya bisa menggantinya. Saya menemukannya di lemari. Jadi—."

"Aku hanya bertanya, apa kau menyukai model baju seperti ini?" Kei menatap dingin mata coklat muda Ayaka yang begitu indah dan menawan.

"E— eh ... suk— a!" jawab Ayaka gelagapan.

Kei semakin dalam menatap mata Ayaka hingga pemiliknya merasa gelisah dan tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa. "Duduk!"

Tanpa menjawab, Ayaka duduk di pinggir ranjang dengan perasaan tak menentu. Hatinya sangat berdebar-debar dan ini jauh lebih mendebarkan dibandingkan dengan sat dirinya bersama Kyo, tadi.

"Hashimoto-san ... bolehkah aku memanggil nama depanmu?" Kei akhirnya mengalihkan tatapannya ke arah lain. Kenapa dia harus melakukan ini. Padahal harusnya tidak perlu.

"Eum!" balas Ayaka tertunduk menahan malu.

"Sebagai gantinya, kau bisa memanggil nama depanku!" cetus Kei membuat Ayaka tersentak.

"Ke— i ... k— un?"

Kei tersenyum tipis. Hal itu membuat Ayaka semakin salah tingkah. Apakah dirinya melakukan kesalahan lagi. Kenapa Kei seperti tidak bisa ditebak. Tadi diam sekarang senyum, bagaimana Ayaka bisa bersikap normal jika dirinya terus dihantui ketakutan seperti ini.

"Kei-san?" tanya Ayaka memastikan.

"Yang pertama saja, Ayaka!" ucapnya pelan. Dirinya tersenyum, tentu saja karena kegugupan Ayaka yang berhasil sedikit mencairkan suasana hatinya yang berantakan sejak seminggu yang lalu.

Dipanggil nama depannya, Ayaka menjadi sangat kikuk dan grogi. Dirinya bahkan tidak berani menatap wajah Kei sama sekali. Ia hanya bisa meremas gaunnya.

"Huft!" Kei bisa tahu seberapa gugupnya Ayaka saat ini. "Apa kau butuh sesuatu?"

"Em, begini. Ke— i ... kun. Bagaimana kabar orang tua saya?" tanya Ayaka lemah lembut. Masih dengan tatapan mata yang tidak bisa tenang, gadis itu lebih tertarik untuk memandangi lantai keramik daripada si tampan Kei yang dingin itu.

Kei yang tahu orang tua Ayaka sedang disidang oleh tetua dan mendapatkan hukuman cambuk enggan mengatakannya. "Mereka baik-baik saja, pernikahan nanti aku akan mengundangnya. Ada lagi yang ingin kau tanyakan?"

"Em, itu ... bisakah saya mendapatkan baju yang lebih tertutup?"

"Kenapa?"

"Kyo-kun ... saya khawatir dia akan membuat masalah lagi!"

Kei tertegun, wajahnya yang dingin itu sedikit melunak. Ia tersenyum tipis merasakan kepolosan gadis itu. 'Ternyata dia (Kyo) tidak berlebihan dalam menilai gadis ini!'

Keheningan yang berlangsung selama bermenit-menit itu membuat Ayaka stress ringan. Dirinya benar-benar tidak biasa dengan kehadiran Kei. Bukannya tidak suka, tetapi pria yang berbeda hampir dua kali umurnya itu sangat dingin dan kaku.

"Baik, akan kubelikan besok!"

"Heh, besok. Secepat itu, ti— tidak perlu cepat-cepat. Anda 'kan orang sibuk!"

"Tenang saja!" Kei menghubungi seseorang di telepon. Bibirnya bergerak-gerak dan membuat Ayaka cukup ngeri mendengar intonasi yang keluar dari sana.

"Ternyata jauh lebih tegas dari yang kuduga!" gumam Ayaka lemas. "Berarti dari tadi Nakamura-san sudah bersikap lembut padaku?" ringisnya bermonolog sendiri sambil menutup mata penuh rasa bersalah.

"Kenapa dengan Nakamura?" tanya Kei mengejutkan Ayaka.

Ayaka cepat-cepat melambaikan tangan seraya berkata. "Ti— tidak ada apa-apa, Kei-kun!" ucapnya setengah mati ketakutan. Khawatir jika Kei akan terdiam lagi seperti kulkas.

"Apa yang kau takutkan padaku?"

"He, eh ... anu, tidak ada!"

"Tidak ada?"

"Eemmm ... anu maksudnya." Kegugupan Ayaka sudah tidak terkendali.

Melihatnya begitu tersiksa, Kei pun melangkah maju ke depan Ayaka dan berlutut di hadapannya. "Jika kau tidak ingin membuatku marah, jangan pernah berbohong padaku!"

To be continued...