webnovel

I. Sssh, Jangan ke Laut di Musim Pancaroba!

"Putri duyung, makhluk dalam mitologi yang misterius keberadaannya. Sebagian ada yang meyakini eksistensinya, sementara sebagian lain tidak. Banyak versi cerita yang berkaitan dengan makhluk satu ini.

Di karya sastra kuno, makhluk itu digambarkan sebagai manusia berekor ikan. Mulai dari bagian perut bawahnya makhluk mirip manusia itu memiliki anatomi seekor ikan. Lengkap dengan sisik-sisik yang menghiasi sebagian tubuhnya. Kendati demikian, konon, duyung diberkati dengan paras yang rupawan, serta suara yang teramat merdu.

Ada yang mengatakan, mereka itu karnivora biadab yang picik dan liar, yang menguasai rantai makanan di laut.

Mereka suka muncul ke permukaan untuk menggoda para pelaut di musim pancaroba, ketika bulan purnama menerangi malam.

Mereka, para duyung, memancing manusia ke jalan sesat, ke jebakan yang telah dipersiapkan. Hati manusia dipengaruhi agar bersedia menyerahkan diri dengan segenap hati untuk disantap.

Namun sebaliknya, adapula yang berkata bahwa duyung adalah makhluk ilahi. Makhluk suci yang ditugaskan oleh Dewa untuk membantu kehidupan manusia. Utusan Tuhan. Dan bla bla bla, masih banyak lagi omong kosong yang berhubungan dengan keilahian lainnya."

Sesosok pria dengan rambut pirang-agak kecoklatan dan mata biru segelap ombak laut malam terkekeh geli begitu selesai membaca halaman terakhir jurnal yang dipegangnya. Di bagian kanan bawah halaman terakhir jurnal itu, terdapat tulisan "Ervin Mothcatcher, 14 tahun".

Ervin Mothcatcher. Itulah nama dari sosok tersebut. Tidak tampan, tidak jelek. Tidak jangkung, tidak pendek. Tidak kaya, tidak pula miskin.

Di dunia gila yang dikuasai oleh monarki dan aristokrat lalim ini, ia hanya salah seorang rakyat biasa yang sepanjang hidupnya sangat tertarik dengan cerita-cerita mitos dan legenda rakyat.

Jurnal dengan isi menggelikan (setidaknya bagi dirinya) itu ditulisnya ketika berumur empat belas tahun. Itu berarti, buku memalukan tersebut adalah salah satu yang dapat dikategorikan 'masa lalu kelam' olehnya.

Judul jurnal itu memanglah "Tak Diragukan Lagi, Hanya Mitos", akan tetapi tampaknya isi jurnal itu tak berkata demikian.

Ervin kecil amat senang menyimak para Tetua di Balai Desa bercerita tentang sejarah berdirinya kerajaan-kerajaan, makhluk mistis, serta tentunya saga para pahlawan bangsa.

"Sudah?" ujar seseorang yang berdiri agak menyandar ke dinding di seberangnya. Keningnya terkernyit. Mata tajamnya melirik Ervin sinis. "Sudah omong kosongnya?"