webnovel

Ujung Yang Manis

"Apa kau tidak mengijinkan aku untuk tidur bersama mu sekali ini saja, mungkin ini adalah permintaan terakhir ku setelah ini aku tidak meminta untuk tidur bersama mu lagi." "Jangan bermimpi."  ucap Gabriela dengan tegas. Saat itu Gabriela tidak sadar bahwa itu benar-benar permintaan terakhir suaminya. Wanita itu lebih mementingkan egonya yang saat itu tengah kesal dengan sang suami. “Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu Gabriela Karina Waris, aku tidak tahu mengapa aku merasa jika setelah ini aku akan pergi sangat jauh dan aku juga merasa bahwa kita tidak akan bisa bersamamu lagi. Meskipun begitu aku akan berusaha untuk kembali dengan selamat untuk diri mu, La." "Apapun yang terjadi pada ku nanti, aku harap kau tidak pernah melupakan perjuangan ku untuk membuat mu bisa mencintai aku, yah meskipun kau belum bisa membalas perasaan ku tapi setidaknya kau tahu bahwa aku benar-benar mencintai mu, La.” Aris mendongakkan kepalanya guna menahan air matanya yang hendak keluar dari pelupuk matanya. Itulah saat terakhir dimana Gabriela bisa mendengar suaminya yang mengutarakan perasaannya bahwa lelaki itu sangat mencintainya. Gabriela menyadari bahwa itu semua terjadi karena kesalahannya. Lalu sanggupkah Gabriela menebus semua kesalahan masa lalunya yang menyebabkan seorang yang sangat mencintainya itu pergi untuk selama-lamanya?

Leebita · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
46 Chs

Pertanda apakah ini?

PYARRR

Bingkai foto pernikahan Gabriela dan Aris yang berada tepat dimeja samping jendela ruangan kerja milik wanita itu tiba-tiba terjatuh dan membuat Gabriela yang tengah sibuk dengan pekerjaannya menoleh kearah sumber suara tersebut.

"Huffft, mengagetkan saja. Memangnya apa sih yang baru saja jatuh tadi kenapa bunyinya seperti kaca yang pecah."

Kedua mata elangnya kini meneliti semua benda yang berada di sekitarnya mulai jendela kantornya yang semua terbuat dari kaca, tidak ada yang pecah sama sekali.

Aneh, karena tadi seperti bunyi kaca yang pecah.

Tapi apakah itu?

Setelah dirasa bunyi itu bukan berasal dari jendelanya, Gabriela giliran memeriksa barang-barang miliknya yang ada diatas meja kerja.

Semuanya tidak ada yang terbuat dari kaca.

Tunggu..

Kemana foto pernikahan Gabriela dengan Aris yang selalu ada di meja kerja Gabriela.

Sebenernya sih Gabriela tidak menginginkan foto pernikahannya dengan sang suami dipajang di meja kerjanya, tetapi Gabriela terpaksa melakukannya meskipun tidak mau.

Apakah bisa Gabriela tidak memajang foto pernikahannya dengan sang suami diatas meja kantornya, jika kedua orang tuanya atau kakak lelakinya tiba-tiba datang ke kantor Gabriela dan melihat bahwa wanita itu tidak memasang foto pernikahannya.

Gabriela bisa langsung dikeluarkan dari anggota keluarga Waris jika itu sampai terjadi.

Akhirnya dengan berat hati Gabriela memajang foto itu lalu dimana foto itu sekarang, kenapa tiba-tiba menghilang ketika sebelumnya Gabriela melihat foto itu ada di atas mejanya.

Atau jangan-jangan yang pecah tadi.

Gabriela bangkit dari tempat duduknya dan memperhatikan sekitar mejanya, akhirnya dia menemukan dimana sumber bunyi yang mengagetkannya tadi.

Tidak berpikir lama, Gabriela berjalan menuju bingkai foto pernikahannya yang ia duga baru saja jatuh itu, Gabriela membungkukkan tubuhnya.

"Ohh rupanya ini, huh aku sampai kaget tadi. Aku pikir suara apa karena kedengarannya sangat keras sekali eh ternyata hanya foto yang jatuh."

"Yahh kacanya pecah." Ucap Gabriela yang baru saja meraih foto pernikahan mereka, "Lagipula kenapa bisa jatuh sih, aku tadi sudah menutup jendelanya jadi tidak mungkin jika ada angin yang masuk sehingga membuat foto ini bisa jatuh."

"Astaga firasat apa ini."

Kenapa tiba-tiba perasaan Gabriela menjadi tidak enak setelah melihat bingkai foto pernikahannya bersama Aris terjatuh dan kaca yang melapisinya pecah?

Tidak ingin fotonya di buang oleh OB di kantornya, Gabriela memutuskan untuk membawa bingkai foto itu untuk diletakkan di meja kerjanya lagi, tangan wanita tersebut terarah pada telepon kantor.

"Apa kau bisa datang, ada masalah besar di ruangan ku." Setelah mengatakan apa tujuannya menelpon Gabriela mematikan telponnya secara sepihak.

Lagipula tidak akan ada yang tidak suka dengan sikap Gabriela itu.

Meninggalkan telpon kantornya, Gabriela kembali memperhatikan foto pernikahannya itu, "Ada apa ini, kenapa perasaa ku tiba-tiba tidak enak? Dan kenapa foto ini bisa jatuh padahal  tidak ada angin sama sekali." Gabriela mengambil sisa pecahan kaca yang masih tertempel dibingkai fotonya itu.

"Apa terjadi sesuatu dengan Aris?." pikirnya.

Perasaannya yang tidak enak langsung tertuju pada suaminya yang sekarang entah berada dimana, semenjak pagi tadi laki-laki itu juga tidak memberinya kabar apapun atau hanya sekedar ucapan selamat pagi.

Aneh bukan?

Jika Aris sudah berangkat ke luar kota kenapa dia tidak mengirimi Gabriela sebuah pesan?

Setidaknya Gabriela bisa tahu keberadaan suaminya.

Apa Aris sudah tidak mementingkannya lagi?

Kenapa tiba-tiba Gabriela bertanya seperti itu dalam hatinya, bukankah itu adalah keinginannya dari dulu?

Gabriela tidak ingin diprioritaskan oleh suaminya sendiri karena menurut wanita itu Aris terlalu berlebihan sehingga membuat Gabriela muak.

"Aris kenapa kau ada disini?" Tanya Gabriela yang baru saja sadar dari pingsannya dan melihat sang suami yang tengah duduk didekatnya sembari menggenggam tangan kanannya.

Mengetahui tangan kanannya digenggam eh lelaki yang dibencinya, Gabriela dengan cepat menepis tangan lelaki yang sudah setahun ini menjadi suaminya.

Melihat itu Aris hanya bisa tersenyum tipis, "Iya sayang, begitu aku mendengar kau pingsan di kantor aku langsung datang kesini. Untung saja dokter mengatakan bahwa penyebab kau pingsan karena kelelahan dan bukan karena penyakit yang serius."

Lelaki itu memberanikan diri untuk mengusap kepala Gabriela dan untungnya wanita itu tidak menolak ataupun menepisnya, lebih tepatnya Gabriela yang malas melakukannya.

Ia lebih memilih untuk memejamkan matanya karena kepalanya yang terasa begitu pening.

"Kau baru sadar setelah pingsan kurang lebih 6 jam, aku yakin kau pasti lapar. Jadi bagaimana, apa kau sedang ingin makan sesuatu. Katakanlah maka aku akan langsung membelikannya untuk mu."

"Aku hanya ingin kau pergi dari sini dan lanjutkan perkejaan mu, aku bisa menyuruh suster untuk merawat ku jadi sebaiknya kau pergi dari sini, kepala ku pening karena mendengar suara mu."

Usapan yang lembut dipuncak kepala Gabriela berhenti bersamaan dengan perkataan perkataan yang baru saja selesai istrinya lontarkan.

Ia benar-benar kecewa dengan istrinya yang sepertinya tidak mengharapkan kehadirannya meskipun disaat dia sedang membutuhkan orang untuk menjaganya, apakah Gabriela memang sebenci itu dengannya? Tanya Aris pada dirinya sendiri.

Tetapi Aris sangat pandai berakting buktinya sekarang lelaki itu memasang senyum terbaiknya sedangkan hatinya sedang kecewa sekarang, "Kenapa harus menyuruh suster jika aku saja bisa menjaga mu sampai kau sembuh sayang. Lagipula pekerjaan tidak begitu penting bagi ku jika dibandingkan dengan diri mu. Kau istri ku, bagaimana aku bisa fokus bekerja jika istri ku terbaring lemah di ranjang rumah sakit."

Mendengar hal itu Gabriela langsung menghela napasnya dalam keadaan kedua matanya yang terpejam, ia benar-benar muak dengan lelaki yang bersamanya saat ini.

"Aku suami mu jadi ijinkan aku untuk menjaga mu, La. Kau istri ku dan mulai sekarang kau adalah prioritas dalam hidup ku."

"Jangan pernah menjadikan aku sebagai prioritas dalam hidup mu." Toleh Gabriela pada sang suami, "Karna aku sama sekali tidak menginginkannya, jangan buat aku semakin muak dengan mu. Sebaiknya kau pergi dan jangan kesini untuk menjaga ku, selagi aku masih punya uang aku bisa sendiri tanpa mu."

Kilas balik ketika Gabriela dulu pernah berkata seperti itu pada suaminya.

Lalu kenapa sekarang dia bertanya apakah Aris masih mementingkan dirinya atau tidak, jika Aris memang sudah tidak mementingkan Gabriela lagi bukankah itu adalah keinginannya sejak dulu kenapa wanita itu menanyakannya?

Gabriela mencoba menepikan egonya dan memutuskan untuk menelpon sang suami, perasaan wanita itu sekarang benar-benar tidak enak ia khawatir terjadi sesuatu pada lelaki yang selama tiga tahun ini menjadi suaminya.

Diraih ponsel miliknya itu pada laci meja kerjanya dan segera mencari nomor suaminya, bersamaan dengan itu ada seseorang yang membuka dan membanting pintu ruangannya dengan keras.

BRAKK

"Gabriela!"