webnovel

Kenangan ii

First Gate ii

***

|'Selamat datang di First Gate'|

Edi membuka matanya perlahan, remang-remang dia melihat kondisi sekitar sembari membiasakan pandangannya. Meskipun hal ini sudah beruang kali terjadi, tapi tubuhnya masih belum bisa menyesuaikan, terutama cahaya terang di matanya.

Lagi-lagi Edi dikirim ke tempat tidak dikenal, sejauh mata memandang hanya ada warna putih. Tempat ini begitu kosong dari yang terlihat tidak ada apapun selain warna putih, bahkan Edi sendiri tidak yakin apakah dia menapak lantai atau melayang.

<"Hei,.. Bocah.">

Edi dikejutkan dengan suara yang tiba-tiba terdengar, dia menoleh ke kanan dan kiri, tetapi tidak menemukan siapapun. Anehnya suara itu bukan merasuk indera pendengarnya melainkan langsung terasa di syaraf otak.

"Siapa itu!" paniknya.

<"Tenang Saja, Tidak Perlu Panik Bocah,...">

U-watch bersinar kemudian keluar butir-butir terang, bulir itu semakin lama semakin banyak dan berkumpul di depan Edi.

<"Aku Tidak Berniat Jahat...">

Karena panik dan takut Edi mundur pelan-pelan, tidak ingin ada hal buruk menimpanya. Buliran itu menggumpal dan menggeliat, perlahan menunjukkan siluet seorang Pria, tetapi dia hanya berwarna putih. Samar-samar ada cahaya tipis yang membalut tubuhnya.

Sosok itu berjalan perlahan mendekati Edi, tiba-tiba saja dia berteriak <"Astaga! Apa Ini...">

Tubuhnya bersinar terang kemudian, secara ajaib tubuh itu menyusut seukuran dengan Edi. Sementara Edi menutup telinganya kuat-kuat, teriakan makhluk itu terdengar begitu nyaring karena langsung merasuk ke pikirannya.

Hits tidak bisa menyangkal nasibnya, dia sadar sisa Light Power yang ia miliki tidak cukup untuk membentuk tubuhnya. Setidaknya dia masih beruntung tidak sampai lenyap karena kekurangan energi hingga kembali ke bentuk semula, bentuk Matter. Dia tidak akan bisa berkomunikasi dengan Shikai jika dalam bentuk itu.

Bisa dibilang Hits juga mengalami kesialan, karena mendapatkan Shikai seperti Edi. Berbeda dengan Blash yang memiliki Shikai Dwi, Edi belum bisa mengontrol energi sedikit-pun. Sebab itu Light Power miliknya tidak mengalami kemajuan sama sekali, mungkin juga malah berkurang.

Berbanding terbalik dengan Blash yang sudah mengumpulkan cukup banyak Dark Power. Menyesal tidak ada gunanya, sudah terlambat jika dia ingin memilih, lagi pula takdir tidak bisa dirubah. Jalan yang harus ia lalui sudah ditentukan sejak awal.

Di sisi lain dia cukup senang, Edi dan Dwi memang layak menjadi Shikai keduanya bila dilihat dari ikatan mereka. Keduanya cukup dekat sampai-sampai Hits bernostalgia beberapa waktu ini. Sayangnya, untuk kemampuan tidak bisa dikatakan cocok. Edi sama sekali tidak berguna sekarang ini, bocah itu tidak bisa melakukan apapun termasuk hal paling dasar yakni memahami perbedaan Dark Power dan Light Power.

Beruntungnya Edi bukan Shikai dari Blash, atau dia akan ditelan lebih cepat dari Dwi, bahkan menurut Hits bisa saja tanpa perlawanan. Hits bisa merasakan jika Dwi sempat melawan Blash dari gejolak energi yang ada, sayang dia tidak bisa berbuat apa-apa mengingat sisa energi dan Shikainya.

<"Ehem... Namamu Edi Bukan?"> Hits bertanya untuk mencairkan suasana, meski dia sudah tahu namanya Edi.

Edi mengangguk dan menjawab dengan suara yang bergetar "I-iya...".

Edi tidak menutupi rasa takutnya sama sekali, belum lagi dia masih terkejut dengan kemunculan Hits yang tiba-tiba.

Hits tersenyum canggung melihat bocah di depannya, Hits memahami perasaan Edi karena dia memiliki koneksi dengan Edi –-sebagai Shikainya-. Segala pemikiran Shikai dapat dibagi dan diterimanya, bahkan keduanya bida berbagi pikiran. Jujur saja, Dia tanpa Edi belum tentu bisa mengumpulkan Light Power seorang diri. Sayangnya Edi belum menyadari potensinya sebagai Shikai, berbanding terbalik dengan Dwi walau sekarang ia sudah dikendalikan oleh Blash.

Hits berdiri tepat di depan Edi, kemudian memberi hormat ala kesatria dengan bertumpu pada satu kaki dan tangan kanan di dada.

<"Senang Rasanya Bisa Berjumpa Dengamu, Tuan-ku.">

"Eh!..." Edi panik melihat tingkah Hits. Sosok di depannya muncul tiba-tiba lalu memberi hormat, belum lagi bagaimana dia memanggil Edi dengan sebutan 'Tuan'.

"Kumohon berdiri, jangan rendahkan dirimu sendiri." Edi menarik bahu Hits mencoba untuk membuatnya bangun.

"Satu lagi, kamu bisa memanggilku dengan nama saja. Aneh rasanya dipanggil dengan sebutan itu."

Pikiran Edi berkelana mencari tahu siapa makhluk itu, sayangnya isi kepalanya tidak menemukan jawaban dari rasa penasaran 'Siapa dia?'.

Hits yang menyadari kebingungan Edi mengangkat kepalanya, dia menatap bocah itu dengan saksama. Edi menerima sengatan di kepalanya, seolah menerima sebuah pesan langsung ke dalam otak. Spontan Edi melirik ke lengan kirinya, tempat dia mengenakan U-watch.

"A-apa kamu Hits?" Tanya Edi menatap wajahnya walau tidak terlihat mukanya.

Makhluk itu mengangguk, <"Huft.... Seperti Dugaan-mu Aku Ini Hits.">

Hits tersenyum tipis melihat tingkah bocah di depannya itu, dia menghela nafas ketika menerima isi pemikiran Edi. Bocah itu masih belum bisa memercayai mengingat zaman ini teknologi belum berkembang pesat, ditambah makhluk seperti Hits tidak cukup eksis.

Hits mengalirkan energi dari U-Watch ke tangan kanannya, dia berusaha memberi tanda jika Hits itu makhluk dari dalam sana.

<"Kami Itu Memiliki Wujud,... Setelah Memenuhi Kriteria, Wujud Kami Akan Terbentuk.... Dan Seperti Yang Kamu Lihat, Inilah Wujudku. Setidaknya Untuk Sekarang Ini,"> terangnya.

Hits berusaha meyakinkan Edi bila makhluk di hadapan bocah itu adalah Dia, setidaknya ia ingin mengurangi keraguan tentang dirinya. Bagaimanapun juga Hits tidak ingin Edi semakin ragu. Keraguan sendiri termasuk salah satu sumber dari Dark Power, jika begitu Blash yang akan diuntungkan nantinya.

Sementara bocah itu merupakan Shikai-nya, poin paling penting bagi Edi ialah harus mampu mengumpulkan Light Power hingga bisa mengontrolnya.

Uhuk... Uhuk...

Hits terbatuk pelan bersamaan dengan redupnya cahaya miliknya. Hits sadar waktunya terbatas mengingat tubuh itu masih terlalu lemah. Meski begitu Hits harus mampu bertahan demi Shikainya, dia rela jika demi Edi ia harus 'nemu suru' lebih lama lagi. Sebelum itu dia ingin membantu Edi, hatinya akan merasa senang bisa berguna bagi Shikainya.

<"Aku Persingkat Saja Ya. Kamu Bisa Bertanya Lain Kali, Kurasa...."> Hits berdiri sambil menggaruk bagian belakang kepala, <"Ada Hal Yang Lebih Penting... Yakni First Gate.">

Hits mulai menjelaskan alasan kemunculannya, dia berniat untuk membantu Edi di First Gate ini. Hits menjelaskan semua dari awal, mulai dari apa itu Energy, sumber dan asalnya, hingga apa itu First Gate dan bagaimana cara kerjanya.

Edi sendiri berusaha mendengarkan sebaik mungkin penjelasan dari Hits, meskipun dia masih belum yakin sepenuhnya dengan keberadaan makhluk it. 'Setidaknya penjelasan makhluk ini lebih baik daripada pengantar dari Prof itu.' batinnya.

Secara Garis besar Edi sudah cukup paham, intinya First Gate adalah dunia awal sebelum dunia berikutnya, lebih mudahnya bisa dikatakan menjadi tempat persiapan Shikai. Awal bagi tiap Shikai untuk mempersiapkan segalanya termasuk mengumpulkan energy, serta menjadi pintu utama yang menghubungkan Gate lainnya. Hits menyarankan Edi untuk memproyeksikan segala energi positif yang ada.

Hits tersenyum melihat Edi yang mudah mengerti melihat bocah itu sudah paham garis besarnya. Setidaknya dia tidak perlu membuang waktu dengan penjelasan panjang lebar karena sadar waktunya terbatas.

Edi kebingungan saat Hits meminta untuk mencoba memproyeksikan, wajahnya mengatakan 'bagaimana caranya?'. Sepertinya dia perlu melakukan demo sebelum bocah itu bisa praktik secara langsung,

"Ehem,... Aku Akan Menunjukkan Padamu Bagaimana Menciptakan Keajaiban, First Gate Ini Digunakan Oleh Tiap Shikai Sesuai Kehendaknya Dan Energy Utama Mereka."

Hits meraih tangan Edi lalu diarahkan ke atas, tempat langit seharusnya berada. Dia meminta Edi untuk melihat ke arah yang sama dengannya, berusaha menatap langit tanpa ujung saat ini.

"Aku Hanya Menunjukkannya Satu Kali, Setelah Ini Semuanya Bergantung Padamu."

Langit yang cerah tidak terbatas, terdapat titik cahaya terang seperti cahaya harapan, cahaya itu menyinari terang ke segala penjuru.

Edi berusaha mengikuti arahan Hits sebaik mungkin, tubuhnya merasa hangat saat merasakan ada sesuatu yang mengalir di tubuhnya. Perlahan mengalir hingga ujung lengannya, di mana dia menunjuk langit.

Bulir-bulir cahaya mulai keluar dan beterbangan ke tempat yang ditunjuk, langit putih polos itu mulai dipenuhi butiran-butiran cahaya. Mereka bergumul menjadi satu hingga membentuk sebuah bola raksasa yang melayang, sinarnya cukup terang serta memberi kehangatan ditempat itu. Sang surya bersinar tuk pertama kali di dunia putih itu, layaknya mentari yang ada di dunia mu!

Hits sangat senang dengan hasil proyeksi Edi, dia merasa bangga memiliki Shikai yang mudah mengerti. Meski tidak dapat dipungkiri jika Edi yang sekarang masih lemah, tetapi dia yakin suatu saat nanti bocah itu akan melampaui 'orang itu'. Hits awalnya terkejut melihat Edi membuat sebuah Matahari bukannya sebuah bintang seperti bayangan Hits, bocah itu melebihi ekspetasinya. Cahayanya cukup terang walau dengan ukurannya itu, seutas harapan mulai menapaki jalannya. Perlahan Hits merasa melangkah maju.

Bagi Hits itu sudah cukup sebagai awal, dia sendiri merasakan energi mengalir dan terus bertambah meski perlahan. Hits menoleh menatap Edi, raut wajah bocah itu masih terkejut. Mungkin saja dia tidak menduga akan muncul matahari putih hanya dengan berimajinasi, Edi tidak terlalu buruk untuk menjadi Shikai.

Pendar tubuh Hits melemah, Edi menoleh menatapnya karena khawatir. Hits berusaha tersenyum meski tidak kentara bedanya di wajahnya, mengatakan kalau dia baik-baik saja.

Tubuhnya perlahan berubah menjadi butiran cahaya tipis dan masuk kembali ke U-Watch, Edi mendengar ucapan lirih, <"Sisanya Aku Serahkan Kepadamu, Tuan.">

Setelah kepergian Hits, Edi kembali sendiri di tempat kosong itu, walau sekarang sudah ada sebuah objek di atas sana 'Matahari'. Dia menatap langit lagi untuk merasa kagum sejenak, matanya terpejam mengingat tugas yang harus ia lakukan.

Semangatnya sempat hilang saat menyadari betapa luasnya tempat ini, seluruhnya berwarna putih seakan tidak ada ujung. Meski begitu Edi tidak ingin menyerah begitu saja, bingung dan tidak tahu harus mulai dari mana. Edi mencoba membayangkan hal sepele dahulu.

Berawal dari melemaskan tubuhnya, kemudian berpose untuk duduk terlentang, dia mulai membayangkan. Tanah di sekitarnya menimbul dan bertambah tinggi hingga menyerupai bukit, kemudian batang pohon mulai tumbuh membesar dengan dahan yang kuat serta daun yang lebat. Pohon itu berdiri kokoh nan rimbun, tersebar rerumputan hijau yang subur menjadikan pohon itu sebagai pusatnya.

Edi cukup senang dengan hasil proyeksinya, setidaknya objek kedua bisa dikatakan berhasil dan sukses. Baginya tidak seburuk yang dia pikirkan, ternyata proses melakukan visualisasi sendiri cukup mudah. Edi hanya perlu membayangkan objek yang ingin dibuat saja.

Edi bersandar di dahan pohon lalu melihat sisi lain dan mulai membayangkan lagi. Dia mencoba berimajinasi lebih lagi, semua isi angan yang dia pendam dalam benaknya perlahan timbul ke permukaan. Segala bentuk kebahagiaan dicerminkan dalam imajinasinya, selama hal itu positif menurut Edi itu perlu ditorehkan. Setidaknya tidak akan menimbulkan dampak negatif.

Perlahan ruangan putih mulai timbul warna, sedikit demi sedikit hiasan lukisan dunia bermunculan. Tempat kosong yang sebelumnya bersih kini menunjukkan sisi barunya, penuh akan warna-warni dan pahatan alam. Bila diibaratkan dengan lukisan terindah saat ini, tempat itu bisa dikatakan surga yang fana.

Jika saja bisa mampir, siapa saja pasti mau berlabuh walau hanya sejenak untuk menghilangkan dahaga. Perasaan damai yang paling diidamkan setelah lelah meringkuk di dunia yang kelam dan penuh akan urusan.

....