webnovel

Janji i

***

Nguing... Nguing... Nguing....

Gemerlap cahaya merah memenuhi sebuah ruangan era modern, deru alarm kerap kali menghiasi dengan suara nyaring. Seorang pria menggunakan setelan jas laboratorium khas ilmuwan berlari panik menuju sumber suara. Sepasang monitor menyala dengan deretan angka ditampilkan. Pria itu menganalisa data yang ada, rupanya objek itu berhasil ditemukan.

"Sembilan tahun telah berlalu, rupanya." gumamnya, melihat hasil enskripsi data pada kertas hasil di tangannya.

Pria itu tersenyum melihat hasil laporan yang ada, dia mengamati dengan seksama keseluruhan data itu. Data yang berisi identitas Shikai, dia cukup terkejut saat mengetahui keduanya hanyalah seorang bocah, Code yang mereka terima juga terlihat seiras dengan mereka. Akan tetapi, saat dia melihat data salah satu shikai, pandangannya berhenti cukup lama. Matanya terbelalak lebar saat mengetahui siapa Shikai itu, nama yang seharusnya tertoreh di dalam sejarah.

Dia tersenyum penuh arti, kemudian menanggalkan lampiran itu dan berlalu pergi. "Kali ini, lembaran baru apa lagi yang akan terukir olehnya?"

Pria itu berjalan dengan perasaan tidak karuan, hatinya merasa bahagia tapi juga merasa bersalah.

Mungkin saja dia bisa bertemu dengan orang yang selama ini dinantikan, tapi bisa saja dia merubah arus waktu. Aliran sejarah bisa saja berubah setelah ini. Takdir hidupnya ditentukan olehnya, goresan sejarah dan pena kehidupannya bisa saja terancam.

Kali ini Pria itu akan melihat sendiri perjuangan dari seorang pelukis sejarah. Kemanakah untaian takdir akan berjalan, nantinya?

"Aku akan menantikan ketika saat itu tiba...." Pria itu berlalu pergi, pintu tertutup dan cahaya lampu mati, hanya remang cahaya monitor yang masih menyala.

***

Langkah Awal Blash i

***

"Selamat Pagi, Dwi." Sapa Edi dengan senyum ramahnya, memasuki ruang kelas.

Sayangnya mimik wajah bocah itu berubah ketika melihat temannya, Dwi. Dia duduk berpangku tangan menatap malas dari sorot mata hitam layaknya panda, sesekali dia menguap lebar.

"Pagi." jawabnya malas.

"Kamu pasti lembur lagi ya?" tebaknya. Edi meletakkan tas, kemudian berdiri di depan meja menghadap Dwi.

Hn.... Dwi menghela nafas berat, temannya satu ini bukan sebatas menebak saja, pasalnya Dwi memang tidak tidur semalam. Bahkan tidak hanya sekali, sudah beberapa kali. Akan tetapi, bukan karena lembur semata, lebih tepatnya karena dia takut --tidak ingin bila tubuhnya diambil alih.

Dwi mengalihkan pandangan malas, bergulir menatap Edi lalu menunduk diam. Bocah itu tahu Edi mencemaskannya, tapi dia tidak ingin sahabatnya ini terlalu mengkhawatirkannya. Dwi ingin Edi fokus pada tujuannya sebagai Shikai.

Bagaimanapun juga Dwi harus bisa melalui ini sendiri, selain dia yang juga seorang Shikai. Tidak dipungkiri jika ia harus mampu mengendalikan Code miliknya, mengingat Dwi memegang Code Blash. Code ini bisa menjadi senjata bermata dua untuknya, juga merupakan bom waktu.

Dwi harus menyiapkan mental dan tekad yang kuat untuk mempertahankan kesadarannya, dia tidak ingin tubuhnya diambil alih Blash secepat ini. Dwi ingin memberi waktu lebih untuk sahabatnya, dia ingin berguna untuk Edi sebelum kendali tubuh dan kesadarannya hilang.

....

"Jadi menurutmu gimana?"

Dwi bersandar pada pagar, dia meminta pendapat Edi mengenai –Code- miliknya. Meskipun Dwi tidak bercerita terus terang, namun intinya tidak dilewatkan olehnya.

Edi hanya bisa mengangkat bahu, dia tidak tahu harus berkata apa. Menurutnya, apapun pilihan yang diambil oleh Dwi-sahabatnya, cepat atau lambat Code Blash pasti tetap bergerak, tidak peduli mereka bisa mengumpulkan power atau tidak.

Edi berjalan mendekati Dwi, tangannya menggenggam kawat pagar.

"Bagaimanapun juga, aku akan tetap menyelamatkanmu." ucapnya.

"Berjanjilah!" Edi mengepalkan tangannya dan meninju Dwi, "Berjanjilah, kamu tidak akan melupakan-ku."

Dwi tersenyum simpul melihat tingkah sahabatnya itu, memang persahabatan keduanya tidak salah. Dwi tahu bila Edi selalu mengkhawatirkan dirinya, bahkan bocah itu pernah menunggu berjam-jam hingga kehujanan demi menunggunya waktu itu.

Dia yakin bila Blash beraksi, Edi pasti akan melakukan hal serupa, bocah itu akan berusaha melakukan segala cara demi menyadarkan Dwi.

Dwi menggenggam tangan Edi, "Aku tidak akan pernah melupakanmu, Edi...",

Dia menautkan kepalan tangan mereka layaknya beradu tinju, "Bukankah kita sahabat."

Dwi menepuk keras dada kirinya, lebih tepat di hatinya.

"Sampai kapanpun aku tidak akan pernah melupakanmu. Meski tubuh ini tidak lagi dalam kendali, kamu akan tetap berada di sini." ujarnya lantang.

Keduanya tersenyum lebar hingga tertawa bersama, menikmati kebahagiaan semu yang ada.

Tidak ada yang tahu pasti sampai kapan ini berlanjut, bisa saja esok mentari masih bersinar, atau mungkin langit mendung datang. Keduanya berakhir duduk menikmati langit sambil bersenda gurau hingga sekolah usai.

Ancaman datang dari balik bayangan, tidak ada yang tahu pasti kapan dia akan muncul. Dia bisa datang menikam atau sekedar menyapa sesaat.

....