webnovel

tumbal lukisan

seperti gadis gadis yang hilang secara misterius sebelumnya di kota itu, Hani yang tak sengaja bertemu Dion dalam perjalanan pulangnya akhirnya terpilih menjadi daftar korban berikutnya

nhovia · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
21 Chs

part 19

aku tidak salah menerka, huruf-huruf di lukisan ini benar. Dion ... aku yakin ...

" Dion" Hani bergumam pelan menyebutkan nama itu

gadis itu yakin sekali jika Dion yang ia kenallah yang sudah melukis semua lukisan di kantor ini.

Tapi kenapa di kedai nya sendiri, hanya terpampang lukisan yang kosong ?

tiba-tiba langkah-langkah ringan terdengar di belakangnya dan di detik berikutnya sebilah pisau menancap cepat di sela-sela jari jemari Hani yang masih meraba permukaan lukisan.

"Sudah kubilang jangan sebut nama setan itu di sini" teriak laki-laki itu murka

Hani membuka matanya segera , mendongakan kepalanya ke atas untuk memastikan keadaan tangannya baik-baik saja.

Pisau itu berkilat,menembus setengah ke dalam permukaan kanvas . untunglah tangannya tidak terluka, ia menurunkan tangannya dengan gemetar

 

Hani membalikan badannya dengan tempo lambat, menghadap laki-laki yang kini ada di hadapannya dengan perasaan ragu

 

siapa laki-laki gila ini? kenapa hasratnya selalu ingin melenyapkanku

Wajah laki-laki itu terlihat membara , emosinya liar tak terkendali ,, sangat marah ketika nama DION disebutkan ,sampai-sampai menjulukinya dengan nama setan

Hani menyandarkan tubuhnya ke dinding, tatkala laki-laki itu mendekatinya dengan seringai yang menakutkan.

"Kenapa masih berkeliaran di sini Hahhhh?

Atau kau mau mati secara sukarela?"

laki-laki itu mencengkram ketat pundak Hani seperti cakar elang yang siap memangsa santapannya, membuat Hani gemetaran hebat . ia sadar ajalnya kini diujung tanduk.

" HA HA HA HA HA .... "

sialan, dia malah tertawa , dia akan menertawai kematianku yang malang Hani membatin

"atau kubunuh saja kamu disini sekarang, supaya kalian semua senang " tangan kirinya membelai rambut Hani ,menyelipkannya ke belakang telinga Hani.

dasar pembunuh gila , hani melirik ke samping berusaha mencari celah untuk pergi secepatnya dari laki-laki gila ini, namun

"kamu cantik seperti kekasihku" ucap laki-laki itu lanjut mendekatkan wajahnya pada wajah Hani , mencium pipi Hani dengan lembut lalu bergeser ke arah bibir Hani

ia mengecap bibir Hani dengan perlahan, Hani tidak membalasnya meski Hani merasakan ciuman itu manis dan hangat

lalu tangan kiri laki-laki itu beralih ke leher Hani, ia mengusapnya pelan sebelum akhirnya mencekik longgar Hani sambil berbisik di telinga Hani

"sayangnya kamu hanya korban disini, kamu harus menyerahkan kematianmu cepat atau lambat"

"jangan..kumohon!" pelupuk mata Hani mulai basah

"apa salahku?" tatap Hani mengiba

laki-laki itu tak menjawab, ia tertawa kencang sambil mencekik gadis itu lebih ketat, satu tangannya bersiap mencabut pisau yang menancap di lukisan

Hani menelan ludahnya , nafasnya tercekat

pada saat paru-parunya kehilangan oksigen, waktu seperti berhenti beberapa detik, membawanya melewati terowongan yang dipenuhi kenangan-kenangan , menembus mata laki-laki itu menuju masa lalu nya

*dua anak laki-laki kembar berumur 10 tahun tengah berbincang. wajah mereka serupa namun postur sang adik yang sedang menggengam tangan kakaknya terlihat lebih sehat dan berisi sedangkan sang kakak yang berbaring di ranjang rumah sakit, tampak pucat dengan bibir sedikit membiru

"kakak berjanjilah padaku,kakak harus sembuh, kita akan main bersama-sama lagi"

sang kakak menoleh lemah

"kemarin aku bertemu gadis yang manis , aku bilang padanya saat aku dan dia sudah sama-sama sembuh , aku mengundangnya ke rumah kita, dia boleh ambil cokelat dan permen milik kita sepuasnya...."

"ya kak, aku punya banyak cokelat yang aku sembunyikan di lemari mainanku, ambillah itu untuk teman kakak nanti"

🌕🌕🌕🌕

mereka berdua kembar,mungkinkah yang ada dihadapanku sekarang ini adalah saudara kembar Dion? apakah Dion yang terbaring sakit? atau adiknya? mereka mulanya saling mengasihi dan menyayangi ....

apa yang terjadi dengan mereka berdua?

dan kenapa aku harus terlibat*?

Ketika laki-laki itu mencabut kembali pisau yang tertancap di lukisan, Hani menutup wajahnya dengan kedua tangannya , gadis itu sudah pasrah jika nyawanya berakhir hari ini

TRRRAAANGG.....

seorang pria paruh baya menangkisnya , pisau itu terlempar ke lantai

"Apa-apaan kamu Dino? kamu mau membunuh orang lain di sini!" pria paruh baya itu memberinya tamparan kuat yang cukup menyakitkan di pipi Dino

"papa....selamat datang. HA HA HA HA HA" jawab Dino tertawa

lutut kaki Hani seketika lemas, tubuhnya merosot duduk ke lantai

aku selamat,kupikir aku akan mati tadi

jadi laki-laki gila itu namanya Dino dan pria disampingnya adalah ayahnya , tunggu aku bertemu dengannya tadi pagi di lantai empat saat melihat lukisan-lukisan bukan?

Dino mengambil kembali pisaunya lalu melangkah pergi sambil melirik ke arah Hani dengan senyumnya

"kamu tidak apa-apa nak?" ayah Dino bertanya ia membantu Hani berdiri

"maafkan anak saya,, saya sangat menyesal dengan perbuatannya terhadap kamu, kita bisa bicarakan ini secara damai ya, berapa kamu akan meminta ganti rugi?"

"ah, tidak usah pak, saya juga tidak terluka "

"baiklah, terima kasih ya nak"

" ya pak, saya permisi mau kembali bekerja"

Hani mengambil map-map di atas mesin fotocopy lalu bergegas pergi menaiki anak-anak tangga

🌕🌕🌕🌕

Hani tiba di rumahnya saat malam hari, pekerjaannya di kantor hari ini sangat banyak dan melelahkan

ia melemparkan tas kerjanya ke sofa, tiba-tiba penerangan di rumahnya menjadi gelap

"ya ampun , enggak ada angin enggak ada hujan , mati listrik melulu" ia mengumpat kesal

Hani menemukan lilin di rak lalu menyalakannya, ia lupa menutup pintu rumahnya

ia menjentikan korek api di atas sumbu lilin,

angin malam semilir memasuki rumahnya melalui pintu rumah yang terbuka ,membuat api lilin kembali padam berulang kali

"butuh bantuan?" sapa Dion tiba-tiba

Hani menoleh ke arah suara. di ambang pintu Dion sedang bersandar , tangannya membawa sebatang lilin berwarna merah yang menyala

"dion .... sejak kapan kamu datang?" Hani bertanya, ia bangkit berdiri

"baru aja ko, pintu rumah kamu terbuka nih!"

"masuklah Dion " ajak Hani

Dion sejenak ragu untuk melangkah karena tempo Hani pernah melarangnya

"kenapa? ko malah mematung gitu" Hani berjalan mendekati Dion, ia mendekatkan sumbu lilin miliknya ke lilin milik Dion yang menyala

"aku minta apinya ya? korek apiku kayaknya kehabisan gas "

Hani menarik lengan Dion untuk masuk, ia menaruh lilin miliknya di atas meja

"sekarang aku tahu alasannya kamu ga perduli usaha kedaimu enggak ada pembelinya karena memang nyatanya kamu ga membutuhkan uang, benar kan?"

Dion tidak menjawab , ia tengah asik mengamati poto-poto yang di pajang di rak lemari tivi

"karena kamu saudara kembarnya direktur di perusahaaan aku bekerja, begitu kan?"

"oh... jadi kamu udah ketemu sama dia"

"ya, papamu juga. ah gimana aku menjelaskannya ya situasi di kantor tadi siang benar-benar bikin aku frustasi"

"papa bilang apa sama kamu Han?"

Hani mengangkat alisnya, "papamu tidak mengatakan hal yang buruk, dia terlihat menyedihkan, maksudku perlu dikasihani tidak tidak maksud aku dia, papamu bagaimana aku bilangnya ya"

hani berpikir sejenak untuk kalimat yang tepat, seorang ayah yang malang, satu anaknya mengalami gangguan jiwa dan satu anak yang lain tidak mau bekerja di perusahaannya

"aku tidak bisa bekerja di perusahaan milik papaku, kalau itu maksudmu Han"

"kenapa?"

Dion mengambil sebuah foto anak kecil yang terbingkai

"jangan liatin fotoku kayak gitu" Hani berusaha mengambilnya dari tangan Dion

"kamu belum jawab pertanyaanku" kata Hani mengulangi

"karena keluargaku bermasalah, keluargaku tidak sempurna" kalimat itu meluncur dari bibir Dion

mengingatkan Hani akan keluarganya sendiri. kenapa aku bertanya lancang seperti ini? aku harusnya tahu karena aku juga merasakan masalah keluarga