webnovel

True Identity (Asyila)

Yang aku tau namaku adalah Asyila Permata, seorang mahasiswa yang sedang berjuang sendiri untuk sebuah masa depan. Awalnya semuanya selalu berjalan seperti yang aku tau itu tetapi nyatanya tidak, setelah malam mendebarkan itu semuanya tak lagi sama. Ada yang berbeda dalam setiap detik yang sedang melaju dalam takdirku. Sebuah kebenaran yang seperti ilusi? Irama ketakutan dalam melangkah? Serta merta takdir yang sedang menyapa? Dan menjadi inti dari semua ini adalah sebenarnya siapa aku? ~Asyila Permata

Mentari_NA · Ciencia y ficción
Sin suficientes valoraciones
14 Chs

9 - Masa Kemarin

Flashback on.

"Kamu akan Mas perkenalkan dengan Naila. Aku sangat yakin dia pasti senang bertemu denganmu, Valaxie." Aditia meraih tangan istrinya kemudian melangkah masuk kedalam taksi dan mereka pun meninggalkan pekarangan bandara.

"Apakah keluargamu akan menerimaku, Mas? Takutnya mereka menolak karena ak-"

"Aku akan menjamin dia menerimamu dengan baik. Saat mendengar kita menikah mereka ingin hadir hanya saja karena jauh akhirnya memilih menunggu kita ke Indonesia saja. Kamu akan nyaman." Valaxie hanya tersenyum, kemudian menatap ke luar.

"Maaf ya kalau nantinya rumah aku engga sebesar rumah kamu yang ada di sana." Valaxie mengenggam tangan Aditia kemudian menatap langsung mata suaminya, tenang sekali rasanya saat melihat mata itu. Rasanya kenyamanan yang selalu Valaxie impikan kini tiba.

"Aku menerima kamu sebagaimana kamu, Mas. Pernikahan kita sudah jalan selama 4 bulan dan kamu masih mempermasalahkan hal seperti itu? Kamu sudah membantu aku keluar dari dunia gelap itu dan memperkenalkan agama islam padaku, mengajarkan bahasamu dengan begitu baik. Aku tidak tau apa yang telah ku lakukan di masa lalu hingga Allah mengirimkan suami seperti kamu, Mas. Terimakasih karena mau menerima perempuan penuh dosa sepertiku."

Aditia menarik Valaxie kedalam pelukannya, "saat kamu masuk islam maka masa lalu telah menghilang. Kamu seolah terlahir kembali. Dan aku tidak akan berhenti berdo'a agar orang tuamu ingin menerimaku." Aditia mengurai pelukannya dan Valaxie tersenyum.

"Bukankah Mommy dan kak Farko telah menerima kamu, Mas. Walaupun diam-diam tetapi itu sudah lebih dari cukup?"

"Tentu, setidaknya ada keluargamu yang menerimaku." jawabnya, Valaxie kembali menatap keluar. Ternyata suasana Indonesia seperti ini ya.

"Masih jauh, Mas?" tanyanya

"Masih ada sejam lebih, kalau mau tidur silahkan. Nanti aku bangunkan." Valaxie memejamkan matanya kemudian menyadarkan kepalanya di bahu Aditia yang langsung disambut elusan tangan Aditia di kepalanya.

"Aku sangat yakin, anak kita nanti jika dia perempuan maka dia akan secantik dirimu."

"Aku mau tidur Mas, jangan gombal." Aditia hanya tertawa mendengar penuturan itu.

***

"Menantu ummi cantik banget. Kok mau sih sama anak ummi yang engga ganteng ini." Valaxie tertawa saat mendengar penuturan mertuanya itu.

"Ummi... Aku masih disini loh! Anaknya sendiri malah dibilang engga ganteng. Nai, Abang ganteng kan?" Aditia menoleh kearah anak kecil yang berada dalam gendongan Umminya.

"Ush! Adikmu masih kecil. Jangan ajarin yang jelek-jelek. Ayo masuk, maaf ya sayang. Kalau misal rumahnya engga sesuai dengan ekspetasi kamu." Gina,Ummi Aditia berjalan masuk ke dalam rumah terlebih dahulu disusul Aditia dan Valaxie di belakangnya.

"Abi mana, Ummi?" tanya Aditia setelah mereka semua duduk di ruang tamu.

"Lagi ngajar, dong. Kan sekarang dia ngajar di pesantren dekat sini biar engga bosen dirumah. Kamu kesana gih! Banyak temanmu juga yang ngajar disana, tadi abi berpesan kalau kamu sudah sampai kesana aja biar istrimu sama Ummi Dan Naila disini."

"Aku ketemu Abi dulu ya." setelah berpamitan pada Valaxie, Aditia berlalu.

"Ayo sayang, Ummi antarkan ke kamar."

"Aku mau lihat daerah sini dulu, boleh tante?"

"Ehh kok panggil tante, ummi dong. Boleh, ayo ummi ajak keliling kompleks mau pamer punya mantu cantik dan bule lagi." Gina menutup ucapannya dengan tawa kecil, dan Valaxie hanya mengikuti langkah mertuanya keluar rumah.

"Ehh Gina, sama siapa? Bule loh ini." Gina hanya menampilkan senyum bahagianya.

"Siapa sih, Gin?" Valaxie mengernyitkan keningnya bingung, mertuanya sedang bahagia sekali ya?

"Menantuku dong, cantik banget kan. Bule lagi." perempuan berjilbab panjang yang ada di hadapan Gina langsung memperlihatkan ekspresi terkejutnya. Ia melangkah ke depan kemudian memeluk erat Valaxie. "Aduh, istrinya Aditia toh! Selamat datang ya. Hadapi kelakuan mertuamu dengan sabar ya, sikapnya memang gitu, rada gila."

"Ehh apaan, jangan ngomong asal sama mantuku." Valaxie hanya tertawa kecil melihat hal didepannya. Apa yang ia takutkan ternyata tidaklah seperti itu, keluarga suaminya menerimanya dengan baik.

"Ayo kita ke kompleks depan. Disini semuanya ramah tidak perlu takut mereka malah senang akhirnya bisa ketemu sama mantunya Gina. Kebetulan nanti sore ada pengajian kamu ikut ya, biar bisa berbaur sama daerah sini." sebagai respon Valaxie hanya mengangguk.

"Engga. Dia harus istirahat kan lagi hamil. Nanti ya, kita lanjut ketemu pas pengajian aja, ummi takut kalau kamu kecapean. Naila juga ngantuk kayaknya. Permisi dulu ya Sila, berbincangnya nanti lagi." keduanya berlalu dan Sila hanya menatap mereka hingga masuk kedalam rumah yang tepat berada didepan rumahnya.

"Ummi..." panggil Valaxie

"Ada apa sayang? Perlu sesuatu?"

"Ummi engga keberatan aku nikah sama Mas Aditia? Mengingat dulunya aku seorang pembunuh bayaran dan juga masuk dalam kelompok mafia. Ayahku orang jahat dan mungkin paling kejam jika dibahas di Indonesia." Gina berlalu, masuk ke salah satu kamar. Melihat hal itu Valaxie menunduk, ternyata mertuanya tidak menerimanya.

"Ummi engga pernah mempermasalahkan bagaimanapun kamu dulu. Kamu mau masuk islam dan menikah dengan Aditia, belajar agama serta mau menutup aurat itu sudah lebih dari cukup. Ummi... Menerima kamu dengan bahagia. Jadilah istri yang baik serta seorang ibu yang baik juga untuk anak kalian nanti." Valaxie menangis haru, merasa bahagia karena keberadaannya di terima.

"Jangan nangis ihh! Nanti ummi dimarahin sama Aditia karena sudah membuat kamu menangis. Pokoknya selama disini kamu harus selalu bahagia, istirahat yaa." Gina menarik tangan Valaxie kemudian menuntunnya ke kamar Aditia. "Kamu istirahat, yaa." setelah mengantar Valaxie ke kamarnya, Gina kembali ke kamarnya melihat putrinya yang baru saja tertidur.

Didalam kamar Valaxie menatap kamar suaminya, Aditia. Tidak ada pigura foto ataupun lukisan seperti di kediamannya yang ada hanyalah lemari rak buku beserta kumpulan buku-buku islami. Bukan ranjang mewah tetapi hanya ranjang biasa berseprai coklat. Valaxie melihat kopernya yang sudah ada di sisi ranjang entah siapa yang membawanya kesana.

Kandungannya baru berumur 2 bulan tentunya masih rentan jika terlalu banyak bergerak. Valaxie memilih membaringkan badannya di ranjang, merasa sangat lelah akan perjalanan panjang. Dari Mesir kesini tentunya membutuhkan waktu yang sangat lama. Menunggu Aditia menyelesaikan studinya sambari belajar agama juga dan setelah 4 bulan kemudian akhirnya bisa melihat tanah kelahiran suaminya.

"Sayang, kita tidak tau bagaimana nantinya. Tapi ibu selalu berharap nantinya setelah kamu hadir keluarga ibu akan menerimamu serta kehadiran Mas Aditia." dan perlahan tanpa membuka jilbabnya serta berganti pakaian, Valaxie memejamkan matanya menjemput mimpi sejenak.

***

"Kamu betah disini?" tanya Aditia pada Valaxie.

"Iya Mas. Semua orang menerimaku dengan baik malahan pas pengajian tadi mereka menanyakan kenapa bisa aku mau sama kamu?" ekspresi wajah Aditia langsung berubah saat mendengar pertanyaan yang terakhir. Dan itu menjadi hiburan untuk Valaxie.

"Mereka pada kenapa sih, pertanyaannya dari kita sampai sekarang itu terus." rajuk Aditia membuat tawa Valaxie semakin besar.

"Sayang... Ketawa terus." Valaxie masih tertawa, tanpa mengucapkan apapun ia memeluk suaminya erat. "Aku menerima kamu karena kamu adalah Mas Aditia-ku." gumamnya yang membuat Aditia tersenyum senang.

"Kalau anaknya laki-laki, mau Mas kasi nama apa?" tanya Valaxie

"Masih lama. Ada baiknya kita menikmati hari-hari aja, tadi aku sudah berbincang dengan abi katanya ada rumah kosong dekat sini yang bisa kita tempati. Dan juga aku diterima menjadi dosen di universitas dekat sini tentunya sesuai dengan pendidikanku sewaktu di Mesir. Kamu ikut sama ummi aja ya kalau ada acara gitu, nanti aku sampaikan."

"Aku selalu mengikuti apapun keputusanmu, Mas. Karena kamu tidak akan mungkin membiarkan aku dan anak kita nanti berada di jalan yang salah."

"Terimakasih."

"Aku yang harusnya berterimakasih,Mas. Karena kamu dengan sabarnya mau menuntunku ke jalan surga Allah. Jika saja kita tidak bertemu di hari itu mungkin saat ini aku masih membunuh orang diluar sana." Aditia hanya tersenyum mendengar penuturan itu, pertemuan mereka memang tanpa disengaja tetapi sudah Allah rencanakan dalam takdir mereka.

"Suatu hari nanti akan ada sesuatu yang datang, jangan menyerah dalam agama Allah, Valaxie. Jikalaupun aku tidak berada di sampingmu tetap berjuang dan tetap ingat Allah selalu bersama hambanya yang taat. Kita tidak tau bagaimana masa depan tapi yang pastinya berada di jalur yang Allah perintahkan akan memberikan pasti bukan semu."

Flashback end.

Di balik cadarnya ia menatap tempat ini, mana mungkin ia lupa dengan semua ini. Rumah Aditia yang tentunya rumah paling nyaman yang pernah ia temui.

"Kak Valaxie..."