webnovel

TRISALVARD

Aku bahkan tidak mengetahui siapa aku sebenarnya, dari mana asal-usulku, dan orangtuaku. Yatim piatu, begitu orang biasanya menjulukiku. Saat ini aku hidup di sebuah negeri yang bernama Slanzaria, Kerajaan yang sangat berjasa bagiku sebab telah mengangkatku sebagai anaknya. Aku bertekad untuk membalaskan jasa pada negeri ini, dengan mengejar impianku menjadi seorang Prajurit Suci. Namun, beberapa hari sebelum aku dikukuhkan sebagai calon Prajurit Suci, peristiwa-peristiwa aneh dan menyeramkan menghampiri hidupku. Bayangan makhluk itu datang kembali dan mencakar kulitku, kemudian menghilang meninggalkan rasa sakit dan tanda tanya besar di hari-hariku. Perlahan-lahan, aku menjalani rentetan misteri dan teka-teki yang menghampiriku. Yang perlahan-lahan membongkar siapa diriku yang sebenanarnya, dan membongkar misteri tentang negeri ini yang disimpan selama ratusan tahun.

YourPana · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
25 Chs

Munmoth

Sekarang kira-kira jam dua siang, untunglah matahari ditutupi oleh awan sehingga tidak terdengar satupun keluhan dari mulut mereka tentang cuaca yang terik. Jika sekiranya matahari tak tertutupi oleh awan, mungkin mereka pun tidak akan mengeluh sebab berbagai makanan sedap pandang kini telah terhidang di atas tanah tepian sungai.

Tadi Joah menangkap tiga ekor ikan montok-montok, dua diantaranya mereka bakar sedangkan sisanya disup. Arion menangkap sepuluh udang panjang-panjang dan kerang-kerangan, udangnya dibakar sedangkan kerang-kerangnya disate. Alan dan Shany mencari umbi-umbian yang kemudian mereka bakar sampai hampir gosong, jamur-jamuran, beri-berian, dan terakhir selada air yang mereka panen di dekat sungai kemudian direbus.

Bagi Joah, labu pantai yang tadi ia makin sama sekali tidak ada bandingannya dengan makanan-makanan ini. Dengan memandangnya saja rasanya lidah menjadi basah dan seolah-olah tenaganya sudah benar-benar pulih. Hampir saja anak itu melanggar kesopansantunan karena tidak sabaran untuk makan sebelum akhirnya Alan mengatakan "Selamat makan!"

Joah mengambil ikan bakarnya dengan ranting pembakar yang masih tertancap ditubuh ikan itu lalu langsung menggigit dagingnya. Arion mengambil jenis makanan yang sama dengan Joah sedangkan Alan mulai mencicipi kuah dari sup ikannya. Joah menawarkan udang bakar pada Shany dan gadis itu buru-buru menolaknya sehingga membuat Joah tersadar dan tidak enakan. Sebagai gantinya Shany mengambil umbi-umbian bakar dan beri-berian lalu mendekatkannya pada tubuhnya, ia pertama-tama mencicipi secuil beri dan langsung mengatakan kalau buah itu manis.

"Tidak usah tidak enakan, aku tidak makan banyak kok. Ambil saja umbi yang jadi sumber tanaga utama ini, beri-beriannya juga manis, kalian juga butuh sayuran maka ambil saja selada air ini, kalau jamur bakar mau?" tawar Shany.

"Aku ambil jamurnya ya." Minta Arion. Anak itu langsung menyambarnya dan melahapnya bersamaan dengan daging ikan yang bahkan belum selesai dikunyah.

"Kau mau kerang ini, Jo?" tawar Arion.

"Tidak terimakasih, lagi pula bukan makanan yang aku sukai." Balas Joah.

"Apa hanya aku yang suka kerang diantara kita? Bagus kalau begitu!" gumam Arion.

"Tinggalkan sebagian untukku. Aku akan memakannya, itupun kalau ikanku sudah habis tetapi ruangan di perutku masih tersisa banyak." Balas Alan. Joah paham itu adalah sindiran tetapi Arion tampak biasa saja.

Setelah mulutnya kosong, Arion langsung melahap sepotong dari sate kerang itu dan mengomentari betapa gurihnya benda itu begitu menyentuh ujung lidahnya. Ternyata Joah mampu menghabiskan seekor ikan dengan cepat kemudian mencoba udang bakar, kenikmatan udang itu harus membuatnya berbagi dengan Alan dan Arion yang juga menginginkannya. Shany hanya menyantap umbi, beri, dan selada air sambil tersenyum-senyum melihat sisi lain dari Alan yang ternyata pandai mengatur bagaimana agar ia tidak rugi dalam pembagian makanan. Mereka berempat pun terus disibukkan dengan mengunyah makanan-makanan itu hingga semuanya benar-benar habis kecuali kerang-kerangan.

"Tidak baik menyia-nyiakan makanan, dan kita sudah melalukan hal itu. Maksudku kalian saja, terutama kau Arion." Protes Shany.

"Maaf ya, aku tidak sanggup lagi untuk memakan kerang-kerang ini." Arion memelas.

"Sebelumnya kau terlalu bersemangat untuk menangkapnya, jadi aku pikir kau akan menghabiskannya dengan mudah." Ucap Joah.

"Bahkan kau hanya memakan tiga ekor, dan ini masih tersisa beberapa tusuk!" kritik Shany.

"Sekali lagi maaf ya, lupakan saja, yang penting kita sudah kenyang dan itu artinya kita punya banyak sumber tenaga." Sambung Arion seperti nyamuk yang mabuk kekenyangan darah.

"Dasar! Joah, Alan, tidak mau memakan kerang ini atau sekadar mencobanya? Kalau tidak biar aku buang." Tawar Shany, dan keduanya menggeleng bersamaan. Shany lalu menampung semua sampah makanan mereka ke kantung sampah.

Untuk mencegah kebosanan dan menemani agar makanan mereka dicerna secara sempurna, maka mereka memulai pembicaraan di tepi sungai itu juga. Dimulai oleh Alan,

"Shany, aku ingin bertanya. Setahuku sudah sangat lama Slanzaria menjadi kerajaan yang sangat anti terhadap sihir. Dan hanya satu orang saja yang diizinkan memiliki sihir, yaitu mahabiarawan, bahkan Alarys pun tidak. Mahabiarawan lah yang menyebarkan mantra-mantra kutukan pada seluruh Slanzaria agar tidak ada satu pun penyihir beraliran apapun mampu memasukinya, jika berani masuk maka sudah pasti langsung mati. Jadi yang buat aku penasaran, sebagai seorang penyembuh, apa kalian tidak menggunakan sihir dalam penyembuhan?" tanya Alan.

"Tentu saja kami sama sekali tidak menggunakan sihir. Sesuai dengan ucapanmu, siapapun yang menggunakan sihir di Slanzaria kecuali mahabiarawan akan langsung mati." Jawab Shany singkat

"Lalu bagaimana bisa menyembuhkan tanpa sihir? Sebab aku melihat Agriel berusaha menyembuhkan pegasus itu dengan cara yang tak biasa." Lanjut Alan.

"Terdapat dua jenis penyembuhan, ada yang menggunakan forsa dan ada yang menggunakan herbal. Penyembuhan forsa adalah penyembuhan yang paling hakiki karena tidak merugikan apapun, sedangkan penyembuhan herbal tentu saja menggunakan tumbuh-tumbuhan yang jika diambil akan merugikan hewan yang memakannya dan berlindung daripadanya. Dalam penyembuhan biasanya kami mengandalkan forsa, dan forsa sama sekali berbeda dengan sihir. Kami secara telaten berusaha tidak membunuh dan tidak memakan makhluk yang bernyawa dan berperasaan, dari situlah daya forsa terbentuk, dan lama-kelamaan akan membentuk forsa yang kuat. Hukum forsa berbunyi, tidak ada yang benar-benar mampu menyembuhkan jika di sisi lain dia juga menyakiti." Shany menjelaskan

"Lagi pula, sejujurnya tidak ada yang istimewa dari apa yang kami lakukan, tidak perlu menjadi seorang penyembuh supaya mampu menyembuhkan, semua orang juga mampu jika mereka mau melatih forsanya. Bedanya kami adalah penyembuh yang terorganisir di bawah kewajiban dan sumpah." Sambungnya.

"Mungkin ada hal yang istimewa dari penyembuh, yaitu bagiku ini merupakan suatu kemuliaan besar." Ungkap anak itu mengakhiri penjelasan panjangnya.

Alan terkesima mendengar penjelasan Shany, sekaligus tercengang karena dugaannya selama ini ternyata salah. Wajah Joah dan Arion tampak biasa saja karena tentu penjelasan itu bukanlah hal asing bagi mereka, sedangkan Shany tampak sangat bangga menjelaskannya.

"Namun menurutku, kau belum sah menjadi seorang calon penyembuh jika tidak mengetahui dimana biasanya tanaman untuk membuat ramuan didapat. Kau tahu?" Arion menguji.

"Tentu saja, di Hutan Alaflos." Jawab Shany percaya diri.

"Kau salah, Hutan Alaflos hanya memiliki sedikit jenis tumbuhan. Jawaban yang benar adalah di desaku, Desa Gidias, di sana banyak tanaman untuk menghasilkan obat-obatan." Arion menerangkan dengan nada yang entah kenapa tiba-tiba melemah.

"Desa Gidias, desamu?" tanya Alan mengernyitkan mata.

"Oh tentu saja kau belum tahu. Desa Gidias adalah desa kecil yang ada di selatan Slanzaria, tentu saja masih bagian dari Slanzaria. Dan aku berasal dari sana, tetapi semenjak orangtuaku meninggal maka aku harus dibawa ke Parenthium dan belajar di Galathium." Cerita Arion.

Arion kemudian membahas panjang lebar tentang Gidias, mulai dari masa kecilnya di sana termasuk bagaimana orangtuanya bisa meninggal dunia. Ceritanya itu kemudian mengingatkan Joah tentang halusinasinya saat berada di Laut Asquir. Lalu, Joah kembali menceritakannya kepada mereka diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan penasarannya tentang itu. Sedangkan Shany tampak sangat terkejut sekaligus kesal karena ia mengetahuinya belakangan daripada Alan dan Arion.

Setelah Joah selesai menceritakan semua tentang itu, ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pembahasan itu memancing Joah untuk menanyakan sesuatu pada Alan. Ia berpikir sejenak untuk menanyakannya, entah mengapa rasanya sangat sungkan. Namun di sisi lain, ia yakin ia berhak tahu atas jawabannya. Lalu tiba-tiba pertanyaan itu mengalir begitu saja,

"Alan, aku penasaran sekali. Jadi bisakah kau ceritakan kenapa kau tiba-tiba membawa kami kabur dari Umbra, dan apa alasannya?" tanya Joah.

"Kalau boleh bertanya lebih, kenapa kapal itu bisa terbakar ketika kau melemparkan tengkorak itu?" tambah Shany, ternyata dia dan Joah seperencanaan.

"Tolong jangan buat kami mati penasaran atau mati terkejut karena kiat-kiatmu yang mendadak." Tambah Arion mengingatkan.

Namun Alan dengan tegas menjawab,

"Aku belum bisa menceritakan alasannya kepada kalian. Bahkan mungkin tidak akan pernah bisa, Terutama padamu, Joah." Ucap pria itu sambil sedikit melirik Joah.

Mereka bertiga terkejut mendengar kalimat dari pria itu. Bukannya menjadi paham, malah mereka jelas tampak semakin kebingungan dan teka-teki di kepala mereka semakin menjadi rumit. Terutama karena mendengar Alan mengkhususkan Joah. Alan kembali berucap,

"Tapi, sebentar lagi kalian akan tahu." Ucapnya meninggalkan kotak misterius di kepala Joah, Arion, dan Shany yang penuh teka-teki.

"Baiklah kalau begitu..." Respon Joah menghormati Alan walau sebenarnya tidak puas.

Joah mengalihkan pandangannya dari Alan dan menoleh pada teman-temannya. Ternyata mereka bertiga saling menoleh dan menunjukkan bahasa tubuh tertentu tanpa diketahui Alan. Joah kemudian mengalihkan topik pembicaraan,

"Arion, sekarang aku bertanya padamu. Sebenarnya apa yang membuatmu ketakutan tadi malam?" tanyanya.

Bukannya menjawab pertanyaan Joah, namun mendadak Arion membisu. Kedua bibirnya terkuci rapat tetapi matanya terbuka lebar dan menatap sahabatnya seolah-olah ingin menyampaikan sesuatu. Bukan hanya itu, seketika tubuhnya kembali bergetar dan tampak ketakutan. Joah kebingungan dengan tingkah Arion, maka ia kembali menanyakan pertanyaan yang sama, namun respon Arion juga sama. Shany mengubah pertanyaanya,

"Apa kau ketakutan lagi?" tanyanya kebingungan.

"Tentu saja." Jawab Arion, mulutnya tertutup kembali.

"Hampir saja aku mengira kau tidak bisa bicara lagi." Celetuk Shany setengah kesal setengah bingung.

Joah berpikir kalau Arion merasa tidak nyaman jika harus menceritakannya di depan Alan, entahlah mungkin ada alasan dibaliknya. Jadi ia memilih untuk menunda dan tidak perlu mendapatkan jawabannya sekarang, di kesempatan lain Arion pasti mau menceritakannya.

Mereka memutuskan untuk beristirahat siang ini, namun sebelumnya mereka harus bergotong-royong membangun tenda-tenda kemah. Alan hanya membawa tiga buah tenda. Keputusannya Alan dan Shany masing-masing mendapatkan satu tenda sedangkan Joah dan Arion harus berbagi tenda. Untunglah tidak memerlukan waktu yang lama bagi mereka untuk membuat tenda-tenda itu mengembang dengan sempurna dan saling berhadapan.

Setelah meminta izin, Shany langsung memasuki tendanya, Joah sangat yakin dia pasti mengantuk karena banyak makan. Sedangkan Alan pergi ke pinggir sungai, duduk di batu besar dan tampak merenungi sesuatu. Joah dan Arion tidak tahu harus berbuat apa, tetapi pada akhirnya mereka pikir lebih baik masuk ke tenda saja dan merebahkan badan mereka yang kelelahan.

Dari luar, tenda mereka memang yang terlihat paling besar. Untung saja tampilannya tidak menipu karena begitu memasukinya, Joah menjadi tidak khawatir lagi jika ia harus bersempit-sempitan dengan Arion. Namun tentu saja isinya benar-benar kosong, hanya ada alas sederhana yang bersedia ditindih oleh mereka.

Begitu membaringkan tubuhnya di samping Arion, perlahan-lahan hawa kantuk mulai merasap ke mata Joah, apalagi ditambah suara aliran sungai yang mampu membuat pikirannya melayang-layang. Akhirnya anak itu benar-benar terlelap dengan tidurnya diiringi oleh mimpi-mimpi yang tidak jelas bentuknya.

Di mimpinya, tiba-tiba terdengar suara rintihan yang sangat menganggu. Suara menganggu itu mampu membuatnya terbangun kemudian tertidur kembali, suara itu pun kembali terdengar saat ia balik tertidur. Kali ini terbangun lagi dan ternyata ia masih dapat mendengar suara rintihan itu. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat Arion terbaring sambil memeluk kedua lututnya erat-erat dan merapatkan pundaknya ke leher, Arion sedang tidak baik-baik saja!

"Arion, kau kenapa?" tanya Joah panik.

"Aku me-me-menggigil, Jo." Ucapnya lirih.

Lalu Joah mendaratkan bantalan tangannya ke dahi Arion, benar saja kalau suhu tubuhnya naik drastis. Joah langsung menyingkirkan tangannya dari dahi Arion karena sangkin panasnya, bahkan panasnya mungkin dapat memasak telur.

"Astaga, badanmu panas sekali. Sejak kapan bisa begini?" tanya Joah. Namun Arion tidak mampu menjawab, bahkan pandangan matanya mulai melemah.

" Pandangan matamu melemah, kepalamu pening?" tanya Joah sekali lagi, kali ini Arion meresponnya dengan anggukan paksa.

Maka Joah langsung keluar dari ruangan tenda, berniat menemui Alan dan Shany untuk turut membantu Arion. Beberapa menit kemudian mereka bertiga masuk bersamaan, Alan dengan pembawaan berpikir tenangnya sedangkan Shany langsung memasang wajah cemas lalu memeluk Arion.

"Arionku!" sahutnya. Gadis itu menyentuh dahi Arion dan memeriksa beberapa bagian dari tubuhnya.

"Ya ampun, tubuhmu panas dan kau menggigil, dari pandangan matamu aku yakin kau pasti pening. Apa perutmu sakit?" tanya Shany. Arion mengangguk kecil kemudian diikuti,

"ASTAGA!" dari Shany. Gadis itu berjengit dan merapatkan kedua telapak tangannya pada mulutnya.

"Shany, menurutmu Arion kenapa, katakan!" desak Joah.

"Apakah mungkin... tapi kenapa?" tanya Shany kebingungan.

"ADA APA?" desak Joah.

"Arion keracunan." Jawab Shany memecahkan suasana.

Alan mendekati Arion, memeriksa seluruh tubuh anak itu. Ia tampak berpikir sejenak kemudian berkata,

"Shany, apa kau bisa mengupayakan sesuatu?" tanyanya.

"Aku tidak bisa, forsaku pastinya belum terbentuk sempurna." Balas Shany putus asa.

"Tapi kita tidak bisa berlepas tangan. Kita harus cari cara, kita bisa mencari tanaman obat, kau tahu Shany?" tanya Joah cemas.

"Bahkan aku akan berlari ke gunung jika memang disana ada tanaman obat, asal Arionku selamat." Ungkap Shany.

"Sepertinya aku tahu apa yang membuatnya keracunan." Alan menyalip pembicaraan dan membuat wajah Joah dan Shany penasaran.

"Apa?" desak Joah ikutan panik.

"Jelas sekali, apa satu-satunya makanan yang hanya di makan olehnya?" jawab Alan dengan bertanya.

"Kerang?" ucap Shany.

"Tepat sekali. Joah tidak menyukai kerang, Shany juga tidak mungkin memakannya. Sedangkan kerang bukanlah hal masalah bagiku, namun aku tidak jadi memakannya. Kita beruntung karena Arion tidak serakus itu, bisa kalian bayangkan bahwa hanya dengan tiga ekor saja bisa membuatnya begini?" Alan menjelaskan, Shany hampir pingsan membayangkannya.

"Sebenarnya dari awal aku juga mencurigai kerang-kerang itu, bentuk cangkangnya pun aneh. Tetapi aku tidak bisa melarangnya hanya berdasarkan dugaan-dugaan semata, walau pada akhirnya dugaanku benar." Sambung Alan.

"Lalu apa yang akan kita perbuat?" tanya Shany, ia mulai keringatan dan tampak lemas sekali seolah-olah terkena racun juga.

"Shany, ambil air dan beri dia minum. Untuk sementara waktu biar air saja yang menetralkan tubuhnya!" Pinta Alan.

Shany langsung bergegas keluar, kemudian kembali dengan semangkuk air di kedua telapak tangannya. Ia membawa air itu pada Arion, sedangkan Joah menaikkan kepala Arion agar dapat meminum air itu. Mereka berhasil membantu Arion menghabiskan semangkuk air.

"Baiklah. Tidak perlu berlama-lama, kita langsung bagi tugas saja. Shany, kau nyalakan api di tengah-tengah perkemahan kita lalu jaga Arion, sedangkan aku dan Joah akan pergi mencari tanaman obat." Pinta Alan.

"Tanaman apa, lagi pula kalian kan tidak tahu seluk-beluk tentang Tenebris?" uji Shany.

"Tapi aku punya satu petunjuk. Joah kau ingat sebuah sarang yang tergantung di pohon itu kan?" tanya Alan.

"Ya, yang kita temui pada perjalanan menuju ke sini. Lalu?"

"Itu adalah sarang munmoth, artinya serangga itu ada di sekitar sini." Jawab Alan singkat.

"Munmoth, apa itu?" tanya Shany

"Serangga penghisap nektar dan hidup secara nokturnal, namun ada hal unik dari serangga ini. Jika bulan purnama muncul, maka mereka tidak akan menghisap sari dari bunga-bunga yang mereka hisap saat malam berbulan biasa, melainkan bunga ladymun." Tambah Alan.

"Bunga ladymun? Jangan mengarang cerita, tumbuhan itu hanya mitos!" kritik Shany.

"Apa kau menganggapnya mitos karena orang-orang di Slanzaria juga menganggapnya mitos? Dengar, sampai kapanpun bunga itu memang tidak akan pernah terlihat di sana, Slanzaria tidak cukup kaya untuk itu. Tidak pernah dilihat oleh kalian bukan berarti tidak ada" Alan mendebat.

"Maksudmu?" heran Shany.

"Aku sudah membaca banyak referensi tentang tanaman itu. Tanaman itu bukanlah tanaman biasa, tidak semua makhluk dapat menginderainya, bahkan ada yang sama sekali tidak bisa. Dari akar sampai ujung bunganya mampu menyembuhkan hampir segala penyakit yang diketahui. Masalahnya, tanaman itu hanya dapat diinderai jika terpapar sinar bulan purnama dan manusia yang melihatnya sedang sakit atau terluka. Itu adalah cara mereka bertahan hidup agar manusia rakus tidak mampu memburu mereka, hanya yang membutuhkan saja yang dapat menemukannya." Alan menjelaskan.

"Kita tidak mungkin membawa Arion ke sana. Tetapi kita bisa mengandalkan Joah, kebetulan sekali lenganmu sedang terluka kan, dan nanti malam juga bulan purnama. Ini merupakan keuntungan buat kita." Sambung Alan sambil melirik lengan Joah.

"Tunggu, jadi maksudmu Munmoth harus saling melukai supaya mereka bisa menginderai tanaman itu?" tanya Shany

"Satu lagi keunikan tanaman itu, bahwa agar dapat diinderai memiliki syarat yang berbeda bagi setiap jenis makhluk, bagi munmoth syaratnya cukup bulan purnama." Jawab Alan.

"Tetapi aku tidak hanya menginginkan penjelasan panjang lebar darimu, kau dan Joah harus segera mendapatkannya. Apa kalian punya ide?" tanya Shany.

"Aku punya ide. Aku dan Alan bergerak ke pohon dimana sarang serangga itu bergantung, kami akan menunggu sampai pulau ini benar-benar gelap hingga makhluk itu keluar dari sarangnya, lalu kami akan bergerak mengikuti kemana mereka pergi. Bagaimana?" Joah menoleh pada Alan.

"Ide yang bagus, Joah." Puji Alan.

"Dan ini sudah sore. Kita harus segera bersiap untuk bergerak, lebih baik kita tiba lebih dulu ke pohon itu daripada kita telat dan ketinggalan jejak mereka." Usul Alan.

"Baiklah, aku akan menyiapkan barang-barang yang dibutuhkan. Apa kita perlu membawa peta dan panahmu, Alan?" tawar Joah.

"Tentu saja, jangan lupa tambahkan kompas dan kantung air." Pinta Alan.

Kemudian Joah keluar dari tenda hingga menyisakan Alan dan Shany yang sibuk bercakap-cakap dan Arion yang gemetar.

"Tapi, apa kira-kira jarak yang akan kalian tempuh ini jauh?" tanya Shany.

"Biasanya sarang tidak akan jauh dari lokasi buruan, kemungkinan ladymun itu tidak jauh dari pohon itu." Ucap Alan memberi sedikit semangat.

"Kalau begitu, beri aku kepastian tentang ini semua." Ucap Shany.

"Aku tidak bisa memberikan kepastian apapun, termasuk kapan tepatnya kami kembali. Mungkin saja besok subuh, tetapi kami akan berusaha secepatnya. Doakan saja keselamatan kami, dirimu, dan Arion!" harap Alan.

Kemudian tak lama kemudian Joah masuk kembali dengan membawa seluruh barang-barang yang telah ia persiapkan di dalam tas Alan. Dari wajahnya ia tampak ingin cepat-cepat memulai perjalanan, tentu saja ia khawatir jika pergerakan mereka terlalu lama hingga berbahaya bagi Arion.

"Baiklah. Shany, kami harus segera pergi ke pohon itu. Jalankan apa yang aku perintahkan padamu, segera nyalakan api begitu kami pergi!" Alan mengingatkan kembali.

"Namun untuk apa, api tidak akan menyembuhkan Arion." Celetuk Shany.

"Aku pikir tidak perlu banyak tanya karena tak ada waktu untuk menjelaskan. Laksanakan saja atau kami akan kembali mendapati kalian berdua menjadi mayat hidup." Ucap Alan.

Alan langsung keluar dari tenda, sedangkan Joah berpamitan dulu kepada Shany dan Arion kemudian berlari menyusul Alan. Pertama-tama mereka melalui celah besar dari tanaman perdu di tepi sungai, kemudian lanjut berjalan. Alan mengambil beberapa ranting pohon kering, menggeseknya lalu muncullah api yang tertambat di ujung salah satu ranting.

"Sebenarnya untuk apa api itu?" tanya Joah kebingungan.

"Kau tidak perlu tahu, karena api ini tidak akan membiarkanmu mengetahuinya." Jawab Alan sekadarnya, membuat Joah sedikit jengkel.

"Mengapa kita berjalan lambat, bukankah seharusnya berlari saja?" usul Joah.

"Tidak perlu. Jarak antara sungai dan pohon itu tidak terlalu jauh, aku yakin kita dapat sampai sebelum matahari terbenam. Lebih baik kita menghemat tenaga kita untuk mengikuti munmoth nanti." Jawab Alan.

Lalu mereka berdua meneruskan perjalan, kembali menanjaki jalanan terjal dan menuruni jalanan landai. Perjalan tidak selalu mulus karena beberapa kali mereka harus saling adu argumen dan insting tentang mana jalan yang tepat. Hingga pada akhirnya pohon itu sudah berada di hadapan mereka berdua dengan menggantungkan sarang berwarna ungu yang sedari tadi mereka cari.