webnovel

TRACES OF LOVE

Kisah seorang wanita biasa bernama Sabrina yang hanya hidup berdua dengan seorang wanita tua yang sudah membesarkannya selama ini. Dia adalah Ibu angkatnya. Sejak kecil Sabrina tidak pernah tahu siapa Ibu kandungnya. Sabrina hanya tahu foto Ibunya saja. Karena sejak kecil Sabrina sudah diangkat oleh wanita tua yang sudah dianggap sebagai Ibu kandungnya. Selama hidupnya Sabrina tidak pernah merasakan kebahagiaan. Kehidupannya selalu saja dipenuhi dengan kesedihan. Sabrina harus berjuang sendirian untuk melanjutkan kehidupannya dan juga Ibunya. Apalagi sang Ibu yang mempunyai penyakit kronis yang mengharuskan dirinya cuci darah setiap bulannya dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Membuat Sabrina harus bekerja keras. Sabrina bekerja di salah satu Restaurant ternama. Sejak saat itu Sabrina mulai merasakan ada sebuah kebahagian di dalam hidupnya. Sabrina telah jatuh cinta dengan pemilik Restaurant tempat bekerjanya. Walaupun Sabrina sadar jika cintanya tidak akan pernah terbalaskan, tetapi Sabrina merasa kehidupannya jauh lebih baik setelah mengenal laki-laki itu. Namun selama itu juga Sabrina tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Karena Sabrina sadar diri jika kehidupannya dengan Alvin sangat berbeda. Alvin adalah pemilik Restaurant. Sedangkan Sabrina hanya seorang pelayan di sana. Sabrina hanya bisa mencintainya dalam diam. Hingga akhirnya Sabrina harus mengubur perasaannya dalam-dalam setelah suatu konflik datang menghampiri mereka berdua.

Arummsukma · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
396 Chs

Mengulangi Kesalahan

"Iya Bu. Kalo gitu aku pamit kerja dulu ya Bu. Do'ain supaya kerjaan aku lancar. Ibu kalo ada apa-apa langsung kabarin aku aja ya."

"Iya sayang."

Sekarang Sabrina sudah pergi ke tempat kerjanya. Di rumah hanya ada Ibu angkatnya saja yang sudah sakit-sakitan. Dia juga tidak melakukan hal apapun di rumah. Karena semua pekerjaan rumah sudah dilakukan oleh Sabrina. Mulai dari menyapu, mengepel, dan yang lainnya. Karena Sabrina tidak mau sampai Ibunya kecapean dan akan menganggu penyakitnya lagi. Karena penyakit Ibunya itu harus di jaga. Dia tidak boleh kecapekan sedikitnya pun. Kalau tidak, maka penyakit ginjalnya yang kronis akan kambuh kembali.

Setelah kepergian Sabrina, Ibunya langsung pergi ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu dia akan sarapan. Walaupun sarapan pagi ini hanya sendirian. Karena Sabrina sudah berangkat kerja pagi-pagi buta.

Di jalan Sabrina bertemu dengan seorang laki-laki. Tiba-tiba saja dia memberhentikan Sabrina begitu saja. Sabrina mengira jika dirinya sudah menabrak dirinya atau sudah membuat kesalahan yang lainnya.

"Hey kamu, tunggu."

"Saya Pak?"

"Iya kamu."

"Maaf Pak. Tapi saya ada salah apa ya?"

"Kamu ga salah apa-apa. Saya cuma mau minta nomer kamu boleh?"

Sabrina terdiam sejenak. Dia memikirkan sesuatu dari perkataan laki-laki itu.

"Nomer? Oh mungkin maksudnya nomer sepeda aku kali ya? Dia mau punya sepeda yang sama seperti sepeda aku," pikir Sabrina di dalam hatinya.

"Oh nomer sepeda saya ya Pak? Ini nomernya saya dapat di—"

Belum selesai Sabrina berbicara, laki-laki itu sudah memotong pembicaraannya. Karena yang dimaksud laki-laki itu bukan nomer sepedanya. Tetapi nomer handphonenya.

"Bukan. Bukan nomer sepeda kamu maksud saya. Tapi nomer telpon kamu. Boleh kan saya minta nomer telpon kamu?"

"Oh nomer telpon?"

"Iya. Boleh kan?"

"Maaf ya Pak. Saya buru-buru harus ke tempat kerja. Saya permisi dulu."

"Hey tunggu..."

Sabrina memilih untuk pergi dari hadapan laki-laki itu. Sabrina tidak memberikan nomer telponnya kepada laki-laki itu. Sabrina melanjutkan perjalanannya menuju ke Restaurant tempat bekerjanya.

"Aneh banget orang itu. Masa ga kenal tapi udah minta nomer telpon segala," ucap Sabrina.

*******

Waktu baru menunjukkan pukul 06.45 pagi. Sedangkan Restaurant akan dibuka pada pukul 8 pagi. Sabrina datang 1 jam lebih awal.

"Huh, akhirnya aku ga terlambat hari ini. Yang ada hari ini aku datangnya kepagian. Tapi ga apa-apa lah. Daripada aku terlambat. Nanti yang ada Boss galak itu marahin aku lagi," ucap Sabrina.

Ketika Sabrina sedang berbicara dengan dirinya sendiri, ternyata sudah ada Alvin dibelakangnya. Alvin berhasil membuat Sabrina terkejut. Apalagi setelah dirinya berkata jika dia mempunyai Boss yang galak.

"Siapa Boss galak yang kamu maksud itu?" tanya Alvin.

"Pak Alvin? Kok Bapak ada di sini?"

"Ini kan restaurant saya. Terserah saya dong mau ada di sini atau engga."

"Ya iya si. Tapi kenapa harus sepagi ini? Ini belum ada orang loh Pak. Baru ada saya aja."

"Saya sengaja datang pagi. Saya mau lihat apakah kamu akan terlambat masuk kerja lagi atau engga. Baguslah ternyata kamu ga terlambat lagi hari ini."

"Iya Pak. Saya janji, saya ga akan terlambat lagi mulai hari ini."

"Bagus. Tapi siapa Boss galak yang kamu maksud tadi?"

"Oh itu... I... Itu...."

"Itu apa? Kalo bicara yang jelas."

"Itu maksudnya Boss saya di tempat saya kerja yang lama. Iya. Tempat kerja saya yang lama Boss nya galak."

"Daripada kamu ga ada kerjaan, lebih baik kamu masuk dan mulai bersih-bersih."

"Baik Pak."

Sabrina hanya bisa menuruti perintah dari Alvin. Karena di sini Alvin adalah Boss nya. Sedangkan Sabrina hanyalah seorang pelayan di sana.

"Dasar ya Pak Alvin nyebelin banget. Untung aja dia Boss aku. Kalo engga, udah aku balas dendam ke dia," ucap Sabrina di dalam hatinya. Kemudian setelah itu Sabrina masuk ke dalam Restaurant untuk mulai bersih-bersih di sana. Tidak lama kemudian juga teman kerjanya sudah mulai berdatangan untuk bersiap-siap membuka Restaurant milik Alvin pada pagi ini.

*******

Hari ini tidak seperti biasanya. Restaurant sepi dengan pengunjung. Sabrina yang tidak mempunyai pekerjaan apa-apa di sana karena sepi akhirnya meras sangat bosan.

"Bosan banget kerja sepi kaya gini. Aku ngapain ya? Ga enak juga kan kalo cuma diam-diam aja. Tapi kerjaan yang lain udah dikerjain sama teman-teman yang lainnya. Atau aku buat kue aja ya? Siapa tahu nanti Pak Alvin suka," pikir Sabrina di dalam hatinya.

Akhirnya Sabrina pergi ke dalam dapur. Dia mencari beberapa bahan untuk membuat kue di sana. Ketika semua bahan sudah terasa lengkap, Sabrina pun mulai membuat kue. Sabrina sangat fokus dalam membuat kue. Sampai-sampai dia tidak sadar jika wajahnya saat ini sudah penuh dengan tepung.

Ketika Sabrina sedang asik membuat kue, keadaan di Restaurant tiba-tiba saja kembali ramai. Tidak ada yang mengetahui keberadaan Sabrina saat ini. Karena Sabrina tidak bilang ke siapa-siapa jika dia akan membuat kue. Alvin pun mencari-carinya.

"Sabrina kemana? Kenapa dia ga kelihatan? Bukannya ini semua tugas dia untuk mengantar pesanan pelanggan?" tanya Alvin kepada para karyawannya.

"Saya juga ga tahu Pak. Saya sudah cari tapi ga ketemu. Makanya saya yang kerjain semuanya."

"Anak itu. Kenapa si dia selalu aja buat masalah. Yaudah kamu lanjut kerja aja. Saya mau mencari Sabrina."

"Baik Pak."

Akhirnya Alvin sendiri yang turun tangan untuk mencari Sabrina. Entah kenapa Alvin langsung berpikir jika Sabrina ada di dapur sekarang ini. Dan benar, ketika Alvin masuk ke dalam dapur, di sana sudah ada Sabrina yang sedang membuat kue dengan wajahnya yang kotor terkena tepung.

"Sabrina," panggil Alvin dengan nada yang sangat tinggi.

"Pak Alvin? Ada apa Pak?"

"Ada apa, ada apa. Di depan lagi ramai pengunjung tapi kamu malah ga ada. Kamu malah di dapur kaya gini."

"Aduh, saya minta maaf Pak. Tadi di depan sepi dan saya ngerasa ga enak kalo ga ngapa-ngapain di sini. Makanya saya buat kue. Siapa tahu enak kan bisa jadi menu baru di sini Pak. Sekali lagi saya minta maaf. Sekarang saya siap-siap ke depan."

"Stop, stop!! Kamu mau ke depan dengan keadaan kamu yang kotor seperti ini? Engga. Kamu jangan buat saya malu lagi. Kamu teruskan aja pekerjaan kamu ini. Kamu teruskan membuat kue nya. Tapi ingat. Harus yang enak. Kalo ga enak, kamu akan mendapatkan hukumannya karena kamu udah buat kue tanpa seizin dari saya."

"Baik Pak. Saya akan pastikan kue ini enak."

Kemudian setelah marah-marah dengan Sabrina, Alvin langsung pergi begitu saja. Bahkan Alvin sempat membanting pintu dapur dengan sangat keras karena dia kesal dengan sikap Sabrina yang selalu saja membuatnya marah.

-TBC-