webnovel

Tower of Survivor

Aku adalah preman yang biasa menampung anak buahku. Menggaji mereka sesuai apa yang mereka usahakan, kalau dapat banyak ya dapat banyak upahnya. Begitu pula sebaliknya. Begitulah keseharianku, sampai aku dikunjungi oleh seseorang yang ingin kuinjak wajahnya dan menyatu dengan ubin. Orang itu membawa kabar kepadaku, adik beda ayah pertama ku hilang setahun yang lalu. Setelahnya adik keduaku mendapatkan sebuah surat aneh yang memiliki lokasi tidak masuk akal. Orang itu menawarkan sejumlah uang yang bukan main banyaknya. Akan tetapi dengan syarat, aku harus menerima undangan itu atas nama adik kedua beda darah ini. Menyusup sebagai penggantinya, dan menyelamatkan adik beda ayah pertama ku. Tidak bermodalkan uang, makanan, atau apapun itu. Hanya sebuah Katana milik keluarga ayah tiriku, satu-satunya tiang untukku hidup.

Sunnava · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
22 Chs

Bab 21: lantai 5-9 (2) a Quest from egg

"Kamu berasal dari Asia tenggara, antara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Kamboja?" Xixie terkekeh, ia memperbaiki rambutnya yang acak-acakan bahkan masih tidak ada perubahan setelah jari lentiknya menyentuh mahkota itu. "Tapi dari gerakan di bibirmu, kau tampaknya berasal dari Malaysia atau Indonesia."

Aku mencibir, "Aku tahu kau akan tahu juga," ujarku sembari menghela napas berat. "Jadi, aku akan mengakuinya. Indonesia." Jadi … meskipun dapat berkomunikasi dengan bahasa asing, gerakan bibir tidak akan menipu ya? Wanita ini sungguh cerdas, kesanku terhadapnya berubah 180 derajat dari saat kami bertemu.

"Wah, aku tidak menyangka. Kukira kau keras kepala."

"Aku keras kepala kalau soal uang," aku tersenyum sumringah sembari memasukan kentang dari Xiexie ke penyimpanan item ku. Beruntung aku tidak harus membayar untuk memperluas tempat penyimpanannya, yah … tempat penyimpanan yang tersedia lebih seperti tempat untuk menyimpan seluruh isi kota.

Xiexie terdiam sebentar, kemudian mengucapkan kata-kata yang tidak kusangka akan keluar dari bibir manisnya. "Keras kepala soal uang, kau hidup di jalanan?"

Aku menyerngitkan kening, "Dari mana kau tahu soal itu?"

"Hanya menebak, tampaknya aku benar. Orang-orang jalanan biasanya akan selalu memprioritaskan uang di atas segalanya. Bahkan di atas pendidikan sekalipun."

Aku mendengus, "Yah-yah, terserahlah … aku tidak begitu peduli." Kemudian merapikan beberapa kayu untuk dijadikan sebagai api unggun, tentu sembari menggenggam beberapa kentang.

Xiexie hanya menyeringai kecil melihatnya, kemudian mengambil sisa kentang yang ada di dalam tanah. "Irinya, aku tahu kau tidak akan mempedulikannya. Tapi, aku sangat iri dengan kehidupanmu sebelum memasuki menara."

Seperti yang dikatakannya, aku tidak bergeming dengan ucapannya. Terbongkarnya identitasku terlalu mendadak untuk kucerna. Aku juga tidak begitu peduli jika Xiexie bisa jadi orang yang jauh berbeda dari apa yang aku tahu awalnya. Pun kalau terjadi pengkhianatan yang disebabkan olehnya, kurasa dampaknya tidak akan begitu besar. Mengingat di adalah Healer atau focus utamanya adalah penyembuh, ditambah fisiknya cukup lemah, walau di atas sedikit dari Gin.

Begitu menyelesaikan urusan, kami kembali menuju tempat Hak dan Gin berada. Keduanya tampak lelah sembari memainkan sedikit telur yang didapatkan oleh pengawas berkepala kelinci tersebut. Kalau di sebut topeng kurasa tidak, karena mulutnya bergerak seperti benar-benar hidup.

"Kau lama sekali," Hak protes.

Rasanya aku ingin sekali meninju mukanya karena tidak menggunakan kata 'Kami.' Artinya Xiexie tentu saja diistimewakan dan tidak masalah kalau melakukan kesalahan olehnya, uh … pekerjaan tambahan yang merepotkan, rasanya seperti memimpin sepeleton preman yang tidak tahu tata karma.

"Hak," Xiexie menegur. "Saat Shima selesai mengambil kayu bakar, aku mengambil beberapa kentang terlebih dahulu. Jadi … ini bukan sepenuhnya kesalahan Shima."

Hak menggerutu, "Ya sudah lah."

Hanya itu? Dasar bocah mabuk cinta. Apakah dia sadar, jika Xiexie sebenarnya bisa saja jauh lebih tau darinya (Berdasarkan percakapan rahasia keduanya). Atau … apakah seleranya memang tante-tante? Uh, menyebalkan.

"Nah, giliran kami sudah selesai," ujarku, "Sekarang, nyalakan apinya dan masak kentang ini. Aku yakin kalian pasti bosan makan roti terus menerus." Aku mengeluarkan tas milik Xiexie dan menyerhkan kepada pemiliknya, sementara diriku sendiri mengambil sebotol kaca susu dan menghabiskannya kemudian beralih pandang pada telur bercangkang polos yang aku terima.

Ini sebenarnya buat apa? Familiar itu apa? Mempresentasikan? Artinya apa yang keluar dari cangkang telur ini, sesuai dengan kepribadian pemiliknya? Aku berdecih kesal, menyebalkan.

"Kak Shima, apa yang akan kakak berikan kepada telur ini?" Tanya Gin yang dengan perlahan memakan kentang rebusnya.

Aku menghela napas, kemudian menyelasaikan suapan terakhir kentang rebus yang baru saja selesai dimasak oleh Hak. "Entahlah, lagi pula … apakah ini seperti mempersembahkan sesembahan kepada patung?" tanyaku, merasa lega karena aku tidak kepeleset menyebutkan kata 'Sesajen.'

"Entahlah, tetapi bagaimana caranya kita mencari materi yang diperlukan itu?" dia bertanya balik kepadaku yang hanya mendapatkan balasan mengangkat bahu dariku.

"Materi artinya benda," celetuk Hak setelah selesai menghabiskan makanannya. "Artinya, kita harus mencari benda yang diperlukan untuk menetaskan telur ini. Benda itu ada di lantai ini sampai lantai Sembilan di atas kita."

Xiexie termenung mendengarnya, kemudian berkata. "Mengingat perkataan pengawas tadi yang memperbolehkan kita mencari materi tanpa perlu bertarung dengan para bos monster, artinya kita bisa leluasa menjelajahi lantai lima sampai Sembilan."

"Wah, baguslah … artinya nyawa kita setidaknya tidak terancam untuk sementara," ucap Hak.

Aku terdiam mendengar ucapan Hak, perasaanku tidak enak saat dia mengatakan 'Nyawa kita tidak terancam untuk sementara.' Kemudian menggeleng, "tidak … kurasa sampai seterusnya nyawa kita masih terancam. Aku harap kalian tidak akan lupa dengan insiden petak umpet dengan kelinci gesit itu."

"Uh, sampai kapan," Gin mengelus telur itu.

Xiexie menghela napas sembari mengelus kepala Gin, "Tenang saja, asalkan kau selalu berada di dekat kami … kamu akan aman."

~*~*~

Aku berpikir dan terus berpikir di sepanjang pencarian kami untuk menemukan materi yang diperlukan untuk menetaskan telur ini. Apakah bagus jika aku menjadi ketua dan terus bersama mereka? Pembicaraanku dengan Xiexie saat itu membuatku sadar, jika aku bukanlah seseorang yang patut untuk diikuti oleh orang-orang. Pertama aku adalah pemimpin kelompok preman yang tidak begitu peduli dengan bawahanku selama aku memberi jatah mereka dengan adil. Kedua, aku secara tak langsung membahayakan Gin waktu itu di lantai pertama. Ketiga, secara tak langsung juga aku mendatangkan bencana kepada mereka.

Apakah mereka berpikir seperti yang aku pikirkan? Aku tidak tahu. Namun setidaknya di lantai sepuluh nanti, aku memutuskan untuk menaiki lantai menara ini sendirian. Setidaknya, mereka akan jauh lebih aman jika aku tidak bersamanya.

Setelah puas menelusuri ke empat lantai di atas lantai lima, kami memutuskan untuk rehat sejenak di lantai lima. Kenapa? Karena lantai itu yang paling aman untuk dijadikan tempat singgah dari pada lantai di atasnya.

"Lantai enam padang savanna, lantai tujuh perairan yang dihiasi pulau kecil, lantai delapan salju, lantai Sembilan mirip seperti hutan terlarang tetapi tidak ada ilusi," Hak bergumam sendiri sembari mengingat semua deskripsi itu di kepalanya. "Siapapun yang mendesain semua lantai itu seperti tidak memiliki jiwa desain yang aman untuk disinggahi."

"Yah … setidaknya material di lantai-lantai itu sangat berlimpah. Shima! Maaf, bisakah kau mengeluarkan material yang kita kumpulkan tadi?"

Aku mengangguk, lantas mengeluarkan material yang telah dikumpulkan, beserta telur aneh tentunya. Saat aku mengeluarkan material itu, Gin sekilas menatapku dengan pandangan yang tidak bisa kudeskripsikan sebelum akhirnya mengalihkan pandangan pada material ini. Aku tidak memasalahkannya, namun mengingat kepribadiannya, itu seperti ada yang salah.

Biji kemarau yang berwarna coklat, tumpukan rumput emas, cangkang kerang mutiara, koral berlian, kepingan salju abadi (meskipun bernama demikian, kepingan ini tidak dingin sama sekali), tetesan beku abadi (tetesan ini membeku dan terasa dingin saat disentuh), buah simalakama (Buah root hitam), bunga merah kematian. Material yang kami kumpulkan terbilang sangat banyak, bahkan kukira saat itu kami sedang merampok, yah … mau bagaiamana lagi. Ambil atau tidak sama sekali.

Aku membagikannya sama rata, sekarang … bagaimana cara mempersembahkannya kepada telur ini. Karena saat material ini melintang mengelilingi telur, tidak ada reaksi sama sekali.

Menghela napas, aku memijit keningku, berdecih kesal. "Uh, apa kita salah material ya?"

"Hm … akan tetapi, material yang ada di lantai atas memang hanya segini." Xiexie menambahkan.

"Argh! Bodo amat!" Hak berseru kesal, tampaknya kapasitas otaknya telah mencapai batas. "nanti saja kita pikirkan!" Hak menguap. "Aku tidak menghitung kapan terakhir kali kita tidur. Aku ngantuk sekali-"

Seusai berkata demikian, Hak langsung tidur di atas tanah. Gin yang paling muda juga langsung tertidur sembari duduk menyilangkan kaki, membuat Xiexie langsung menjadikan kakinya sebagai bantal bocah itu. Melihat semuanya yang kelelahan aku lantas berdiri.

"Hm? Kau mau ke mana, Shima?"

Aku menatap Xiexie, tersenyum. "Aku ingin berpetualang sebentar sampai mereka bangun. Kau juga beristirahatlah."

Xiexie menatapku khawatir, kemudian menghela napas kecil. "Cepatlah kembali, atau kau akan melihat wajah jelek Hak," wanita itu terkekeh kecil mengatakannya.

~***~